Tujuh Perkara yang Membinasakan
Oleh: Abu Athif, Lc
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ
-رواه البخاري ومسلم-
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dari Nabi shallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda : “Jauhilah oleh kalian tujuh perkara yang membinasakan”. Mereka (para sahabat) berkata : “Wahai Rasulullah, apa itu (tujuh perkara yang membinasakan)?” Beliau bersabda : “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan haq, memakan harta riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri dari perang dan menuduh berzina wanita yang menjaga diri yang beriman yang lalai dari (zina)”.
(HR. Bukhari dan Muslim)
Apa kiranya yang akan kita katakan jikalau ada orang yang telah diberitahu bahwa di depannya ada jurang yang begitu dalam namun dirinya tetap melangkah ke depan sembari tidak memperhatikan peringatan? Tentunya semua akan menilai orang tersebut adalah orang yang tidak menggunakan akalnya. Lalu bagaimana dengan kita, tatkala telah datang peringatan dari pembawa risalah ilahiyyah Nabi yang mulia Muhammad shallahu ‘alaihi wasallam bahwa ada perkara-perkara yang bisa membinasakan dan merusak kehidupan kita namun masih banyak di antara kita yang tidak memperhatikannya dan bahkan mengacuhkannya? Apa yang kiranya pantas untuk kita katakan dalam menilai diri kita?
Apabila kita memperhatikan fenomena yang terjadi di tengah masyarakat maka nyaris kita dapatkan semua perkara yang dilarang dan diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya telah dilanggar dan diterjang. Seakan-akan sebagian dari kita tidak lagi memiliki rasa takut terhadap ancaman Allah ta’ala berupa siksa api neraka.
Padahal jika kita semua memperhatikan dan mengindahkan apa yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya tentunya kebaikan dan kenyamanan hidup akan kita rasakan bersama. Namun sebaliknya, jika semua yang dilarang tidak diindahkan dan diterjang maka bala dan musibah yang didapatkan. Hakikatnya semua yang diperintahkan oleh syari’at ini pasti akan memberikan kemashlahatan bagi semua dan semua yang dilarang dan diharamkan sejatinya adalah perkara yang membinasakan.
Di antara perkara-perkara harom yang membinasakan dan sering pula diterjang oleh manusia adalah seperti apa yang Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam sabdakan pada hadits yang telah disebutkan di atas. Pada awal hadits tersebut Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan peringatan agar menjauhi perkara yang merugikan lagi membinasakan. Ini mengisyaratkan betapa Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam adalah Nabi yang sangat mencintai umatnya. Beliau shallahu ‘alaihi wasallam tidak rela jika umatnya terjerumus dalam perkara-perkara tersebut lalu binasa. Hal itu sebagaimana sifat mulia Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wasallam yang diabadikan dalam Al Qurân berkaitan dengan rasa kasih sayang dan cinta kasih beliau kepada umatnya, Allah ta’ala berfirman :
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rosul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman”. (QS. At Taubah : 128)
Dari hadits tersebut, tersirat pula keteladanan yang patut untuk kita tiru dari para sahabat Nabi yaitu keseriusan dan kecintaan mereka terhadap ilmu, khususnya ilmu yang menyangkut tentang keselamatan dunia-akhirat mereka (ilmu Dien). Para sahabat Nabi adalah pribadi-pribadi yang memilliki karakteristik kuat dalam berpegang teguh kepada kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad shallahu ‘alaihi wasallam. Dari sisi inilah umat Islam sekarang kehilangan karakter utamanya. Oleh sebab itu, jika umat Islam sekarang ini ingin mendapatkan kemulian dan kejayaan seperti yang telah dialami oleh generasi pendahulunya, tentunya satu-satunya jalan adalah menerapkan apa yang generasi pendahulunya menerapkan. Sebagaimana perkataan Imam Malik rahimahullah :
وَلَا يَصْلُحُ آخِرُ هٰذِهِ الْأُمَّةِ إِلاَّ بِمَا صَلُحَ بِهِ أَوَّلُهَا
“Tidak akan pernah baik akhir dari umat ini kecuali dengan apa yang telah menjadikan baik pendahulunya”. (Al Ajwibah An Nafi’ah, Syaikh Al Albani: 1/33)
Selanjutnya, Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits yang mulia ini menyebutkan perkara-perkara yang membahayakan dan membinasakan bagi kehidupan manusia di muka bumi ini, perkara-perkara tersebut adalah sebagai berikut :
Pertama, Syirik (menyekutukan Allah ta’ala dengan sesuatu).
