Tiga Syarat Istiqamah
Oleh: Ust. Dr. Anung Al Hamat, M.Pd.I
Agar istiqamah di atas keta’atan mempunyai nilai di sisi Allah dan dapat bertahan tatkala menghadapi beragam rintangan dan hambatan, harus terpenuhi tiga syarat berikut:
Pertama: Hendaknya istiqamah dilakukan secara ikhlas karena Allah.
Motif istiqamah hendaknya bukan karena dunia dan penilaian manusia. Jika seseorang melakukan istiqamah secara ikhlas karena Allah, akan senantiasa dalam kebaikan. Hasan al Bashri berkata, “Seseorang akan senantiasa berada dalam kebaikan. Jika berkata karena Allah. Dan jika berbuat juga karena Allah.” (Kumpulan ceramah Syaikh Muhammad al-Mukhtar as-Syanqithi)
Kedua: Dalam istiqamah hendaknya senantiasa meminta bantuan kepada Allah.
Tantangan dan hambatan istiqamah sangat banyak. Banyak kalangan yang awalnya menyatakan sudah hijrah namun tidak dapat bertahan lama di atas jalan istiqamah. Mereka rontok dan gugur kandas di tengah jalan. Selain itu, istiqamah juga bagian dari ibadah kepada Allah. Sudah seharusnya seorang hamba senantiasa meminta bantuan dan pertolongan kepada Allah agar diberikan keistiqamahan dalam ketaatan. Salah satu caranya adalah dengan memperbanyak membaca doa:
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, kokohkanlah hatiku agar senantiasa berada di atas agama-Mu.”
Ketiga: Istiqamah hendaknya di atas perintah Allah
Di antara dasamya yaitu perintah Allah kepada Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wasallam dan kaum beriman agar tetap istiqamah di jalan Allah. Yaitu yang disebutkan dalam Surat Hud ayat 112:
فَٱسۡتَقِمۡ كَمَاۤ أُمِرۡتَ وَمَن تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطۡغَوۡا۟ۚ إِنَّهُۥ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِیرࣱ
“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kalian melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang hamu kerjakan.”
Seseorang hendaknya tetap lurus berjalan di atas jalan Allah, tetap istiqamah di atas tauhid, melaksanakan yang wajib. melaksanakan perintah Allah dan menjauhi laranganNya, istiqamah dalam ketaatan dan menjauhi kemaksiatan.
Poin ini juga mengindikasikan akan pentingnya pengunaan terma istiqamah dalam perkara dan makna yang positif. Seperti dalam pernyataan ‘si fulan senantiasa istiqamah dalam shalat berjama’ah’, si fulan senantiasa istiqamah dalam puasa, dalam menuntut ilmu dan beragam bentuk keta’atan lainnya.
Terma istiqamah tidak selayaknya digunakan dalam perkara yang negatif. Seperti dalam ungkapan ‘si fulan senantiasa istiqamah dalam judinya, istiqamah dalam minum khamarnya dan ungkapan lainnya yang identik dengan dosa dan kemaksiatan.
(Sumber: Buku Istiqamah dan Realitasnya Dalam Dakwah & Pendidikan, Anung Al Hamat: 110-112)