Sepuluh Larangan Dalam Berqurban

Sepuluh Larangan Dalam Berqurban

Oleh: Abu Athif -غفر الله له ولوالديه-

Berqurban di hari Idul ‘Adlha merupakan bukti kejujuran iman seorang hamba. Sebagai bentuk napak tilas dari pengorbanan Sang Kekasih Allah Nabi Ibrahim –‘alaihis salam-. Berqurban mengajarkan totalitas dalam beribadah kepada Allah ﷻ sekaligus perwujudan dari ikrar seorang muslim yang ditetapakan dalam Al Quran:

﴿قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ۝﴾

Artinya: “Katakanlah: sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”. [QS. Al An’am: ayat 162]

Qurban adalah refleksi taqwa seorang hamba yang berupaya sekuat tenaga memberikan dedikasi terbaik kepada Allah ﷻ. Bukan darah ataupun daging yang akan sampai kepada-Nya melainkan rasa dan sikap taqwa seorang hamba yang akan sampai di hadapan Allah ﷻ. Seperti yang ditegaskan dalam al Quran:

﴿لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ۝﴾

Artinya: “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik”. [QS. Al Hajj: ayat 37]

Tidak mengherankan jika amalan ini mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah ﷻ dan termasuk dalam deretan amalan yang paling dicintai oleh-Nya. Nabi ﷺ menjelaskan keutamaan ibadah ini dalam sebuah sabdanya:

ما عمِلَ آدمِيٌّ مِن عمَلٍ يومَ النَّحرِ أحبَّ إلى اللهِ مِن إهراقِ الدَّمِ؛ إنَّها لتَأْتي يومَ القيامةِ بقُرونِها وأشعارِها وأظْلافِها، وإنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِن اللهِ بمكانٍ قبلَ أنْ يقَعَ مِن الأرضِ، فَطِيبوا بها نفسًا. (رواه الترمذي)

Artinya: “Tidak ada yang dikerjakan oleh seorang anak Adam dari suatu amalan pada hari penyembelihan hewan qurban yang lebih dicintai oleh Allah melebihi mengalirkan darah hewan qurban. Sesungguhnya (hewan qurban) itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduknya, bulunya dan kuku-kukunya, dan sesungguhnya (pahala) darah itu telah sampai di sisi Allah sebelumnya jatuhnya tetesan darah ke tanah, maka menjadi baiklah jiwa-jiwa dengannya”. [HR. Tirmidzi]

Demi menjaga keabsahan dan diterimanya amalan qurban, maka seorang hamba beriman yang hendak berqurban seharusnya menjauhkan diri dari perkara-perkara yang bisa merusak dan bahkan membatalkan pahala darinya. Di antara perkara-perkara yang dilarang dalam berqurban dan akan merusak pahalanya adalah sebagai berikut:

  1. Niat tidak Ikhlas untuk Allah.

Sungguh niat dalam beribadah menjadi perkara mendasar bagi seorang hamba. Karena niat adalah penentu utama diterima atau ditolaknya amalan seorang hamba. Sebagaimana hadits Nabi ﷺ:

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا، أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ (رواه البخاري ومسلم)

Artinya: “Sesungguhnya amalan itu bergantung pada niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap orang apa yang dia niatkan, maka barang siapa yang hijrahnya (niatannya) menuju dunia yang akan digapai atau menuju seorang wanita yang akan dia nikai maka hijrahnya hanya sampai pada apa yang hijrah kepadanya”. [HR. Bukhari dan Muslim].