Syirik bukanlah perkara remeh melainkan perkara besar yang bisa menjadikan pelakunya keluar dari millah dan dihukumi sebagai murtad. Syirik dengan berbagai macam bentuknya menyebabkan kemurkaan Allah ta’ala hingga dosa tersebut tidak diampuni-Nya, sebagaimana firman-Nya :
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.(QS. An Nisaa: 48)
Begitu pula dengan firman-Nya:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” (QS. An Nisaa : 116)
Syirik tidak hanya menyembah patung dan pohon saja, akan tetapi bentuknya bermacam-macam. Di antara bentuk syirik adalah syirik mahabbah (menyekutukan Allah dalam masalah kecintaan). Apabila seseorang lebih mencintai sesuatu dari pada Allah ta’ala maka dirinya telah jatuh dalam syirik, sebagaimana firman Allah :
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ
“Dan di antara manusia ada yang menjadikan tandingan-tandingan selain Allah yang mereka cintai seperti kecintaan kepada Allah, sedang orang-orang yang beriman lebih mencintai Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat dzolim itu melihat ketika mereka melihat adzab (pada hari Kiamat) bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat berat azab-Nya”. (QS. Al Baqarah: 165)
Ada pula bentuk syirik yang samar dan nyaris setiap hamba tidak merasa kalau dirinya sering melakukannya; seperti riya’ (berbuat amal sholih bukan untuk Allah semata akan tetapi untuk mendapatkan pujian dari orang lain). Padahal Allah ta’ala adalah Dzat yang tidak membutuhkan amalan seperti itu. Inilah perkara yang sering membuat hamba tertipu, dirinya mengira telah berbuat amal sholih namun hakikatnya amalannya tertolak.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ « قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِى غَيْرِى تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ »
Dari Abu Huroiroh berkata : telah bersabda Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam : “Allah ta’ala berfirman : Aku adalah Dzat yang tidak butuh terhadap sekutu, barang siapa berbuat amalan yang di dalamya dirinya menyekutukan Diri-Ku bersama selain Diri-Ku pastilah aku tinggalkan ia dan sekutunya”. (HR. Muslim)
Hendaknya setiap hamba berhati-hati dengan syirik ini, serta meminta perlindungan kepada Allah agar dijauhkan dari dosa syirik, sebagaimana Nabi Ibrohim –alaihis sholaatu was salaam- yang selalu meminta perlindungan untuk dirinya dan keturunannya kepada Allah ta’ala dari perbuatan syirik.
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Wahai Robbku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.” (QS. Ibrohim : 35)
Kedua, Sihir.
Sihir merupakan kegiatan yang sering sekali menggunakan ritual-ritual kesyirikan. Hal itu dikarenakan adanya permintaan bantuan kepada syaithon. Di antara contoh perbuatan sihir adalah merubah pikiran seseorang yang semula senang menjadi sedih, yang dahulu cinta sekarang menjadi benci, dan seterusnya. Termasuk dalam hal ini adalah praktek perdukunan yang memakai jimat-jimat dan mantra-mantra syirik.
Dalam pandangan Islam, sihir merupakan tindakan criminal berat sehingga pelakunya diberi ancaman hukuman mati. Sebagaimana sabda Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam:
« حَدُّ السَّاحِرِ ضَرْبُهُ بِالسَّيْفِ »
“Hukuman seorang penyihir adalah ditebas dengan pedang”. (HR. Tirmidzi)
Ketiga, Membunuh jiwa yang dilarang oleh Allah ta’ala kecuali dengan haq.
