TIGA PILAR KEBAHAGIAAN
Oleh: Ust. Dr. Ahmad Zain An Najah, MA
Dalam Kitab at-Tirmidzi, dari Ibnu Umar radiyallahu ‘anhu, dia berkata,
قَلَّمَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْمُ مِنْ مَجْلِسٍ حَتَّى يَدْعُوَ بِهؤُلاَءِ الدَّعَوَاتِ لأَصْحَابِهِ:
اللّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا يَحُوْلُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيْكَ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ، وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا. اللّهُمَّ مَتِّعْن بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا، وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا، وَاجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ ظَلَمَنَا، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ عَادَانَا، وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِي دِيْنِنَا، وَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا، وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا.
“Jarang sekali Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam langsung berdiri meninggalkan majelis hingga beliau berdoa untuk para sahabatnya dengan doa ini (yang artinya):
‘Ya Allah, jadikanlah untuk kami bagian dari rasa takut kepadaMu yang dapat menghalangi kami dari perbuatan maksiat (kepadaMu). Jadikanlah untuk kami bagian dari ketaatan kepadamu yang dapat menyampaikan kami kepada surgamu. Jadikanlah untuk kami bagian dari rasa keyakinan yang dengannya Engkau meringankan kami dalam menghadapi musibah dunia.
Ya Allah, berilah kenikmatan kepada kami dengan pendengaran, penglihatan, dan kekuatan kami selama Engkau menghidupkan kami, jadikanlah ia tetap ada pada kami, jadikanlah pembalasan kami kepada orang yang menzhalimi kami, berilah kami kemenangan atas orang yang memusuhi kami, janganlah Engkau jadikan musibah (yang menimpa) kami mempengaruhi agama kami, janganlah Engkau jadikan dunia sebagai tujuan terbesar dan puncak ilmu kami, dan janganlah Engkau jadikan orang yang tidak menyayangi kami (orang kafir dan orang zhalim) sebagai orang yang menguasai kami’.”
اللّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا
Ya Allah bagikan/berikan kepada kami ~ ini menunjukkan bahwa kita ini tidak memiliki kekuatan apa-apa. Kekuatan hanya milik Allah subhanahu wa ta’ala.
لا حول ولا قوة الا بالله
Tiada daya dan kekuatan melainkan milik Allah.
Dengan doa ini kita meminta kepada Allah, menegaskan bahwa satu-satunya pemilik perbendaharaan langit dan bumi adalah Allah subhanahu wa ta’ala.
Inilah makna dari:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.”
Ada dua unsur:
(1)
إِيَّاكَ نَعْبُد
Hanya kepada Engkau, kami menyembah.
Beribadah kepada Allah itu cabangnya sangat banyak, seperti sholat, puasa, mendidik anak, datang ke majlis ilmu, mencatat kajian ilmu. Ibadah adalah suatu nama yang mencakup segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah subhanahu wa ta’ala dari ucapan dan perbuatan baik yang lahir maupun yang batin.
Tersenyum, menyenangkan orang lain, itu termasuk ibadah. Segala sesuatu dari ucapan dan perbuatan, seperti mengucapkan سبحان الله atau لا حول ولا قوة الا بالله itu juga termasuk ibadah.
Contoh lain, jika kita masuk ke ranah fiqh, sebelum kita melaksanakan shalat baik shalat sendirian ataupun berjama’ah, maka disunnahkan untuk mengumandangkan adzan dan iqamah. Adzan yang didengarkan oleh jamaah wanita saja. Itu ibadah karena itu ucapan.
Bila bayi lahir pun diadzankan di telinga kanan, baik oleh ayah, ibu, dan anggota keluarga lainnya. Sedangkan iqamah di telinga kiri. Kelak saat dewasa maka sang anak terbiasa mendengar adzan.
