ZAKAT FITRI: HUKUM, HIKMAH DAN KETENTUANNYA

Oleh: Rusydi Rasyid

Salah satu bentuk ibadah yang khusus dikerjakan oleh kaum muslimin pada bulan Ramadhan selain puasa adalah menunaikan zakat fitri; yaitu satu bentuk ibadah maliyah atau ibadah yang berkaitan dengan penunaian harta tertentu kepada yang berhak menerimannya. Para ulama mengistilahkan zakat fitri dengan beberapa istilah di antaranya; zakat fitrah, zakat badan dan juga shadaqah Ramadhan.

Sebagaimana asal kata dari zakat; zakka-yuzakki yang artinya menyucikan, maka hikmah dan maqsud disyariatkannya zakat fitri tidak lain adalah sebagai wasilah untuk untuk mensucikan diri bagi orang yang berpuasa dari berbagai bentuk cacat dan kekurangan dalam melaksanakannya, sekaligus sebagai bentuk kepedulian kepada fakir miskin dengan memenuhi kebutuhan pangan mereka, terutama pada hari raya. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas, beliau berkata:

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنْ الصَّدَقَاتِ

Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri sebagai bentuk menyucikan diri dari kesia-siaan dan keburukan bagi orang yang berpuasa dan memberi makan orang miskin, barangsiapa menunaikannya sebelum shalat ‘id maka zakatnya diterima, Adapun yang melaksanakannya setelah shalat maka dihitung sebagai sedekah” (HR Abu Dawud)

Hukum dan Ketentuan Zakat Fitri

Hukum zakat fitri sendiri adalah fardhu ain, yaitu wajib bagi setiap individu muslim; baik laki-laki maupun perempuan, orang dewasa maupun masih kecil bahkan orang merdeka maupun budak yang memiliki kelebihan  makanan untuk memenuhi kebutuhannya dan keluarganya di hari raya. Dalam hadits riwayat Ibnu Umar ia berkata:

فَرَضَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَاْلأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ

Rasulullah mewajibkan zakat fitri satu sha’ kurma, atau gandum bagi muslim yang hamba dan muslim yang merdeka laki-laki maupun perempuan, baik muslim anak-anak ataupun orang tua. Dan hendaklah zakat fitrah ditunaikan sebelum orang-orang selesai mengerjakan shalat id. (HR Bukhari)

Zakat fitri boleh ditunaikan sejak hari pertama bulan Ramadhan. Hanya saja yang paling afdhal atau utama adalah ditunaikan pada pagi hari sebelum shalat ‘id, dan makruh hukumnya mengakhirkan setelah shalat. Sedang bagi orang yang menunaikannya sampai terlewat hari hanya hukumnya haram, dan tidak dihitung sebagai zakat akan tetapi sedekah. (Fikih Manhaji Madzhab Syafii; 320)

Menurut pendapat jumhur ulama; orang yang berhak menerima zakat fitri adalah delapan golongan sebagaimana zakat pada umumnya. Namun, adapula yang membatasi pembagian hanya pada golongan fakir miskin saja, sebab hajah atau kebutuhan golong tersebut terhadap zakat fitri lebih besar daripada golongan yang lain. Ini merupakan pendapat Imam Malik dan beberapa ulama lain. (Syaikh Abdurrahman al-Jabiri, al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba’ah: 1/467)

Kemudian, terkait dengan jenis barang yang ditunaikan adalah satu sha’ atau setara empat mud dari makanan pokok di mana kaum muslimin tinggal, seperti; kurma, gandum, beras dll.  Namun terdapat perbedaan pendapat terkait takaran jika dikonversi ke dalam timbangan kilogram; di antaranya 2,2 kg, 2,5 kg dan 2,7 kg. Dalam hal ini, terkhusus masyarakat Indonesia dihimbau oleh Majelis Ulama Indonesia untuk menunaikan pada batas maksimal yaitu 2,7 kg sebagai bentuk kehati-hatian dalam beribadah, bahkan adapula yang menyarankan untuk menggenapkannya menjadi 3 kg.

Bolehkah Zakat Dengan Uang?

Menurut jumhur ulama dari kalangan Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah tidak diperkenankan untuk membayar zakat dengan menggunakan uang, dan membatasi pada makanan pokok sebagaimana dalam penjelasan sebelumnya. Bahkan Madzhab Dhahiri berpendapat ekstrem dengan menyebutkan bahwa zakat hanya boleh dengan sesuatu yang dijelaskan dalam hadits yaitu kurma dan gandum.