Dalam Islam ada empat jiwa yang dilarang untuk dibunuh dan wajib dijaga kehormatannya, keempat jiwa tersebut adalah:
Pertama, Mukmin. Darah, jiwa, harta dan kehormatan seorang mukmin/mukminah adalah perkara yang sangat dijaga dalam Islam, bahkan memiliki kedudukan tersendiri di sisi Allah ta’ala. Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam telah berpesan :
« بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ »
“Cukuplah seseorang dianggap buruk dengan menghina saudaranya sesama muslim, setiap muslim atas muslim lainnya adalah harom darahnya, hartanya dan kehormatannya”. (HR. Muslim)
Ancaman besar telah disebutkan dalam Al Quran bagi orang yang membunuh seorang mukmin tanpa sebab syar’i.
وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا
“Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya adalah neraka jahannam kekal di dalamnya, Allah memurkainya, melaknatinya dan menydiakan baginya adzab yang besar.” (QS. An Nisaa: 93)
Kedua, Kafir Dzimmi. Kafir dzimmi adalah seorang kafir yang hidup di bawah naungan pemerintahan Islam. Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan nasihat dan perintahnya agar jangan mengganggu orang dzimmi apalagi sampai membunuhnya. Sebagaimana sabda beliau :
مَنْ قَتَلَ نَفْسًا مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
“Barang siapa yang membunuh seorang kafir mu’ahad (termasuk di dalamnya dzimmi) niscaya tidak akan mendapatkan baunya surga, dan sesungguhnya baunya surga bisa didapatkan sejauh 40 tahun perjalanan”. (HR. Bukhori)
Ketiga, Kafir Mu’ahid. Kafir mu’ahid adalah seorang kafir yang telah mengadakan perjanjian dengan kaum muslimin untuk tidak mengadakan peperangan. Kafir mu’ahid sama hukumnya dengan kafir dzimmi.
Keempat, Kafir Musta’min. adapun kafir musta’man adalah kafir yang memasuki wilayah Negara muslim lalu meminta perlindungan kepada Negara muslim. Hak orang kafir musta’min telah disebutkan dalam Al Quran ;
وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan jika di antara kaum musyrikin ada yang meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah agar dia dapat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah dia ke tempat yang aman baginya. (Demikian) itu karena sesungguhnya mereka kaum yang tidak mengetahui.” (QS. At Taubah: 6)
Adapun orang boleh dibunuh dengan hak Islam adalah sebagai berikut :
Pertama, Orang kafir harbi yaitu orang yang kafir yang memerangi kaum muslimin. Jika menemui orang kafir yang telah secara terang-terangan memerangi kaum muslimin maka secara hukum Islam orang seperti ini boleh dibunuh. Sebagaimana firman Allah ta’ala:
وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
“…Dan perangilah orang-orang musyrik secara keseluruhan sebagaimana mereka memerangi kamu secara keseluruhan, dan ketahuilah bahwa Allah bersama orang-orang yang bertaqwa”. (QS. At Taubah : 36)
Kedua, Orang yang sudah menikah lalu berzina
Ketiga, Orang yang membunuh, maka hukumannya adalah qishosh yaitu dibunuh.
Orang murtad keluar dari agama Islam setelah dimintai taubat namun tidak bertaubat.
Ketiga golongan tersebut sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi shallahu ‘alaihi wasallam :
لاَ يَحِلُّ دَمُ رَجُلٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنِّى رَسُولُ اللَّهِ إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ الثَّيِّبُ الزَّانِى وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالتَّارِكُ لِدِينِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ
“Tidak halal darah seorang muslim yang telah menyaksikan tidak ada sesembahan yang Haq kecuali Allah dan diriku adalah utusan Allah kecuali dengan tiga alasan; orang yang telah menikah lalu berzina, jiwa yang dibunuh karena jiwa dan orang yang meninggalkan agamanya memisahkan diri dari jama’ah (murtad.red)”. (HR. Bukhori)
Empat, Memakan harta riba.
