Ukhuwah Islamiyah Benteng Kemenangan Islam
Tidak dipungkiri bahwa sejarah membuktikan Islam dalam naungan khilafah telah jaya berabad-abad lamanya, hidup kaum muslimin saat itu dalam kehormatan, syari’at menjadi puncak tertinggi hukum, menyebar kemaslahatan serta menebar kesejahteraan. Kemenangan Islam bisa diraih atas sebab kekuatan iman, jihad, serta tidak bisa dilepas dari kuatnya ukhuwah Islamiyah diantara kaum muslimin.
Sejarah juga menorehkan tinta hitam kemunduran kaum muslimin, dan ini tidak bisa kita ingkari, musuh-musuh Islam berusaha untuk meruntuhkannya, menggerogoti kewibawaan Islam, memperdaya umat Islam dengan isme-isme sesat, dan yang tidak boleh kita lupakan pula, bahwa musuh-musuh Islam berusaha dengan sekuat tenaga mencerai beraikan persatuan umat, menghancurkan sendi-sendi ukhuwah Islamiyah.
Oleh karenanya, ukhuwah Islamiyah dalam Islam merupakan perkara penting yang harus direalisasikan oleh segenap kaum muslimin, sehingga terhimpun kembali kekuatan-kekuatan Islam, meski hal ini tidak semudah membalik telapak tangan. Kaum muslimin harus menyadari adanya perbedaan cara pandang persoalan furu’iyah (cabang-cabang) dalam perkara Aqidah maupun fikih, sehingga perbedaan tersebut tidak menjadikan mereka saling tikai satu dengan yang lain. Selama ushul Islamnya sama, kaum muslimin harus merekatkan hubungan. Umat Islam juga harus menyadari, bahwa syaitan dan bala tentaranya dari kalangan manusia kafir dan munafiq, akan senantiasa mengguncang persatuan mereka.
Ukhuwah adalah satu konsepsi Islam yang menyatakan bahwa setiap Muslim dengan Muslim lain hakikatnya ialah bersaudara. Banyak ayat Al-Qur’an maupun hadits Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam yang menjadi landasan konsep ini. Bahkan dalam beberapa keterangan kerap sekali kata “ukhuwah” atau turunannya digandengkan dengan kata “iman”, “Islam” atau “mukmin”.
Ukhuwah merupakan salah satu dari tiga unsur kekuatan yang menjadi karakteristik masyarakat Islam di zaman Rasulullah , yakni pertama, kekuatan iman dan aqidah. Kedua, kekuatan ukhuwah dan ikatan hati. Ketiga, kekuatan kepemimpinan dan senjata. Dengan tiga kekuatan ini, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wassallam. membangun masyarakat ideal, memperluas Islam, mengangkat tinggi bendera tauhid, dan mengeksiskan umat Islam di muka dunia kurang dari setengah abad.
Buku-buku sejarah menceritakan kepada kita bahwa kaum Anshar sangat bahagia menerima tamu Muhajirin, hingga mereka berlomba-lomba untuk dapat menerima setiap sahabat Muhajirin yang sampai di Yatsrib (Madinah). Karena para Anshar saling bersaing dan berlomba untuk dapat menerima sahabat Muhajirin hingga mereka harus diundi untuk menentukan siapa yang menang dan dapat giliran menerima tamu Muhajirin. Ini sungguh terjadi hingga disebutkan bahwa tidaklah seorang Muhajirin bertamu ke Anshar kecuali dengan undian.
Mungkin kita akan berdecak kagum dengan sikap unik para sahabat Anshar ini yang kita tidak mampu berbuat seperti mereka, mungkin kita juga bertanya apa yang membuat mereka bisa sampai seperti itu, tindakan mereka di luar batas kemampuan manusia?
Al-Quran telah menjawab pertanyaan-pertanyaan kagum kita, Al-Quran telah menjelaskan rahasia yang mendorong para Anshar melakukan itsar luar biasa walaupun keadaan mereka yang sangat fakir dan juga sangat membutuhkan. Allah berfirman memuji mereka:
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan orang-orang (Anshar) yang telah menempati kota Madinah dan menempati keimanan (beriman) sebelum kedatangan mereka (Muhajirin), mereka (Anshar) mencintai orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin) dan mereka mengutamakan (Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 9)
Kata kunci ukhuwah Islamiyah yang mendasari kaum muhajirin dan anshar dalam ayat tersebut adalah saling mencintai karena Allah, tidak mengharapkan apapun melainkan ridho Allah, sehingga hati mudah mengalah, berlaku itsar pada saudaranya seiman, berusaha tersenyum didepan mereka, mengindari perselisihan, sangat berharap terjadinya persatuan. Begitulah karakter para shahabat muhajirin dan anshar.
Ukhuwah, taakhi, cinta, dan itsar sejatinya syarat kebangkitan dan kemenangan, itulah strategi pertama yang ditempuh oleh Rasullah Shallahu ‘Alaihi Wassallam dengan mempersaudarakan sahabat Anshar dan Muhajirin dan membangun masjid tempat membina persaudaraan dan persatuan kaum Muslimin.
Risalah ini juga dilanjutkan Imam Syahid Hasan Al-Banna dalam membangun komunitas dan gerakan yang kuat, menjadikan persatuan sebagai senjata, dan taaruf saling mengenal sebagai asas dakwah. Ukhuwah tak bisa dibeli dengan apa pun. Tapi ia diperoleh dari penyatuan antara ikatan hati dan hati serta karakteristik istimewa dari seorang mukmin yang shaliih. Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda:
المؤمن يألف ويؤلف، ولا خير فيمن لا يألف ولا يؤلف، وخير الناس أنفعهم للناس
“Seorang mukmin itu hidup rukun. Tak ada kebaikan bagi yang tidak hidup rukun dan harmonis, dan sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk manusia lainnya.” (HR. Daruquthni dalam shahihul jami’)
Ukhuwah juga membangun umat yang kokoh. Ia adalah bangunan maknawi yang mampu menyatukan masyarakat mana pun. Ia lebih kuat dari bangunan materi, yang suatu saat bisa saja hancur diterpa badai atau ditelan masa. Sedangkan bangunan ukhuwah Islamiyah akan tetap kokoh. Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda:
المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضًا
“Mukmin satu sama lainnya bagaikan bangunan yang sebagiannya mengokohkan bagian lainnya.” (HR. Bukhari)
Dengan ukhuwah Islamiyah yang didasari kekuatan iman kaum muslimin, serta jihad yang dipersiapkan secara matang, insyaAllah janji Allah berupa tamkin / kemenangan akan terealisasi, sebagaimana firman-Nya ;
“Allah berjanji bagi orang-orang yg beriman di antara kalian dan beramal shaleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan sebagai penguasa (pemimpin) di muka bumi sebagaimana orang-orang terdahulu telah berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yg telah diridhai-Nya untuk mereka dan Dia benar-benar akan menggantikan kondisi mereka setelah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap beribadah kepada-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Ku, dan barangsiapa yg tetap kafir sesudah janji itu, maka mereka itulah orang-orang yg fasik” (Q.S. An-Nur : 55)
Oleh karena itu, mari kita rekatkan ukhuwah, singkirkan perselisihan. Dibawah panji laa ilaaha illaAllah, Muhammadur Rasulullah, bersama kita wujudkan syari’at dalam kehidupan. Wallahul musta’an, Allahumma Alif baina qulubul mukminin (ya Allah satukan hati kaum mukminin). Amiin yaa mujiibas saailin.
(Ust. Muhammad Kusnan)