Oleh: Abu Athif, Lc. –غفر الله له ولواديه-
Saat ini ketika mendengar kata marbot, langsung terbersit dalam benak kita sosok yang pekerjaannya membersihkan masjid atau musholla dengan gaji yang sangat minim. Sering pula tergambar dalam pikiran bahwa pekerjaan marbot kurang prestisius. Ditambah lagi dalam kenyataannya, mengurusi masjid dianggap bukan urusan penting. Acap kali perhatian untuk masjid atau musholla hanya diberikan porsi “sisa”. Maksudnya adalah sisa waktu, sisa umur, sisa tenaga, sisa harta dan sisa pikiran. Sehingga memilih marbot pun tidak selektif dan memilih yang “sisa-sisa” saja.
Tidak mengherankan jika profesi marbot tidak banyak dilirik oleh sebagian besar masyarakat. Pandangan miring dan bayangan sosok manusia yang serba kekurangan acap kali tersematkan pada pekerjaan ini. Kesalahfahaman ini berakibat terlantarnya masjid dan musholla. Sebuah data di tahun 2014 menyatakan bahwa dari satu juta jumlah masjid yang ada, hanya sekitar 850 yang pengurusannya dinilai baik. Hal ini menunjukkan bahwa pengurusan masjid dan musholla baru mencapai 0,085 %. Sungguh jauh dari apa yang diharapkan. Angka ini menjadi permasalahan serius bagi kita kaum muslimin yang tinggal di negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
Kesalahfahaman ini juga berdampak juga pada minimnya kontribusi masjid dalam memberikan solusi pada setiap aspek problematika kehidupan. Dalam aspek pendidikan anak-anak misalnya, hari ini banyak kita dapatkan masjid dan musholla sepi dari mereka. Karena dianggap sebagai penyebab keributan dan biang kerok kebisingan serta mengganggu ibadah. Bahkan ada anak-anak yang diusir dari masjid gara-gara bercanda. Sejatinya kesalahan tidak bisa dituduhkan kepada anak-anak semata namun lebih karena kurangnya atau kegagalan orang tua dalam mendidik mereka terkait adab-adab di masjid.
Dalam aspek kehidupan remaja dan pemuda, hari ini kita masih mendapati bahwa masjid dan musholla belum menjadi tempat idaman bagi mereka. Banyak dari mereka yang lari dari masjid karena beda paham dengan para sesepuh dan tokoh tua di masjid. Akibatnya program-progam masjid terkesan kolot dan jadul, seakan masjid hanya untuk generasi tua saja.
Pada aspek pendidikan dan pengajaran ilmu-ilmu Islam, saat ini jadwal kajian keislaman pun masih sangat minim. Rata-rata sepekan sekali ada pengajian atau majelis ilmu. Bahkan ada yang hanya sebulan sekali. Sementara pembahasan tentang ilmu-ilmu Islam sangatlah luas dan banyak. Kondisi ini membuat kaum muslimin tidak akan pernah paham tentang agamanya sendiri secara komprehensif.
Inilah beberapa contoh kecil dari permasalahan yang timbul akibat kesalahfahaman tentang apa dan siapakah marbot masjid itu. Dalam tulisan sederhana ini penulis hendak menyajikan makna sesungguhnya dari istilah marbot dan cakupan pekerjaannya. Harapannya agar seluruh kaum muslimin sadar akan arti penting marbot dan bersedia sepenuh hati untuk menjadi bagian dari marbot masjid.
Apa arti marbot itu ?
Kata marbot dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi webnya diartikan sebagai penjaga dan pengurus masjid. Dari sini sebenarnya kita bisa langsung mengambil kesimpulan bahwa marbot sejatinya adalah pekerjaan mulia dalam rangka memperhatikan urusan masjid dari pembangunannya hingga pemakmurannya.
