Pertanyaan
Ustadz, bagaimana hukum mengunjungi tempat peribadatan agama lain, seperti candi, gereja, vihara, pura dan lain sebagainya dengan tujuan wisata pelajar?
Yusron – Klaten
Jawaban
Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum mengunjungi tempat peribadatan agama lain. Perbedaan pendapat tersebut ada sebagai berikut:
Jumhur ulama dari kalangan madzhab Maliki dan Hambali membolehkan seorang memasuki gereja, sinagong dan tempat ibadah lain. (Jawahirul Iklil, 1/383, Kasyful Qina`, 1/293)
Para ulama madzhab Syafi’i berpendapat boleh memasuki gereja milik kafir dzimmi, jika di dalamnya tidak terdapat gambar atau patung. (Mughnil Muhtaj, 6/78)
Para ulama madzhab Hanafi mengharamkan seorang muslim masuk ke dalam sinagog atau gereja, sebab di situ tempat berkumpulnya setan, bukan karena mereka tidak punya hak masuk. (Raddul Muhtar, 1/380)
Dari ketiga pendapat ini, pendapat yang membolehan lebih kuat. Dalilnya adalah sebagai berikut:
Banyak sahabat yang memasuki gereja dan sinagog; bahkan ada yang mengerjakan shalat di dalamnya. (Ibnu Abu Syaibah, 4871)
Umar bin Khattab pernah membuat perjanjian dengan orang-orang Nashrani yang berbunyi, “Kami (orang-orang nasrani) tidak akan menghalangi kaum muslimin untuk singgah di gereja-gereja kami baik di waktu siang maupun malam. Kami akan melebarkan pintunya, dan kami akan menjamu setiap tamu dan melayaninya dengan baik selama tiga hari.”
Saat hijrah ke Habasyah, Ummu Salamah dan Ummu Habibah pernah memasuki gereja di Habasyah dan menceritakan kepada Nabi tentang keindahannya dan patung-patung yang ada di dalamnya. Beliau mengingkari kemungkaran gereja tersebut, namun tidak mengingkari prihal masuknya keduanya ke dalamnya.
Meskipun diperbolehkan, namun kita harus memperhatikan syarat yang diberikan oleh para ulama. Yaitu adanya seseorang yang menjelaskan kesesatan dan penyimpangan orang-orang yang menyekutukan Allah di tempat-tempat ibadah tersebut, baik sebelum, selama maupun sesudah wisata. Hal itu supaya di hati mereka yang berkunjung tidak mencul syubhat dan keraguan.
Setelah membolehkan, para ulama menyatakan bahwa kunjungan wisata tersebut menjadi tidak boleh jika:
Bertepatan dengan hari raya mereka, sebab dikhawatirkan mereka yang datang akan ikut bersuka cita bersama mereka. Umar bin Khattab berkata, Janganlah kalian masuk ke gereja pada saat hari raya mereka. Sesungguhnya kemamurkaan sedang turun kepada mereka pada saat itu.” (Abdurrazaq, 1609)
Ketika orang-orang yang hadir diharuskan mengikuti upacara atau ritual mereka seperti berdiri, menunduk atau bernyanyi.
Yang berwisata adalah anak-anak kecil yang masih belum tebal imannnya dan tidak mengerti hakikat kebatilan agama syirik tersebut. Wallahu a’lam.
Sumber : majalah ar risalah edisi 164 hal. 28