Adapun ulama yang memperbolehkan zakat menggunakan uang adalah dari kalangan madzhab Hanafiyah. Imam as-Sarakhsi mengatakan:

فإن أعطى قيمة الحنطة جاز عندنا، لأن المعتبر حصول الغني وذلك يحصل بالقيمة كما يحصل بالحنطة، وكان الفقيه أبو جعفر رحمه الله تعالى يقول: أداء القيمة أفضل، لأنه أقرب إلى منفعة الفقير

“Apabila memberikan uang seharga gandum maka boleh menurut kami, karena tujuan memberi kecukupan kepada fakir miskin terealisasikan sebagaimana jika memberikan dalam bentuk gandum. Imam Abu Ja’far mengatakan; ‘membayar dengan uang itu lebih utama, karena lebih bermanfaat bagi orang fakir…(Imam as-Sarakhsi, al-Mabsuth: 2/107)

Demikian pula pendapat Dr. Muhammad az-Zuhaili bahwa tidak masalah pada zaman sekarang untuk mengambil pendapat Abu Hanifah, karena pendapat tersebut lebih bermanfaat bagi orang fakir pada zaman sekarang, selain itu tujuan zakat juga masih tercapai. (Dr. Muhammad az-Zuhaili, Al-Mu’tamad: 2/101)

Meskipun demikian, Dr Labib Najib Abdullah menyarankan bahwa siapapun  yang mengambil pendapat Abu Hanifah harus konsekuensi dengan standar zakat fitri pada madzhab Hanafi, di antaranya nominal kadar yang diwajibkan dalam madzhab ini, yaitu membayar seharga 2,25 kg untuk gandum dan 4,5 kg selain gandum. (dr-labeeb.com)

Teknis Pelaksanaan Zakat Fitri

Berikut ini adalah beberapa anjuran yang harus dikerjakan ketika menunaikan zakat fitri, yaitu:

Pertama, Niat menunaikan zakat fitri; sebagaimana ibadah-ibadah yang lain, zakat fitri tidak sah bila dikerjakan dengan tidak adanya niat. Adapun niat ketika menunaikan zakat dilakukan sebelum atau bersamaan saat penyerahan zakat kepada orang yang berhak.

Imam An-Nawawi mengatakan: “Diperolehkan mendahulukan niat menunaikan zakat diqiyaskan dengan niat pada puasa, sebab tujuan dari zakat adalah meringankan beban orang fakir, begitu juga pendapat Abu Hanifah dan dishahihkan oleh banyak sekali ulama. Juga dhahir nash dari Imam Syafi’i pada masalah kafarah: ‘tidak akan sah kecuali ia berniat bersamaan saat menunaikan atau sebelumnya’. Menurut para ulama madzhab; baik kafarah dan zakat demikian (ketentuanya). (Majmu’ Syarh al-Muhadzab, Imam Nawawi)

Dr. Labib Najib Abdullah dalam makalah ringkas berjudul; Mathwiyah Zakat al-Fitri menyebutkan bahwa wajib hukumnya berniat saat membayar zakat fitri, yaitu dengan mengucapkan; ‘Ini adalah zakat badanku’. Di dalam hati dan tidak disyaratkan untuk diucapkan. (dr-labeeb.com)

Adapun jika menunaikan zakat untuk orang lain maka disesuaikan niat dari siapa zakat itu ditunaikan; dari istri, anak dll.

Kedua, Membaca doa saat menunaikan zakat sebagaimana yang di jelaskan oleh Imam Nawawi dalam Al-Adzkar, bahwa saat membayar zakat dianjurkan membaca doa:

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۗ اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

“Ya Tuhan kami, terimalah amal dari kami. Sungguh Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (Imam Nawawi, Al-Adzkar,: 327)

Sementara bagi mustahik juga dianjurkan untuk membaca doa saat menerima zakat dari orang yang menunaikannya:

ﺁﺟَﺮَﻙ ﺍﻟﻠﻪُ ﻓِﻴْﻤَﺎ ﺍَﻋْﻄَﻴْﺖَ، ﻭَﺑَﺎﺭَﻙَ ﻓِﻴْﻤَﺎ ﺍَﺑْﻘَﻴْﺖَ ﻭَﺟَﻌَﻠَﻪُ ﻟَﻚَ ﻃَﻬُﻮْﺭًﺍ

“Semoga Allah memberikan pahala atas apa yang engkau berikan dam semoga Allah memberkahi atas harta yang kau simpan dan menjadikannya sebagai pembersih bagimu (Ibnu Qudamah, Al-Mughni; 7/168). Wallahu a’lam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © 2025 Himayah Foundation