Bahkan ketika hamil pun perbanyak baca Al-Qur’an, diberikan target khatam setiap bulan. Selama kehamilan bisa mengkhatamkan 9 kali sehingga sang bayi terbiasa mendengarkan, insyaAllah anaknya mudah menghafal Al-Qur’an. Pendidikan anak itu mulai dari sejak masa kehamilan.
Niat melakukan kebaikan itu sudah dihitung pahala. Misalnya niat berinfaq untuk pembangunan masjid tetapi tidak memiliki cukup uang. Maka niatnya telah mendapatkan satu pahala. Apabila niat itu direalisasikan maka akan memperoleh dua pahala. Sehingga meluruskan niat adalah sangat penting dalam ibadah.
Ibadah ini tidak mungkin dilakukan tanpa bantuan Allah subhanahu wa ta’ala.
(2)
وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Di sinilah letak pentingnya isti’anah (meminta bantuan). Kita beribadah itu harus dibantu oleh Allah. Kitq hadir ke majlis ilmu ini juga dibantu oleh Allah, niat untuk hadir dalam majlis ilmu digerakkan oleh Allah. Digerakkan ada sebabnya. Itulah hidayah dari Allah.
Jika Allah ingin menyesatkan maka itu mudah, misalnya pada saat kita membaca flyer kajian, bisa saja hp kita error atau anaknya sakit atau mobilnya mogok yang menyebabkan gagalnya hadir menuju majlis ilmu. Karena Allah tidak menghendaki kita hadir di majlis ilmu.
Inilah yang disebut isti’anah, kita harus meminta pertolongan kepada Allah.
Ya Allah bantulah saya atau berikan kepada saya..
Inilah fungsi meminta pertolongan kepada Allah akan 3 hal yg merupakan pilar kebahagiaan hidup:
Pertama: al-khasyah الخشية rasa takut yg menyebabkan kita meninggalkan maksiyat.
مِنْ خَشْيَتِكَ مَا يَحُوْلُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيْكَ
Rasa takut itu ada di hati, inilah ibadah batin atau amalan hati. Satu kaidah penting menyatakan bahwa amalan hati itu lebih penting daripada amalan anggota badan. Allah akan melihat amalan hati terlebih dahulu sebelum amalan anggota badan.
Contohnya gerakan naik turunnya seorang dalam sholat karena riya/pamer maka seluruh gerakan sholatnya tidak terima oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Jadi khusyu’ itu menunjukkan amalan hati. خشية menimbulkan خشوع hampir sama. Jika khusyu’ tidak menimbulkan rasa takut kepada Allah maka itu bohong.
Dalilnya surah Al-Baqarah ayat 45-46, itulah makna khusyu’.
وَٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلْخَٰشِعِينَ
Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Dan (sabar dan salat) itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’,
ٱلَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلَٰقُوا۟ رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَٰجِعُونَ
“(yaitu) mereka yang yakin bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.”
Makna يَظُنُّونَ bukan sekedar menyangka, akan tetapi yakin. Khusyu’ itu selalu ingat Allah, ingat kematian dan dikembalikan kepada Allah.
Berita kematian seaeorang biasanya membuat kita khusyu karena membuat kita ingat tentang mati. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam ketika menjadi imam mengatakan kepada jamaah shalat bahwa “Shalatlah kalian seakan-akan kalian akan mati besok, seakan-akan shalat yang terakhir.”
Maka akan menjadikan shalatnya menjadi khusyu’. Yang menyebabkan tidak khusyu’ adalah karena merasa akan hidup panjang umur. Inilah sifat Yahudi yang paling fatal maka ini yang menyebabkan orang Yahudi jarang yang khusyu’ (takut kepada Allah), sebab merasa akan hidup seribu tahun. Dalilnya surah Al-Baqarah ayat 96:
وَلَتَجِدَنَّهُمْ أَحْرَصَ ٱلنَّاسِ عَلَىٰ حَيَوٰةٍ وَمِنَ ٱلَّذِينَ أَشْرَكُوا۟ ۚ يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ يُعَمَّرُ أَلْفَ سَنَةٍ وَمَا هُوَ بِمُزَحْزِحِهِۦ مِنَ ٱلْعَذَابِ أَن يُعَمَّرَ ۗ وَٱللَّهُ بَصِيرٌۢ بِمَا يَعْمَلُونَ
“Dan sungguh, engkau (Muhammad) akan mendapati mereka (orang-orang Yahudi), manusia yang paling tamak akan kehidupan (dunia), bahkan (lebih tamak) dari orang-orang musyrik. Masing-masing dari mereka ingin diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu tidak akan menjauhkan mereka dari azab. Dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.”