Dilihat dari kata asalnya, kata marbot merupakan kata serapan dari bahasa Arab yaitu marbuth (مربوط). Artinya adalah yang terikat. Kata ini memiliki bentuk dasarnya (masdar) adalah ribath (رباط). Makna ribath secara istilah adalah melazimi tempat perbatasan perang. Imam Ibnu Hajar al ‘Asqolani mendefinisikan ribath sebagai upaya mendiami tempat yang menjadi perbatasan antara kaum muslimin dan kaum kafir dalam rangka menjaga kaum muslimin dari serangan kaum kafir. Pengertian ini didasarkan pada hadits Nabi ﷺ:
رِبَاطُ يَومٍ في سَبيلِ اللَّهِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وما عَلَيْهَا، ومَوْضِعُ سَوْطِ أَحَدِكُمْ مِنَ الجَنَّةِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وما عَلَيْهَا، والرَّوْحَةُ يَرُوحُهَا العَبْدُ في سَبيلِ اللَّهِ، أَوِ الغَدْوَةُ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وما عَلَيْهَا (رواه البخاري)
Artinya: “Ribath satu hari di jalan Allah lebih baik dari pada dunia dan apa yang ada di atasnya. Dan tempat cemeti salah seorang dari kalian di surga jauh lebih baik dari pada dunia dan apa yang ada di atasnya. Dan kepergian seorang hamba di waktu sore hari atau pagi hari di jalan Allah jauh lebih baik dari pada dunia dan apa yang ada di atasnya”. [HR. Bukhori]
Istilah ribath juga digunakan untuk orang yang senantiasa menjaga dan menanti tibanya waktu sholat. Hal ini diungkapkan dalam hadits Nabi Muhammad ﷺ:
أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ، قَالُوا: بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَالَ: إِسْبَاغُ الوُضُوْءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ (رواه مسلم في صحيحه)
Artinya: “Maukah kalian aku tunjukkan perkara yang Allah akan menghapus dosa-dosa dan meninggikan derajat”? (Para sahabat) berkata: “Tentu mau wahai Rasulullah”. Beliau bersabda: “Menyempurnakan wudhu di kondisi yang tidak disukai, memperbanyak langkah menuju masjid dan menanti waktu sholat setelah sholat maka itulah ribath”. [HR. Muslim]
Korelasi istilah marbot masjid dengan makna ribath adalah penyerupaan amalan menjaga masjid dengan amalan menjaga daerah kaum muslimin dari serangan musuh. Karena hakikat kata ribath adalah menahan diri dan mengikatkan diri dalam ketaatan. Dalam konteks ini, marbot masjid merupakan orang yang berada di garda depan dalam menjaga pertahanan kaum muslimin. Mengingat masjid merupakan benteng pertahanan iman bagi mereka.
Dari tinjauan makna ini bisa kita ambil kesimpulan bahwa amalan menjadi marbot masjid adalah bentuk penghambaan kepada Allah dengan memberikan dedikasi berupa merawat rumah Allah. Tidak berhenti pada aspek pembangunan dan perawatan fisik saja namun juga memakmurkannya dengan mengajak manusia untuk beribadah kepada Allah di dalamnya. Di samping itu, marbot juga menjaga fungsi strategis masjid sebagai rumah pemersatu kaum beriman dan benteng pertahanan bagi mereka.
Siapakah yang harus menjadi marbot masjid ?
Setelah memahami makna marbot secara bahasa dan istilah, maka muncul pertanyaan siapakah yang seharusnya menjadi marbot? Mengingat bahwa profesi marbot adalah merawat, memakmurkan dan mengurusi rumah Allah maka yang berhak dan harus menjadi marbot adalah tiap individu mukmin. Ketetapan ini diambil dari firman Allah:
﴿إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ﴾ (التوبة: ۱۸)
Artinya: “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”. [QS. At Taubah: 18]
Ayat ini memberikan persaksian bahwa indikator iman paling tampak dalam diri seorang hamba yang telah menyatakan keimanan adalah dengan memakmurkan masjid. Dengan ungkapan lain, benar dan tidaknya iman seseorang bisa dilihat dengan keterkaitan hatinya untuk selalu memakmurkan masjid. Karena Allah mengaitkan antara iman dan memakmurkan masjid. Keduanya memiliki sifat talazum (saling terkait dan mengikat).
