Wanita, Memang Harus Tahu Diri
Mamahami tabi’at wanita termasuk salah satu dari faktor kelanggengan hubungan suami istri dalam sebuah keluarga. Bagi seorang wanita, mengetahui tabi’at dirinya akan menjadikan dirinya mampu menempatkan posisinya sebagai istri. Dan bagi seorang laki-laki, dia akan benar dalam mensikapi semua prilaku istrinya: apa yang akan menjadikan-nya baik dan apa yang akan menjadikannya buruk.
Allah ta’ala berfirman: “Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Rabbmu yan telah menciptakan kamu dari yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” (QS. An-Nisa’: 01)
Ayat di atas menjelaskan tentang tabi’at wanita juga laki-laki: bahwa laki-laki adalah dasar diciptakannnya wanita dan wanita adalah cabang dari laki-laki, wanita adalah pengikut sedang laki-laki adalah yang diikuti. Dan maksud dari ayat, bukan berarti Hawa diciptakan dari setengah badan suaminya, Adam. Tapi, hikmah Allah menyebutkan bahwa ia diciptakan dari tulang rusuk Adam, sebagaimana keterangan hadits Nabi.
Dari Tulang Rusuk Yang Bengkok
Dalam sebuah hadits, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi saw bersabda,
اسْتَوْصُوا بالنساء خيرا، فإن المرأةَ خُلقت من ضِلَع، وإن أعوجَ ما في الضِّلَع أعلاه، فإِن ذهبتَ تُقيمُهُ كسرتَهُ، وإِن تركتَهُ لم يزلْ أعوجَ، فاستوصوا بالنساء
Sampaikanlah nasehat yang baik pada kaum wanita, karena sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk. Dan sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk. Dan sesungguhnya yang bengkok dari tulang rusuk adalah bagian atasnya. Bila engkau paksakan meluruskannya, maka akan patah, dan bila engkau tinggalkan maka tetap dalam kondisi bengkok. Maka sampaikanlah nasehat pada kaum wanita.” (HR. Bukhari)
Dari hadits tersebut, bisa disimpulkan banyak tabi’at wanita yang harus diketahui oleh kaum hawa, di antaranya: Pertama, sifat tulang rusuk yang bengkok menunjukkan adanya kecenderungan lalai dari kebenaran lalu mengikuti hawa nafsu. Juga ia mudah patah, menunjukkan sifatnya wanita yang lemah. Karenanya Nabi saw berdoa, “Ya Allah, aku telah mempersempit hak dua orang yang lemah: anak yatim dan wanita.” (HR. An Nasa’i dengan sanad Hasan)
Kedua, kurangnya akal dan dien. Sebagaimana sabda Nabi saw pada kaum wanita, “Aku tidak melihat orang yang lemah akal dan diennya yang lebih memiliki hati daripada kalian.” Seorang wanita bertanya, “Apa yang dimaksud kurangnya akal dan dien?” Nabi menjawab, “ Bukankah kesaksian dua wanita sama dengan kesaksian satu laki-laki? Itulah bukti kurangnya akal. Dan bukankah seorang wanita tidak shaum dan tidak shalat ketika kondisi haid? Itulah bukti kurangnya dien.” (HR. Muttafaq ‘Alaih)
Ketiga, sabar dan tahan derita. Tabi’at seperti ini tentunya sebelum banyaknya wanita yang telah dipengaruhi oleh racun kebudayaan yang mampu menghilangkan tabi’at wanita tersebut. Pada asalnya, wanita memiliki kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi beratnya kehamilan dan sakitnya melahirkan. Bahkan, mampu tinggal beberapa lama dalam rumah tanpa suami, ia bersama anaknya yang yatim, baik karena ditinggal wafat suami atau karena ditalak.
Tabi’at ini bisa dilihat dalam tauladan para muslimah di zaman Nabi saw ketika mereka hidup mengikuti fitrahnya yang lurus. Nabi bersabda, “Bila wanita shalat lima waktu, shaum dalam satu bulan penuh, menjaga kemaluannya dan mentaati suaminya, tentu akan masuk jannah Rabbnya.” (HR. Ibnu Hibban)
Keempat, sibuk dengan emas dan ja’faran. Hal ini sebagaimana sabda Nabi saw, “Aku menengok ke jannah, ternyata penghuni paling sedikit adalah wanita. Aku bertanya, “Dimana wanita?” Maka (Jibril) menjawab, “Mereka disibukkan dengan al-Ahmaraani: yaitu emas dan ja’faran.” (HR. Ahmad, yang dikuatkan oleh hadits Bukhari Muslim)
Sedikit Yang Melakukannya
Ibnu Abbas bercerita, bahwa suatu ketika ada seorang wanita datang pada Nabi saw. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku adalah utusan para wanita padamu menanyakan tentang jihad yang telah diwajibkan pada laki-laki. Bila mereka menang maka mendapatkan pahala, dan bila mereka terbunuh maka mereka tetap hidup di sisi Rabb mereka dan mendapatkan pahala, dan mendapatkan rizky dari-Nya. Dan kami kaum wanita menuntut pada mereka, apa peran kami dalam jihad. Maka Rasul saw menjawab,
أَبلِغِي مَن لَقِيتِ مِنَ النِّسَاءِ أَنَّ طَاعَةَ الزَّوجِ وَاعتِرَافًا بِحَقِّهِ يَعدِلُ ذَلِكَ وَقَلِيلٌ مِنكُنَّ مَن يَفعَلُهُ
“Sampaikan pada wanita yang bertemu denganmu, bahwa ta’at pada suami dan memenuhi haknya, bisa menandingi semua itu, tapi sedikit sekali di antara kalian yang melakukannya.”
Jadi, tabi’at wanita tidak bisa disamakan dengan tabi’at laki-laki, keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Allah ta’ala juga menjadikan amalan tertentu lebih utama bagi laki-laki, tapi tidak bagi wanita. Maka jangan paksakan diri wanita menyaingi kelebihan tabi’at laki-laki, hal demikian sudah menyalahi fitrah dan bisa menjadi awal mula keterjerumusannya dalam lembah kesesatan.” Wallahu a’lam.
Penulis : fajrun / majalah ar risalah