Jika seseorang hidup tidak berada dalam ketaatan (melakukan banyak kemaksiyatan) maka tidak mengapa meminta kematian. “Ya Allah matikan saya jika mati lebih baik dan hidupkan saya jika hidup lebih baik.”
Tujuan hidup adalah untuk beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Lalu untuk apa jika hidup tapi tidak beribadah, maka lebih baik mati supaya tidak menambah dosa. Karena takut mati itulah kita menjadi beramal shalih dan menjauhi kemaksiyatan.
Takut kepada Allah memiliki banyak cabangnya:
– takut kepada adzab-Nya
– takut amalannya tidak diterima oleh Allah
Takut kepada adzab-Nya.
Bagaimana supaya kita tidak takut kepada adzab-Nya yakni dengan mendekat kepada-Nya. Karena tidak ada yang bisa menolak (atau membatalkan) adzab Allah kecuali Allah sendiri. Gambarannya seperti anak kecil yang takut thd kemarahan ibunya. Tetapi anak yang dimarahi itu justru mendekat dan meminta maaf pada ibunya. Begitu pula jika manusia diuji dengan adzab, sesungguhnya Allah ingin manusia itu kembali mengingat Allah dan meminta pertolongan kepada Allah. Doa meminta perlindungan kepada Allah dari adzab-Nya.
Takut amalannya tidak diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala, dalilnya surah Al-Mu’minun ayat 60:
وَٱلَّذِينَ يُؤْتُونَ مَآ ءَاتَوا۟ وَّقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَىٰ رَبِّهِمْ رَٰجِعُونَ
“Dan mereka yang memberikan apa yang mereka berikan (infaq, sedekah, membantu orang lain) dengan hati penuh rasa takut (karena mereka tahu) bahwa sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhannya.”
Jadi kalau berinfaq harus diiringi rasa takut bilamana amalannya tidak diterima (sebab terselip rasa riya) tetapi juga mengharap diterimanya amalan infaqnya. Berinfaq dilakukan sebagai salah satu usaha investasi akhirat atau upaya membangun/merenovasi rumah baru kita di Surga.
Perbanyak investasi di akhirat, itulah yang dimaksud isi surah Al-Mu’minun ayat 60 tetapi masih khawatir apakah investasinya diterima atau tidak, dan dia yakin akan kembali ke akhirat .
➡Khasyah adalah ciri orang beriman; dalilnya surah Al-Anfal ayat 2:
إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَٰتُهُۥ زَادَتْهُمْ إِيمَٰنًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal.”
Contoh terjadi pada Nabi Yusuf ketika digoda Zulaikha, seakan-akan mengingat Allah kemudian segera meninggalkan Zulaikha. Itulah iman.
➡Ciri orang bertakwa, dalilnya surah Al-Anbiya ayat 48-49:
وَلَقَدْ ءَاتَيْنَا مُوسَىٰ وَهَٰرُونَ ٱلْفُرْقَانَ وَضِيَآءً وَذِكْرًا لِّلْمُتَّقِينَ
“Dan sungguh, Kami telah memberikan kepada Musa dan Harun, Al-Furqan (Kitab Taurat) dan penerangan serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa,”
ٱلَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُم بِٱلْغَيْبِ وَهُم مِّنَ ٱلسَّاعَةِ مُشْفِقُونَ
“(yaitu) orang-orang yang takut (azab) Tuhannya, sekalipun mereka tidak melihat-Nya, dan mereka merasa takut akan (tibanya) hari Kiamat.”