Sebagian ulama salaf menyatakan: “Jika engkau melihat seseorang memakmurkan masjid maka berbaik sangkalah kepadanya”. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id al Khudri bahwa Rasululloh ﷺ bersabda:
“إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّجُلَ يَتَعَاهَدُ الْمَسْجِدَ فَاشْهَدُوا لَهُ بِالإِيمَانِ” (رواه الترمذي وقال: حسن غريب)
Artinya: “Apabila kalian melihat seseorang yang senantiasa menjaga masjid maka saksikanlah keimanan baginya”. [HR. Tirmidzi, beliau berkata: hadits hasan ghorib]
Adapun orang kafir dan musyrik tidak bisa dan tidak boleh menjadi pengurus takmir masjid. Karena ketiadaan iman dalam dirinya tidak akan bisa menjalankan amanah memakmurkan masjid. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah ﷻ :
﴿مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَنْ يَعْمُرُوا مَسَاجِدَ اللَّهِ شَاهِدِينَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ بِالْكُفْرِ أُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُونَ﴾ (التوبة: ۱۷)
Artinya: “Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka”. [QS. At Taubah: 17]
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa tidak pantas bagi orang-orang musyrik memakmurkan masjid-masjid yang dibangun atas nama-Nya semata dan tiada sekutu bagi-Nya. Masjid sebagai wahana mentauhidkan Allah dan menjalankan segala syari’at dan hukum-Nya. Maka menjadi suatu ketimpangan dan bahkan bisa dibilang ketidakwajaran ketika orang-orang musyrik berkeinginan memakmurkan masjid. Bisa dipastikan perkara yang mereka agungkan dan mereka muliakan bukan Asma Allah dan syari’at-Nya melainkan adalah sesembahan dan hawa nafsu mereka sendiri sebagaimana yang disebutkan dalam ayat tersebut.
Catatan sejarah telah membuktikan bahwa orang-orang kafir dan kaum musyrik itulah yang telah berupaya menyerobot dan mengambil alih pengurusan atas masjid al Harom. Lalu mereka berupaya sekuat tenaga menghalang-halangi manusia untuk mengikuti jalan Allah yang lurus.
Dari sinilah kita bisa memahami akan arti penting peran seorang mukmin untuk turut serta dan aktif dalam memakmurkan masjid. Karena syiar-syiar Islam tidak akan bisa diagungkan dan dimuliakan kecuali hanya oleh kaum mukminin sendiri. Jadi, setiap mukmin seharusnya memiliki spirit marboth masjid.
Hukum memakmurkan masjid
Para ulama menyatakan bahwa hukum memakmurkan masjid adalah sunnah. Hal ini didasarkan pada keumuman hadits Nabi ﷺ:
عن عثمان بن عفان –رضي الله عنه- قال: قال رسول الله ﷺ: “مَنْ بَنَى مَسْجِدًا يَبْتَغِي بِهِ وَجْهَ اللهِ بَنَى اللهُ لَهُ مِثْلَهُ فِي اْلجَنَّةِ” –(رواه البخاري)-
Artinya: Dari Utsman bin Affan –semoga Allah meridhoinya- berkata: telah bersabda Rasululloh ﷺ: “Barang siapa yang membangun masjid dalam rangka mencari keridhoan Allah niscaya Allah bangunkan semisal untuknya di surga”. [HR. Bukhori]
Amalan berupa memakmurkan masjid ini merupakan sunnah yang selalu dilakukan oleh Nabi Muhammad ﷺ. Banyak periwayatan hadits yang menunjukkan perhatian beliau terhadap masjid dan pemanfaatannya untuk umat. Seperti pembangunan masjid nabawi, masjid quba dan beberapa masjid lainnya. Begitu pula terkait dengan keteladanan beliau dalam menjaga sholat lima waktu secara berjama’ah. Tidak hanya itu, aktivitas beliau senantiasa terkait dengan masjid. Mulai dari pengajaran al Quran, I’tikaf si sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, hingga pembinaan pribadi para sahabat juga dilakukan di dalamnya.
