UANG KAMPANYE: SEDEKAH, HADIAH ATAU RISYWAH?

UANG KAMPANYE: SEDEKAH, HADIAH ATAU RISYWAH?

 

Memberikan kebaikan kepada orang lain adalah perintah yang diwajibkan dan merupakan amalan yang sangat dicintai oleh Allah. Banyak ayat dan hadits Nabi yang menganjurkan umat Islam untuk senantiasa berbuat baik, tidak hanya kepada sesama manusia, tetapi juga kepada semua makhluk, termasuk hewan.

Sebab dengan saling memberikan kebaikan inilah terjalin rasa kasing sayang antar sesama, juga merupakan satu diantara faktor tumbuhnya sifat ulfah atau kedekatan bahkan cinta antar sesama manusia, sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Hafidz al-Mas’udi dalam Kitab Taisir al-Khallaq fi Ilmi al-Akhlaq.

Dalam adagium arab yang cukup poluler disebutkan:

الانسان عبد الاحسان

Manusia itu budak kebaikan”

Pepatah diatas memberikan makna bahwa manusia akan tertawan hatinya oleh siapa saja yang memberikan kebaikan kepada dirinya. Seorang sukarela atau bahkan dipaksa untuk condong hatinya kepada seseorang yang memberikan kebaikan kepadanya, bak budak yang akan tunduk kepada tuannya. Senada dengan sebuah syair:

أحسن إلى الناس تستعبد قلوبهم فطالما استعبد الإنسان إحسان

“Berbuat baiklah kepada orang lain, niscaya engkau akan menawan hati mereka. Karena betapa mudah hati manusia ini itu tertawan oleh kebaikan” (Taisir al-Khallaq fi Ilmi al-Akhlaq.)

Namun dibalik konsep syariat yang mulia ini, ada sebagian orang yang mengaplikasikannya tidak sesuai dengan maksud dan tujuan yang Allah dan Rasul-Nya inginkan. Bukan sekedar untuk saling menumbuhkan rasa cinta dan persaudaraan atas dasar iman dan Islam, melainkan agar ia mendapatkan suatu keuntungan yang semestinya tidak ia dapatkan dengan cara tersebut.

Seperti dalam kasus yang akrab di telinga masyarakat Indonesia dengan sebutan  ‘serangan fajar’; sebuah praktik politik yang biasanya dilakukan menjelang pelenyenggaraan pemilihan umum (pemilu). Serangan fajar biasanya dilakukan dengan membagikan kepada para pemilih barang tertentu seperti sembako, pakaian, atau bahkan uang, sehingga dinamakan juga dengan money politic (politik uang).

Tujuannya tidak lain untuk memperngaruhi suara masyarakat pemilih, agar supaya memberikan hak suaranya kepada oknum yang memberikan barang tersebut, sebagai ganti dari kebaikan.

Dalam praktinya pula sebagian calon pilihan, baik itu capres, cagub, atau cabup mungkin akan mengatakan dalih bahwa apa yang diberikan itu hanya sebatas tali asih, sedekah, atau bahkan hadiah. Namun apakah praktik tersebut dalam Islam bisa dihukumi sebagai sedekah atau hadiah yang dianjurkan, atau malah yang demikian itu masuk dalam kategori pemberian yang dilarang dalam Islam, yang disebut dengan risywah atau suap yang dilarang dan diharamkan,

Beda Sedekah, Hadiah dan Risywah.

Sebelum menentukan hukum terkait praktik politik uang yang sudah lazim di Masyarakat ini, penting untuk memahami pengertian sedekah, hadiah, dan risywah. Sebab ketiga hal ini memiliki batasan dan perbedaan masing-masing. Setelah itu, baru dapat ditentukan apakah praktik tersebut termasuk salah satu di antaranya.

Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah memberikan definisi yang sangat baik tentang sedekah dan hadiah, ia mengatakan:

الصدقة: ما يعطى لوجه الله عبادة محضة من غير قصد في شخص معين، ولا طلب غرض من جهته، لكن يوضع في مواضع الصدقة كأهل الحاجات، وأما الهدية فيقصد بها إكرام شخص معين إما لمحبة، وإما لصداقة، وإما لطلب حاجة.

