Tiga Panggilan Ilahi
Oleh: Ust. Abu Umar Abdillah
Ada tiga makna panggilan Allah yang harus kita ketahui. Pertama adalah panggilan Allah ke tanah suci yang diwajibkan seumur hidup sekali bagi yang mampu. Pembawa undangan tersebut adalah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam atas perintah Allah Ta’ala sebagaimana firman-Nya,
“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.” (QS. Al Hajj: 27)
Panggilan inl wajib didatangi bagi yang memiliki kemampuan. Dan bagi yang mendatangi secara ikhlas dan menunaikan Ibadah haji dengan benar, maka balasan untuknya adalah jannah. aI-hajju mabruurun Iaisa Iahul jaza’ illal jannah.
Pun begitu manusia punya pilihan, akan datang menyambut pahala, atau enggan sehingga jatuhlah la ke dalam dosa jika ternyata dia mampu.
Panggian kedua adalah shalat setiap harl 5 kali, yang mengantarkan undangan adalah muadzin dengan seruannya, “hayya ‘alash shalah”, marl menuju shalat. Orang yang rindu mendatangi panggilan Allah di tanah sucl. pastilah menjaga shalat 5 waktunya berjamah di masjid.
Bagaimana mungkln seseorang rindu mendatangi undangan yang begitu jauh, mahal dan sulit, sementara abai terhadap panggiian yang dekat. mudah dan murah? Padahai Pengundangnya sama, yakni Allah yang berkuasa segalanya atas manusia dan alam semesta.
Panggilan ini menjadi barometer seberapa bagus keislaman seseorang. barangsiapa yang meremehkan shalat, maka untuk urusan lain pasti lebih meremehkan. Ada pahala besar dan keberuntungan disediakan bagi yang menghadiri panggilan, dan ada ancaman keras bagi yang meremehkan panggilan ini. Pun manusia ada pilihan untuk datang ataukah tidak.
Adapun panggilan terakhir adalah panggilan untuk kembali selamanya kepada Allah, tak kembali ke dunia lagi. Pengantar undangannya adalah malakul maut, malaikat pencabut nyawa. Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un, kita semua adalah milik Allah, dan kepada-Nya pula kita akan kembali. Inilah panggilan tanpa opsi, tak ada pilihan lain bagi manusia kecuali harus hadir seketika, tak ada kuasa pula untuk menunda barang sebentar saja. Barangsiapa mengutamakan dan menyegerakan panggilan-panggilan-Nya di dunia, niscaya ia akan berbahagia menyambut panggilan terakhir kalinya.
Maka saat kita berada dalam kubangan maksiat dan hawa nafsu, bertanyalah kepada diri sendiri, adakah rela diri kita menyambut panggilan Rabb kita dalam keadaan seperti ini? Jawaban apa yang akan kita berikan saat Allah memintai pertanggungjawaban kita? Semoga Allah istiqamahkan kita dalam menyambut setiap panggilan-Nya di dunia, dan meridhai kita saat panggilan terakhir kita, aamiin.
(majalah ar risalah: 217)