Bahkan Nabi ﷺ sering pula mendapatkan pengaduan tentang problematika kehidupan masyarakat di dalam masjid. Salah satunya seperti yang terekam dalam sebuah hadits :
عن أنس بن مالك –رضي الله عنه- قال: إنَّ رَجُلًا دَخَلَ يَومَ الجُمُعَةِ مِن بَابٍ كانَ وِجَاهَ المِنْبَرِ، ورَسولُ اللَّهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ قَائِمٌ يَخْطُبُ، فَاسْتَقْبَلَ رَسولَ اللَّهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ قَائِمًا، فَقالَ: يا رَسولَ اللَّهِ، هَلَكَتِ المَوَاشِي، وانْقَطَعَتِ السُّبُلُ، فَادْعُ اللَّهَ يُغِيثُنَا، قالَ: فَرَفَعَ رَسولُ اللَّهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَدَيْهِ، فَقالَ: اللَّهُمَّ اسْقِنَا، اللَّهُمَّ اسْقِنَا، اللَّهُمَّ اسْقِنَا. قالَ أنَسُ: ولَا واللَّهِ ما نَرَى في السَّمَاءِ مِن سَحَابٍ، ولَا قَزَعَةً، ولَا شيئًا، وما بيْنَنَا وبيْنَ سَلْعٍ مِن بَيْتٍ، ولَا دَارٍ. قالَ: فَطَلَعَتْ مِن ورَائِهِ سَحَابَةٌ مِثْلُ التُّرْسِ، فَلَمَّا تَوَسَّطَتِ السَّمَاءَ، انْتَشَرَتْ ثُمَّ أمْطَرَتْ، قالَ: واللَّهِ ما رَأَيْنَا الشَّمْسَ سِتًّا، ثُمَّ دَخَلَ رَجُلٌ مِن ذلكَ البَابِ في الجُمُعَةِ المُقْبِلَةِ، ورَسولُ اللَّهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ قَائِمٌ يَخْطُبُ، فَاسْتَقْبَلَهُ قَائِمًا، فَقالَ: يا رَسولَ اللَّهِ، هَلَكَتِ الأمْوَالُ وانْقَطَعَتِ السُّبُلُ، فَادْعُ اللَّهَ يُمْسِكْهَا، قالَ: فَرَفَعَ رَسولُ اللَّهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَدَيْهِ، ثُمَّ قالَ: اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا، ولَا عَلَيْنَا، اللَّهُمَّ علَى الآكَامِ والجِبَالِ، والآجَامِ والظِّرَابِ، والأوْدِيَةِ ومَنَابِتِ الشَّجَرِ. قالَ: فَانْقَطَعَتْ، وخَرَجْنَا نَمْشِي في الشَّمْسِ. قالَ شَرِيكٌ: فَسَأَلْتُ أنَسَ بنَ مَالِكٍ: أهو الرَّجُلُ الأوَّلُ؟ قالَ: لا أدْرِي. (رواه البخاري)
Dari Anas bin Malik –semoga Allah meridhoinya- berkata: sesungguhnya ada seseorang yang datang pada hari Jumat memasuki pintu masjid yang langsung menghadap ke mimbar. Saat itu Rasulullah ﷺ sedang berdiri menyampaikan khutbah. Lalu orang tersebut berdiri mengahadap Rasulullah, kemudian berkata: “Wahai Rasulullah, binatang ternak mati kelaparan, jalan-jalan pun terputus (karena kekeringan), berdoalah kepada Allah agar kiranya Dia menurunkan hujan kepada kami. (Anas) berkata: lalu Rasulullah mengangkat kedua tangannya seraya berucap: “Ya Allah turunkanlah hujan kepada kami, Ya Allah turunkanlah hujan kepada kami, Ya Allah turunkanlah ujan kepada kami”. Anas berkata: “Sungguh demi Allah, sebelumnya kami tidak melihat awan di langit, tidak pula seutas awanpun, bahkan tidak pula melihat apapun, tidak ada apa-apa di antara kami dan celah rumah-rumah kami. Tiba-tiba muncullah awan mendung di baliknya seperti sebuah perisai, maka Ketika sudah berada di tengah langit, awan itu menyebar dan turunlah hujan. Dia berkata: “Sungguh demi Allah, kami tidak melihat matahari selama enam hari”. Kemudian datanglah orang dari pintu (masjid Nabawi yang sama) di jumat pekan depannya sementara Nabi sedang menyampaikan khutbahnya diapun menghadapnya sambal berdiri lalu berkata: “Wahai Rasulullah, harta kami rusak dan terputusnya jalan (karena hujan), mohon berdoalah kepada Allah agar menahan