“Sedekah adalah pemberian yang dilakukan semata-mata untuk mengharapkan ridha Allah, sebagai bentuk ibadah, dan tidak ditujukan kepada orang tertentu. Sementara itu, hadiah adalah pemberian yang diberikan dengan tujuan menghormati seseorang, baik karena cinta, pertemanan, maupun untuk memenuhi kebutuhan tertentu. (Syaikh Dibyan ad-Dibyan, Muamalah Maliyah Ashalatan wa Mu’asharatan)

Adapun definisi risywah atau suap, salah satunya disampaikan oleh Syaikh Khatib Syirbini, ia mengatakan:

الرشوة هي ما يبذل للغير ليحكم بغير الحق أو ليمتنع من الحكم بالحق

Suap adalah pemberian sesuatu kepada orang lain agar dia memutuskan perkara dengan tidak adil atau agar dia tidak memutuskan perkara dengan adil.” (Asy-Syirbini, Mughni Muhtaj)

Dari tiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa antara sedekah, hadiah maupun risywah itu memiliki kesamaan antara satu dan yang lain, yaitu bahwa ketiganya adalah jenis pemberian yang ditujukan dengan maksud tertentunya. Adapun perbedaannya; yang pertama antara sedekah dan risywah adalah sedekah diberikan dengan harapan mendapat ridha Allah, sedangkan risywah ditujukan untuk mendapat keuntungan dunia secara instan. Ini sebagaimana yang dijelaskan dalam Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah.

            Sedangkan antara hadiah dan risywah memiliki perbedaan yang cukup tipis dan sangat beririsan, bahkan menurut Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah bahwa hadiah itu merupakan bagian yang terpisahkan dari risywah.

Oleh sebab itu perlu keterangan yang lebih terperinci untuk membedakan sesuatu itu bisa dikategorikan hadiah ataupun risywah. Berikut penjelasan Syaikh Abdurrahim al-Hasyim dalam Kitab al-Hudaya li al-Muwadhafin; Ahkamuha wa Kaifa at-Tasharruf  fiha:

Perbedaan Pertama: hadiah adalah sesuatu yang diperintahkan oleh syariat dan termasuk rejeki yang baik, adapun risywah adalah perkara yang haram dan kotor.

Perbedaan kedua: hadiah diberikan dengan tidak ada syarat tertentu, sedangkan risywah biasanya diberikan dengan syarat timbal balik tertentu, baik tersirat maupun tersurat. Bisa berupa timbal baik suatu perbuatan yang dilarang atau keharusan melakukan suatu perkara.

Perbedaan Ketiga: Hadiah diberikan dengan tujuan yang benar, seperti untuk menunjukkan kasih sayang dan keramahan kepada kerabat, tetangga, atau teman.. Adapun risywah (suap) diberikan untuk mendekatkan diri atau mencari belas kasihan dalam perkara yang tidak benar. (menyelisihi sebuah kebenaran).

Perbedaan Keempat: hadiah adalah sesuatu yang diberikan secara terbuka, didasarkan pada kemurahan hati, kedermawanan, kelapangan jiwa, dan keikhlasan hati.. Sedangkan risywah (suap) diberikan secara tersembunyi, didasarkan pada sikap saling menginginkan keuntungan pribadi, sering kali tanpa keikhlasan hati.

Perbedaan Kelima: risywah diberikan dengan syarat seseorang mengerjakan sesuatu setelah diberi risywah, sedangkan hadiah diberikan setelah mengerjakan sesuatu.

Hukum Memberi dan Menerima ‘Serangan Fajar’ atau Politik Uang

Jika dilihat dari pengertian, ketentuan serta ciri-ciri dari sedekah, hadiah dan risywah, dapat diambil kesimpulan dan kepastian bahwa ‘serangan fajar’ atau politik uang pra pemilu itu masuk dalam kategori risywah yang diharamkan. Kesimpulan ini juga seusai dengan hasil Forum Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia di Banjarbaru, Kalimantan Selatan 2018.

Maka, hukum memberi dan menerima permberiaan tersebut diharamkan sebagimana risywah. Allah berfirman:

لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ وَتُدْلُوا۟ بِهَآ إِلَى ٱلْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا۟ فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَٰلِ ٱلنَّاسِ بِٱلْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 188)

Rasulullah bersabda:

لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي

“Laknat Allâh kepada pemberi suap dan penerima suap”. (HR. Ahmad)

Meskipun ada yang beralasan bahwa pemberian yang dimaksudkan sebagai sedekah atau hadiah, anggapan tersebut tetap tidak diterima. Pasalnya, pemberian itu akan tetap dianggap sebagai suap jika dilakukan selama masa kampanye untuk menarik suara pemilih. Dalam kaidah disebutkan:

العبرة في العقود للمقاصد والمعاني لا للألفاظ والمباني

“Ibrah dalam sebuah akad itu terletak pada maksud dan makna bukan dari lafadz dan kontruksi kata” (Muhammad Shidqi Burnu, al-Wajiz fi Idhahi al-Qawaid al-Fiqhiyah). Wallahu a’lam.

Oleh: Rusydi Rasyid

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © 2025 Himayah Foundation