Dalam ibadah qurban ini seorang hamba tidak boleh berniatan tidak Ikhlas atau berqurban untuk selain Allah seperti hanya ingin dikenal dermawan atau tendensi duniawi lainnya. Maka ibadahnya akan tertolak, sebagaimana yang ditegaskan dalam hadits qudsi:

قالَ اللَّهُ تَبارَكَ وتَعالَى: أنا أغْنَى الشُّرَكاءِ عَنِ الشِّرْكِ، مَن عَمِلَ عَمَلًا أشْرَكَ فيه مَعِي غيرِي، تَرَكْتُهُ وشِرْكَهُ. (رواه مسلم)

Artinya: Allah Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi berfirman: “Akulah Dzat Yang Paling tidak membutuhkan persekutuan di antara para sekutu, Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang di dalamnya ia menyekutukan dengan selain-Ku, maka Aku akan meninggalkan dia dan sekutu-sekutunya. [HR. Muslim]

  1. Berqurban dengan hewan yang terburuk.

Kisah Qabil dan Habil mejadi pelajaran penting bagi setiap hamba yang ingin berqurban. Tidak layak bagi seorang hamba mempersembahkan qurban yang terburuk kepada Allah ﷻ. Dalam kisah dua anak Adam tersebut, Allah menegaskan bahwa qurban yang diterima adalah persembahan terbaik bukan yang terburuk. Allah berfirman mengkisahkan tentang mereka berdua:

﴿وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ۝﴾

Artinya: Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!”. Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa”. [QS. Al Maidah: ayat 27]

Disebutkan oleh para ahli tafsir bahwa Habil berqurban dengan memilih hewan ternak terbaik yaitu seekor domba yang besar dan sehat. Sementara Qabil berqurban dengan mempersembahkan sisa hasil pertanian yang buruk. Maka Allah ﷻ memilih qurban Habil dan menolak qurban dari Qabil. [Tafsir al Quran al ‘Adzim, Ibnu Katsir, juz 2 hal 40]

  1. Berqurban dengan harta haram.

Imam Ibnu Rajab al Hanbali menukil pendapat Imam Ahmad bahwa suatu amalan tidak akan diterima jika dikerjakan dengan harta atau barang yang haram [Jâmi’ a; ‘Ulum wa al Hikam, hal 133]. Penjelasan ini didasarkan pada banyak periwayatan hadits di antaranya adalah sabda Nabi ﷺ:

إنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لا يَقْبَلُ إلَّا طَيِّبًا (رواه مسلم)

Artinya: “Sesungguhnya Allah Maha Baik Yang tidak menerima kecuali yang baik saja”. [HR. Muslim]

Menggunakan barang atau harta yang haram dalam beribadah kepada Allah merupakan bentuk pelanggaran syariat dan menunjukkan tidak beradabnya seorang hamba kepada Allah ﷻ. Sementara ibadah qurban merupakan perwujudan taqwa yang terkandung di dalamnya rasa dan sikap pengagungan kepada Allah ﷻ. Maka dalam hal ini, penggunaan harta haram bisa menjadikan amalannya tertolak. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya:

﴿إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ۝﴾

Artinya: : “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa”. [QS. Al Maidah: ayat 27]

  1. Menyembelih hewan yang jenisnya tidak sesuai tuntunan syariat qurban.

Jenis hewan qurban yang disembelih adalah dari Binatang ternak yang ditentukan oleh  syariat yaitu unta, sapi dan kambing atau domba. Hal ini didasarkan pada firman Allah ﷻ:

﴿وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ۝﴾

Artinya: “Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)”. [QS. Al Hajj: ayat 34]

Didasarkan pula pada hadits Nabi ﷺ:

ضَحَّى النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ بكَبْشينِ أمْلَحَيْنِ أقْرَنَيْنِ، ذَبَحَهُما بيَدِهِ، وسَمَّى وكَبَّرَ، ووَضَعَ رِجْلَهُ علَى صِفَاحِهِمَا.(رواه البخاري ومسلم)

Artinya: “Nabi menyembelih hewan qurban dalam bentuk dua domba Jantan besar, berwarna putih dan bertanduk, beliau menyembelihnya dengan tangannya sendiri, dan beliau  mengucap basmallah dan takbir, dan beliau meletakkan kakinya di atas Pundak hewan qurban”. [HR. Bukhari dan Muslim]

Adapun dalil terkait dengan hewan qurban unta dan sapi berdasarkan pada hadits Jabir bin Abdillah -semoga Allah meridhoinya-:

نَحَرْنَا مع رَسولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ عَامَ الحُدَيْبِيَةِ البَدَنَةَ عن سَبْعَةٍ، وَالْبَقَرَةَ عن سَبْعَةٍ.(رواه مسلم)

Artinya: “Dahulu kami pernah bersama Rasulullah di tahun Hudaibiyah menyembelih unta dari patungan tujuh orang dan sapi dari patungan tujuh orang”. [HR. Muslim]

Dari penjelasan para ulama tentang masalah ini bisa difahami bahwa barang siapa menyembelih hewan qurban selain dari jenis hewan yang ditetapkan oleh syariat (unta, sapi, kambing dan domba) maka ibadah qurbannya tidak sah.

  1. Hewan qurban belum masuk umur.

Di antara yang harus diperhatikan juga oleh para pequrban adalah usia hewan qurban. Nabi ﷺ telah menentukan kriteria usia hewan qurban melalui sabdanya:

لا تذبَحوا إلَّا مُسِنَّةً، إلَّا أنْ يَعسُرَ عليكم فتذبَحوا جَذَعةً مِن الضَّأْنِ (رواه مسلم)

Artinya: “Janganlah kalian menyembelih (hewan qurban) melainkan musinnah (=yang sudah masuk umurnya), kecuali jika sulit bagi kalian maka boleh menyembelih jadz’ah dari domba”. [HR. Muslim]

Dari hadits ini para ulama menjelaskan bahwa usia hewan qurban adalah sebagai berikut:

  1. Unta : usia lima tahun dan masuk ke tahun keenam

  2. Sapi : usia dua tahun dan masuk ke tahun ketiga

  3. Kambing dan domba : dua tahun dan masuk tahun ketiga

  4. Jadz’ah dari domba : minimal usia enam bulan. [Shohih Fiqh al Sunnah, juz 2 hal 371]

Dengan penjelasan dari para ulama ini maka  bisa disimpulkan bahwa barang siapa menyembelih hewan qurban yang umurnya di bawah umur yang ditentukan oleh syariat maka ibadah qurbannya tidak sah dan tertolak.

  1. Hewan qurban tidak sesuai syarat syariat.

Wajib untuk diketahui bagi para pequrban bahwa syariat Islam telah menentukan kriteria dan kualifikasi hewan qurban. Ketentuan itu dinyatakan secara tegas dalam sabda Nabi ﷺ:

أربعٌ لا تجوزُ في الأضاحي العوراءُ البيِّنُ عَوَرُها والمريضةُ البيِّنُ مرَضُها والعرجاءُ البيِّنُ ظَلَعُها والكسيرةُ التي لا تُنقِي (رواه أبو داود والترمذي والنسائي)

Artinya: “Ada empat perkara yang tidak diperbolehkan dalam hewan qurban: buta yang jelas butanya, sakit yang jelas tampak sakitnya, pincang yang jelas pincangnya, kurus yang tidak ada sumsum di tulangnya”. [HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasai]

Dari ketentuan kriteria hewan qurban yang disebutkan dalam hadits tersebut menjadi pedoman bagi semua pequrban bahwa barang siapa yang berqurban dengan hewan yang ada cacatnya atau sakitnya, atau buta, atau kurus maka tidak sah qurbannya dan tidak diterima sebagai hewan qurban. Jika pemiliknya hendak menyembelihnya maka sembelihannya hanya untuk keperluannya saja bukan untuk ibadah qurban.