turunnya hujan”. Dia (Anas) berkata: “Maka Rasulullah mengangkat kedua tangannya kemudian berucap: “Ya Allah, turunkanlah hujan ke lingkungan sekitar kami, dan janganlah Engkau turunkan hujan yang menjadi musibah atas kami, Ya Allah alirkanair hujan ke tanah-tanah lapang, gunung-gunung, pohon-pohon lebat, lereng-lereng bukit, lembah-lembah dan tempat-tempat tumbuhnya tanaman”. Dia (Anas) berkata: “Kemudian hujan pn reda dan kami berjalan keluar di bawah sinar matahari”. Syarik berkata: “Aku bertanya kepada Anas: “Apakah orang yang memohon berhentinya hujan sama dengan orang yang pertama (yang memohon diturunkannya hujan)?” Anas menjawab: “Aku tidak tahu”. [HR. Bukhari].
Tercatat pula dalam sejarah bagaimana Nabi Muhammad ﷺ juga memobilisasi pasukan perang dan mengaturnya di masjid Nabawi. Ini semua menunjukkan bagaimana keteladanan Nabi Muhammad dalam memakmurkan masjid dan kedekatan hidup beliau dengan masjid.
Apa saja yang dikerjakan marbot masjid?
Secara umum pekerjaan marbot masjid adalah memakmurkan masjid. Jika kita amati dalam sirah nabawiyah dan beberapa hadits-hadits, maka akan kita dapati bahwa aspek memakmurkan masjid mencakup dua aspek esensial yaitu: aspek fisik dan aspek maknawi. Adapun memakmurkan masjid secara aspek fisik meliputi:
- Pembangunan fisik masjid.
- Perawatan kebersihan dan kesucian bangunan dan tempat ibadah.
- Penyediaan fasilitas penunjang bagi kenyamanan jama’ah dalam melaksanakan ibadah di masjid. Hal ini seperti wewangian, kipas angin, lampu penerangan, tempat wudhu, tolet dan sarana penunjang lainnya.
Adapun memakmurkan masjid dalam aspek maknawi meliputi:
- Media mendekatkan diri kepada Allah dengan menjalankan sholat, tilawah al Quran, dzikir, I’tikaf dan bentuk ibadah lainnya.
- Wahana pelaksanaan syari’at Islam.
- Wahana untuk pendidikan dan pengajaran Islam.
- Media pemersatu umat Islam.
- Kaderisasi umat.
- Wahana solusi problematika umat.
Dari sinilah seorang mukmin haruslah menyadari bahwa cakupan tugas marbot sangatlah luas dan banyak. Pekerjaan marbot bukan sebatas membersihkan masjid semata, melainkan meliputi dua aspek; fisik dan maknawi. Untuk itulah setiap mukmin haruslah mengambil bagian dalam aspek yang mana dirinya bisa berkontribusi sesuai kemampuan dan potensi yang dtitipkan oleh Allah kepadanya.
Keuntungan dan keutamaan menjadi marbot masjid
Menjadi marbot masjid sejatinya adalah amalan yang sangat prestisius dalam pandangan syari’at Islam. Bukti dari itu adalah bertaburnya pahala yang dijanjikan oleh Allah ﷻ kepada hamba yang mendedikasikan hidupnya untuk rumah Allah ﷻ. Di antara janji pahala yang telah disediakan bagi para marbot masjid adalah sebagai berikut:
- Mendapatkan persaksian iman. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits:
إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّجُلَ يَتَعَاهَدُ الْمَسْجِدَ فَاشْهَدُوا لَهُ بِالإِيمَانِ” (رواه الترمذي وقال: حسن غريب)
Artinya: “Apabila kalian melihat seseorang yang senantiasa menjaga masjid maka saksikanlah keimanan baginya”. [HR. Tirmidzi, beliau berkata: hadits hasan ghorib]
- Mendapatkan perlindungan dari Allah pada hari kiamat.
