Tiga Sikap Terhadap Orang Kafir
Islam telah memberikan arahan-arahan dengan jelas kepada umatnya tentang cara bersikap terhadap sesama orang beriman dan begitupula terhadap orang kafir.
Arahan ini bertujuan agar seorang muslim memiliki sikap yang benar dan tidak bertentangan dengan arahan Allah dan Rasul-Nya. Sebab, terkadang seorang muslim sudah tepat sikapnya kepada sesama muslim namun belum tentu benar sikapnya terhadap orang kafir.
Sikap terhadap orang beriman telah dijelaskan oleh Rasulullah, sebagaimana terhdapat dalam riwayat dari sahabat Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ : رَدُّ السَّلَامِ وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ
“Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada lima: “Menjawab salam, menjenguk orang sakit, mengantar jenazah, memenuhi undangan, dan mendoakan orang yang bersin.” (HR. Bukhari Muslim)
Hadits di atas sebagai gambaran umum untuk sikap orang muslim kepada muslim lainnya, yaitu sikap saling mencintai, menolong, mendoakan, menasehati, dan mencegahnya ketika berbuat maksiat dan perbuatan terpuji lainnya.
Adapun sikap terhadap orang kafir, tentunya berbeda dengan orang muslim. Syaikh Shalih bin Fauzan menjelaskan tiga sikap seorang muslim yang harus dilakukan terhadap orang kafir.
Pertama : Al ‘Adawah (Permusuhan).
Sikap pertama orang muslim terhadap orang kafir adalah memusuhi mereka. Sikap ini merupakan uswah hasanah (tauladan yang baik) Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang Allah puji di dalam Al Qur’an. Allah berfirman :
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: “Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah.” (Ibrahim berkata): “Ya Rabb kami hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali.” (QS. Al Mumtahanah: 4)
Alasan pertama mengapa harus memusuhi orang kafir adalah karena mereka musuh Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang beriman.
Allah berfirman, “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (QS. Al Mujadilah: 22)
Permusuhan terbesar manusia kepada Allah dan Rasul-Nya adalah ketika mereka menolak untuk beriman kepada-Nya dan tidak mau tunduk terpadap perintah-Nya.
Selain itu alasan kedua adalah karena orang kafir memusuhi orang beriman, Allah berfirman: “Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.” (QS. Al Maidah: 82)
Hakekat permusuhan orang kafir kepada orang beriman adalah tidak akan ridha dan berhenti menyesatkan orang beriman hingga orang beriman murtad dari agamanya dan mengikuti langkah mereka. Maka, setiap pihak yang berpotensi menyesatkan seorang muslim dari agamanya wajib untuk dimusuhi.
Sehingga di dalam Al Qur’an Allah mengingatkan bahwa istri dan anak bisa menjadi musuh jika berpotensi menjerumuskan seorang muslim dari ketaatan kepada Allah. Allah ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu…” (QS. At-Thaghabun: 14)
Begitupula Allah mengingatkan bahwa syaitan adalah musuh orang beriman karena mereka hendak menyesatkan manusia. Allah berfirman, “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS. Fathir: 6)
Namun perlu dipahami bahwa sebab permusuhan kepada orang kafir adalah karena kekufuran yang mereka lakukan. Sehingga acuan seseorang dikatakan memusuhi orang kafir adalah ketika orang kafir mengetahui bahwa orang muslim membenci kekufuran mereka dan bathilnya agama yang mereka anut.
Dalam beberapa ayat Allah memerintahkan kita untuk tetap berbuat baik kepada orang kafir. Allah berfirman:
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah: 8)
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman: 15)
Hal ini menunjukkan bahwa seorang muslim harus bisa membedakan antara kebencian karena faktor keyakinan dan faktor lainnya sehingga tidak menghilangkan hak-hak kemanusiaan orang kafir, seperti mencintai mereka, berkata baik, berlaku adil, membantu mereka. Karena sebab kecintaan itu karena sebab kekerabatan, sosial dan lainnya.
Seperti kasus orang muslim yang mendapati orang tuanya masih kafir, mereka boleh mencintai, berbuat baik, berlaku adil, menolong orang tuanya karena sebab kekeluargaan. Namun jika ia mencinta karena kekafiran maka hal itu yang dilarang.
Begitu pula bolehnya seorang lelaki muslim yang mencintai wanita ahlul kitab yang dinikahinya. Sebab, kecintaannya itu karena hubungan suami-istri, namun jika mencintainya karena kekufurannya maka hal itu diharamkan. (Ust. Zaid Royani, S.Pd.I -Ketua Himayah Foundation-)
Bersambung…