Wahai Rasulullah, Apakah Tawaran Itu Berlaku Juga Bagiku?
Ada seorang pemuda yatim yang mempunyai sebuah padang rumput warisan orang tuanya, dan dia ingin membangun tembok di sekeliling padang rumputnya. Dia membangun tembok itu sampai di sebuah area dimana ada pohon kurma miliki tetangganya. Pohon kurma itu menghalangi jalur temboknya, jadi temboknya akan menjadi bengkok dan tidak kuat apabila dia memaksakan diri untuk membangunnya.
Jadi dia meminta tetangganya untuk memberikan pohon kurma itu kepadanya, sehingga dia dapat memasukkannya ke dalam tanah miliknya, dan membangun temboknya dengan lurus, tapi tetangganya menolak.
Pemuda itu berkata, Kau punya banyak pohon kurma, jadi kehilangan satu saja tidak akan merugikanmu, tolong berikanlah padaku sehingga tembokku dapat menjadi lurus.” Tapi tetangganya tetap menolak.
Kemudian pemuda ini pergi dan mengadu kepada Rasulullah lalu Rasulullah mempertemukan tetangganya dan si pemuda. Rasulullah berkata “Tolong berikan pohon kurmanya kepada saudaramu”, tapi tetangganya tetap monolak. Mungkin dia menolak karena kesal si pemuda sampai mengadu kepada Rasulullah. Jadi tetangganya berkata, “Tidak ya Rasulullah, akut idak akan memberikannya.”
Air mata mengalir dari si pemuda yatim, dia sedih karena teringat ayahnya yang sudah pergi meninggalkannya. Dan Rasulullah tidak bisa menggunakan otoritasnya terhadap tetangganya karena itu adalah haknya.
Kemudian Rasulullah bersabda “Juallah pohon kurmamu pada dia, dan engkau akan mendapat ganti kelak pohon kurma di surga, dimana kalau engkau berjalan dengan mengendarai (kuda), selama 100 tahun maka engkau tetap masih berada di bawah naungan keteduan pohon kurma tersebut.” Karena sangat marah, pria itu bekata “Aku tidak menginginkannya!” kemudian dia pergi. Dan Rasulullah tetap diam, karena bagaimana lagi caranya membujuk seseorang ketika mereka sudah menolak surga?
Di antara orang-orang yang berkumpul di situ, ada salah satu sahabat yang bernama Abu Dahdah radhiyallahu ‘anhu. Dia menghampiri Rasulullah da berkata, “Wahai Rasulullah apakah penawaran engkau itu berlaku juga bagiku, jika pohon itu milikku? Rasulullah mengangguk dan berkata “Ya.”
Abu Dahdah punya sebuah padang rumput di Madinah, dan semua orang mengetahuinya. Padang rumput itu ditanami 500 pohon kurma, sebuah sumur, dan sebuah rumah, inilah satu-satunya yang dimiliki Abu Dahdah. Tapi ketika dia tahu bahwa surga adalah ganjarannya, dia berkat kepada pria pemilik pohon kurma itu,
Apakah kau tahu tentang padang rumputku?”
Pria itu menjawab “Apakah ada seorang di Madina yang tidak mengetahuinya?” berarti padang rumputnya sangat populer.
Dia berkata “Maukah kau menukarkan satu pohon kurma milikmu itu dengan keseluruhan padang rumputku?”
Pria itu berkata “Apakah kau gila? Apakau kau yakin?
Abu Dahdah berseru kepada orang-orang “Jadikan saksiku!” dan pria itu menerimanya di hadapan Rasulullah.
Kemudian Abu Dahdah memerikan pohon kurma itu kepada si pemuda. Kemudian dia menoleh kepada Rasulullah dan berkata, “Ya Rasulullah apakah sekarang ada sebuah pohon untukku di surga?”
Rasulullah bersabda “Allah telah menawarkan penukaran satu batang pohon kurma dengan sebatang pohon kurma. Namun kederawananmu telah menambah penukaran itu degan semua yang kau miliki di dalam kebunmu ketahuilah bahwa Allah adalah Dzat yang Maha Mulia dan Maha Dermawan Ia kini mengantikan untukmu di Surga kelak ‘Kebun-Kebun kurma’ di mana sulit sekali untuk dihitung jumlah nya karena banyaknya. Tahukah kalian berapa pohon kurma milik Abu Dahdah yang sudah keberatan akibat lebat buah kurmanya?” Rasulullah tidak hanya mengulangi perkataa ini sekali, tidak mengulainginya dua kali, Rasulullah tetap mengulanginya hingga Abu Dahdah meninggalkan perkumpulan itu.
Kemudian dia pulang ke rumahnya. Di sana ada istri dan anak-anakya. Dia memanggil istrinya dari luar pekarangan “Keluarlah dari situ!”
Istrinya berkata “Kenapa begitu?” dia berkata “Aku telah menjualnya untuk sebuah pohon kurma di surga.”
Istrinya berkata, “Allahuakbar! Benar-benar penjualan yang sangat menguntungkan wahai Abu Dahdah.
Kemudian dia mulai membawa anak-anaknya keluar dari padang rumput, dan ia mulai menggeledah isi kantong mereka, kemudian dia mengambil semua kurma yang ada di dalam kantong mereka dan berkata “Ini bukan untuk kita, ini untuk Allah ta’ala.”
Barakallah, begitulah seharusnya seorang muslim, semoga kita semua termasuk hamba-hamba Allah yang senantiasa bersyukur Amien. Wallahu ‘alam bis Shawab. (Sirais R)
Sumber : Majalah Kalam Dakwah Edisi 17 hal. 15-16