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ يَومَ القِيَامَةِ في ظِلِّهِ، يَومَ لا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: إِمَامٌ عَادِلٌ، وَشَابٌّ نَشَأَ في عِبَادَةِ اللَّهِ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ في خَلَاءٍ فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ في المَسْجِدِ، وَرَجُلَانِ تَحَابَّا في اللَّهِ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ إلى نَفْسِهَا، قالَ: إنِّي أَخَافُ اللَّهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فأخْفَاهَا حتَّى لا تَعْلَمَ شِمَالُهُ ما صَنَعَتْ يَمِينُهُ. (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari kiamat di hari tidak ada naungan kecuali hanya naungan-Nya: pemimin adil, pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah, seorang hamba yang mengingat Allah dalam kesendirian dan mencucurkan air matanya, seorang hamba yang hatinya terpaut dengan masid, dua orang yang saling mencintai karena Allah, seorang laki-laki yang diajak berzina oleh Wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan lalu dia berkata: sesungguhnya aku takut kepada Allah dan seseorang yang mensedekahkan sedekahnya lalu dia sembunyikan hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya”. [HR. Bukhari dan Muslim]
- Mendapatkan kecintaan Ar Rahman. Masjid adalah tempat yang paling dicintai oleh Allah di atas muka bumi ini, maka barang siapa yang mencintai masjid maka dirinya juga akan dicintai oleh Allah ﷻ. Sebagaimana yang ditunjukkan dalam keumuman dari hadits Nabi:
أَحَبُّ البِلَادِ إلى اللهِ مَسَاجِدُهَا، وَأَبْغَضُ البِلَادِ إلى اللهِ أَسْوَاقُهَا. (رواه مسلم)
Artinya: “Tempat yang paling dicintai oleh Allah adalah masjid-masjid dan tempat yang paling dibenci oleh Allah adalah pasar-pasar”. [HR. Muslim]
- Dibangunkan untuknya rumah di surga.
مَنْ بَنَى مَسْجِدًا يَبْتَغِي بِهِ وَجْهَ اللهِ بَنَى اللهُ لَهُ مِثْلَهُ فِي اْلجَنَّةِ” –(رواه البخاري)-
Artinya: “Barang siapa yang membangun masjid dalam rangka mencari keridhoan Allah niscaya Allah bangunkan semisal untuknya di surga”. [HR. Bukhori]
- Mendapatkan tempat terbaik di dalam surga.
مَن غَدَا إلى المَسْجِدِ ورَاحَ، أعَدَّ اللَّهُ له نُزُلَهُ مِنَ الجَنَّةِ كُلَّما غَدَا أوْ رَاحَ (رواه البخاري)
Artinya: “Barang siapa yang pergi ke masjid di pagi hari dan sore hari, niscaya Allah akan menyiapkan untuknya tempat di surga setiap kali berangkat ke masjid di pagi hari dan sore hari”. [HR. Bukhari]
- Mendapatkan ampunan dan ketinggian derajat di sisi Allah ﷻ.
ألَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ، قَالُوا: بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَالَ: إِسْبَاغُ الوُضُوْءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ (رواه مسلم في صحيحه)
Artinya: “Maukah kalian aku tunjukkan perkara yang Allah akan menghapus dosa-dosa dan meninggikan derajat”? (Para sahabat) berkata: “Tentu mau wahai Rasulullah”. Beliau bersabda: “Menyempurnakan wudhu di kondisi yang tidak disukai, memperbanyak langkah menuju masjid dan menanti waktu sholat setelah sholat maka itulah ribath”. [HR. Muslim].
Inilah beberapa janji pasti dari Allah ﷻ bagi hamba yang menyibukkan diri sebagai marbot masjid. Jadi, tunggu apa lagi ?! yuk jadi marbot masjid!
والله أعلم بالصواب. وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وأصحابه وسلم.