  1. Menyembelih hewan qurban sebelum sholat ied.

Penting juga untuk difahami oleh pequrban bahwa waktu penyembelihan hewan qurban juga ditentukan oleh syariat. Waktu penyembelihan hewan qurban dimulai setelah selesai sholat idul Aldha dan mendengarkan khutbahnya hingga tenggelamnya matahari di tanggal 13 Dzulhijjah [Shahih Fiqh al Sunnah, juz 2 hal 376-377]. Hal ini didasarkan pada hadits Nabi ﷺ:

من ضحَّى قبلَ الصلاةِ ، فإنما ذبح لنفسِه ، و من ذبح بعد الصلاةِ ، فقد تمَّ نُسُكُه ، و أصاب سُنَّةَ المسلمِين (رواه البخاري ومسلم)

Artinya: “Barang siapa menyembelih hewan qurban sebelum sholat (idul Adlha) maka sesungguhnya dia menyembelih untuk dirinya sendiri, dan barang siapa menyembelih sesudah sholat (idul Adlha) maka sungguh telah sempurna ibadahnya dan sesuai sunnah kaum muslimin”. [HR. Bukhari dan Muslim].

  1. Menjual Sebagian hewan qurban.

Termasuk larangan dalam ibadah qurban yang harus dijauhi adalah menjual bagian ataupun keselruhan dari hewan qurban. Hal ini didasarkan pada hadits Nabi ﷺ:

فَكُلوا وادَّخِرُوا وتَصدَّقُوا (رواه مسلم)

Artinya: “Makanlah, simpanlah dan bersedekahlah (dari hewan qurban kalian)”. [HR. Muslim]

Para ulama mengambil Kesimpulan bahwa setiap harta yang dipersembahkan untuk taqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah tidak dperbolehkan untuk diperjualbelikan, seperti zakat, hewan qurban, hewan hadyu (sembelihan dam dalam haji), harta kaffarot (penebusan dosa) dan lainnya. [Shohih Fiqh al Sunnah, juz 2 hal 379]

Ada kesalahan yang perlu diluruskan dalam pelaksanaan panitia penyelenggara idul qurban. Sebagian dari mereka menjual kulit atau bagian dari hewan qurban untuk kas masjid atau mushola. Maka hal ini tidak diperbolehkan, karena melanggar larangan menjual hewan qurban dan larangan menjual barang yang bukan miliknya serta menyelisihi perintah Nabi ﷺ. Sementara telah diketahui bersama bahwa panitia tidak memiliki sedikitpun hak terhadap hewan qurban yang dititipkan oleh para pequrban. Pantia hanya bersatatus sebagai wakil untuk eksekusi penyembelihan hewan qurban dan pendistribusiannya.

  1. Memberi upah jagal dari hewan qurban.

Termasuk larangan dalam ibadah qurban adalah memberikan upah jagal dari hewan qurban yang disembelih. Hal ini didasarkan pada hadits ‘Ali bin Abi Thalib -semoga Allah meridhoinya-: “Bahwa Nabi ﷺ memerintahkannya untuk menyembelih untanya dan membagikannya semuanya: dagingnya, kulitnya dan kain penutupnya dan tidak memberikan sedikitpun upah untuk jagal darinya”. [HR. Muslim]

  1. Patungan hewan qurban sapi atau unta atas nama lebih dari tujuh orang.

Di antara perkara yang harus diperhatikan bagi setiap pequrban khususnya yang ingin berqurban unta ataupun sapi adalah Batasan jumlah patungannya. Patungan qurban unta dan sapi dibatasi hanya untuk tujuh orang dan tidak boleh lebih. Hal ini didasarkan pada hadits Jabir bin Abdillah -semoga Allah meridhoinya-:

نَحَرْنَا مع رَسولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ عَامَ الحُدَيْبِيَةِ البَدَنَةَ عن سَبْعَةٍ، وَالْبَقَرَةَ عن سَبْعَةٍ.(رواه مسلم)

Artinya: “Dahulu kami pernah bersama Rasulullah di tahun Hudaibiyah menyembelih unta dari patungan tujuh orang dan sapi dari patungan tujuh orang”. [HR. Muslim]

Demikian ringakasan dari larangan-larangan dalam ibadah qurban. Semoga tulisan sederhana ini menjadi pengingat bagi kita semua dan menjadikan kita berhati-hati dari perkara-perkara yang bisa merusak dan membatalkan amalan ibadah qurban. Semoga Allah menerima amal ibadah qurban kita. Aamiin. والله أعلم بالصواب

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © 2025 Himayah Foundation