Transaksi ribawi adalah termasuk transaksi perniagaan yang diharamkan dalam Islam. Semua transaksi ribawi meskipun menjanjikan banyak keuntungan hakikatnya adalah sumber kerusakan ekonomi manusia. Hal itu sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam :
الرِّبَا وَإِنْ كَثُرَ فَإِنَّ عَاقِبَتَهُ تَصِيرُ إِلَى قُل
“Riba itu meskipun banyak (keuntungannya) maka sesungguhnya kesudahannya adalah kembali kepada kerugian/kekurangan”. (HR. Hakim dan Ahmad)
Oleh karenanya, Al Quran telah secara jelas menyatakan keharaman hukumnya hingga menganjurkan untuk memerangi para pendukung dan pelaku riba:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (278) فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ (279
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang yang beriman. Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perrang dari Allah dan Rosul-Nya. Tetapi jika kamu bertaubat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat dzolim (merugikan) dan tidak pula didzolimi (dirugikan)”. (QS. Al Baqoroh : 278-279)
Kelima, Memakan harta anak yatim.
Anak yatim adalah anak yang masih kecil belum mencapai baligh –laki-laki maupun perempuan yang ditinggal mati oleh ayahandanya. Kemudian hartanya dikuasai oleh seseorang dan digunakan semaunya sendiri, maka hal ini termasuk dosa besar dan bagian dari perkara yang membinasakan pelakunya dan sering pula dampak perbuatannya berimbas kepada orang lain. Orang semacam ini diancam oleh Allah ta’ala:
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara dzolim, sesungguhnya mereka memakan di dalam perutnya api dan mereka akan memasuki neraka sa’ir”. (QS. An Nisaa : 10)
Keenam, Melarikan diri dari peperangan.
Ketika terjadi peperangan dan khususnya bila telah bertemunya dua pasukan (pasukan muslim dan kafir) maka seorang mukmin yang hadir pada saat itu dilarang untuk melarikan diri darinya. Hukum diperbolehkannya mundur dari peperangan hanya ada dua kondisi saja yaitu :
Pertama, Ketika hendak mengambil strategi perang lain, sehingga musuh mengira mundur namun hakikatnya adalah sekedar strategi yang membuat pasukan musuh tertipu dan akhirnya bisa dikalahkan.
Kedua, Kondisi kedua yaitu jika ingin bergabung dengan pasukan kaum muslimin yang lain
Allah ta’ala telah berfirman dalam masalah ini :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا زَحْفًا فَلَا تُوَلُّوهُمُ الْأَدْبَارَ (15) وَمَنْ يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلَّا مُتَحَرِّفًا لِقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَى فِئَةٍ فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (16
“Wahai orang-orang yang beriman apabila kalian telah bertemu orang-orang kafir yang akan menyerangmu, maka janganlah kamu berbalik membelakangi mereka (mundur). Dan barang siapa mundur pada waktu itu, kecuali berbelok untuk siasat perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan lain, maka sesungguhnya, orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah. Tempatnya ialah neraka jahannam dan seburuk-buruk tempat kembali”. (QS. Al Anfal: 15-16)
Ketujuh, Menuduh berzina wanita mukminah yang menjaga diri.
Menuduh seseorang (baik laki-laki maupun perempuan) berzina tanpa bukti dalam hukum Islam diistilahkan dengan “qodzaf”. Seseorang apabila melakukan qodzaf akan dikenai sanksi sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al Quran:
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan orang-orang yang menuduh perempuan yang baik (tidak berzina) dan mereka tida mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka delapan puluh kali dan janganlah kamu terima kesaksisan mereka untuk selama-lamanya. Mereka itulah orang0orang yang fasiq”. (QS. An Nuur: 4)
Inilah tujuh perkara yang membinasakan. Sudah seharusnya untuk dijauhi dan tidak dilakoni. Hakikatnya kebinasaan menjadi balasan bagi pelakunya di dunia dan di akhirat. Semoga Allah ta’ala menjaga dan menjauhkan diri kita dari semua perkara yang membinasakan. Wallahu a’lam bis shawab