Gempa itu cicilan hari Kiamat supaya kita takut akan datangnya adzab sehingga kita menjaga iman kita.
➡Bagaimana cara supaya takut kepada Allah? Yaitu dengan ilmu, surah Fathir ayat 28:
إِنَّمَا يَخْشَى ٱللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ ٱلْعُلَمَٰٓؤُا۟
“Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama.”
Ulama itu berilmu, ilmu sesuai dengan apa yang dimiliki, sehingga kita takut pada adzab Allah. Jika kita semakin belajar dan belajar terus maka rasa takutnya akan bertambah.
Ilmu itu menyebabkan kita takut melanggar aturan Allah dan takut akibatnya. Contohnya: kita tidak tahu fiqh pernikahan, dengan wali hakimnya Ustadz padahal wali hakim itu dari pemerintah; haram menisbahkan nama istri pada nama suaminya. Sebab tidak memiliki ilmu sehingga melanggar aturan-aturan Allah.
➡Orang yang takut (khusyu’) itu mudah diperingatkan. Dalilnya surah Al-Fathir ayat 18:
ۗ إِنَّمَا تُنذِرُ ٱلَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُم بِٱلْغَيْبِ وَأَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ ۚ
“Sesungguhnya yang dapat engkau beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada (azab) Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihat-Nya dan mereka yang melaksanakan salat.”
Rasa takut itu menjadikan kita tidak berani atau menghalangi melakukan maksiyat kepada Allah.
Kedua: Rasa taat kepada Allah
وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَك
“Dan bagikan ketaatan kepada-Mu yang mengantarkan ke surga-Mu.”
Yang pertama minta rasa takut yang menghalangi bermaksiyat. Yang kedua meminta ketaatan untuk masuk surga.
Selengkapnya, silakan baca buku tulisan Ustadz Zain An-Najah “Banyak Jalan Menuju Surga” tetapi cetakannya sudah habis, atau bisa diakses melalui website ahmadzain.com
Ketiga: Yakin
وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا
“Keyakinan yang membuat ringan dalam menghadapi musibah dunia.”
Musibah dunia itu tidak dapat dihindari. Musibahnya berbeda-beda. Musibah dunia pasti mengena tapi musibah agama jangan sampai kena. Dalilnya surah As-Sajdah ayat 24:
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا۟ ۖ وَكَانُوا۟ بِـَٔايَٰتِنَا يُوقِنُونَ
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami selama mereka sabar. Mereka meyakini ayat-ayat Kami.”
Doa meminta perlindangan dari musibah:
اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ جَهْدِ الْبَلَاءِ وَدَرَكِ الشَّقَاءِ وَسُوءِ الْقَضَاءِ وَشَمَاتَةِ الْأَعْدَاءِ
“Ya Allâh, kami berlindung kepada-Mu dari beratnya musibah yang tak mampu ditanggung, dari datangnya sebab-sebab kebinasaan, dari buruknya akibat apa yang telah ditakdirkan, dan gembiranya musuh atas penderitaan yang menimpa.”
Dalil kedua surah Al-Hadid: 22-23:
مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِى ٱلْأَرْضِ وَلَا فِىٓ أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِى كِتَٰبٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَآ ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌ
“Setiap musibah yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.”
لِّكَيْلَا تَأْسَوْا۟ عَلَىٰ مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا۟ بِمَآ ءَاتَىٰكُمْ ۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
“Agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu, dan tidak pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri.”
Kalau sudah yakin dengan takdir, maka seseorang akan tidak terlalu larut dalam kesedihan ketika menghadapi musibah.
Ada dua manfaat percaya takdir: kita tidak akan putus asa terhadap sesuatu yang hilang/luput dari diri kita, dan kita tidak terlalu gembira/bangga atas karunia terbaik dari Allah sebab itu pemberian dari Allah bukan karena diri kita. Diri kita lemah tanpa pertolongan-Nya.
Wallahu a’lam bishshawab.