Tiga Ciri Kejujuran Seorang Muslim
Oleh: Ust. Farid Ahmad Okbah, MA
Ketahuilah bahwa keimanan seseorang haruskan dibuktikan dengan amalan-amalan nyata, bukan hanya sekedar pengakuan belaka. Sebab pengertian iman menurut para ulama adalah pembenaran dengan hati, ucapan dengan lisan dan perbuatan anggota badan.
Salah seorang ulama yaitu Hatim Al ‘Asham yang hidup pada abad ke-3, yang merupakan murid dari pada seorang ulama negeri Iraq yang terkenal pada abad ke-2 yaitu Syaqiq Al Balaghi yang wafat pada tahun 194 H, pernah berkata,
من ادعى ثلاثا من غير ثلاث فهو كذاب
“Barangsiapa mengakui tiga hal namun tidak mengerjakan tiga hal maka ia pendusta.”
Sifat Pertama:
من ادعى محبة الله ولم يتورع هم محارمه فهو كذاب
“Barangsiapa mengaku cinta Allah swt namun ia tidak meninggalkan perbuatan yang dilarang, maka ia adalah pendusta.”
Oleh karena itu kecintaan seorang muslim kepada Allah swt mengharuskan ia untuk menghentikan dari hal-hal yang dilarang oleh Allah swt. Rasulullah bersabda, “Bertakwalah kalian kepada Allah di mana pun kalian berada.”
Allah Ta’ala berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
“Dan di antara manusai ada yang menjadikan tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mencintai Allah, sedangkan orang-orang beriman mereka mencintai Allah melebihi segala-galanya.” (QS. Al Baqarah: 165) Mencintai Allah swt di atas segala-galanya harus ada dan selalu ditumbuhkan dalam diri seorang muslim.
Sifat Kedua:
من ادعى محبة الجنة ولم ينفق ماله في سبيل الله فهو كذاب
“Barangsiapa mengaku cinta kepada surga namun tidak pernah menginfakkan hartanya di jalan Allah maka ia pendusta.”
Jannah Allah swt sangat erat kaitannya dengan amalan infak, sedekah dan memberikan sebagian harta yang kita miliki.
Sehingga Allah menyebutkan dalam Al Qur`an:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
“Hanyasanya orang-orang yang beriman adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian tidak ragu-ragu serta berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka, maka mereka adalah orang-orang yang keimanannya benar.” (QS. Al Hujurat: 15)
Tanda kejujuran seorang mukmin adalah dapat dilihat dengan sebesar mana ia dalam menginfakkan hartanya di jalan Allah, lalu kemudian menginfakkan jiwa di jalan Allah. Imam Adz Dzahabi ketika mengomentari ayat ini beliau berkata, “Ukuran iman seseorang sangat tergantung sebesar apa pengorbanan seseorang terhadap harta dan jiwa untuk Allah.”
Beliau melanjutkan, “Jangan kalian berharap seseorang mengorbankan jiwanya kalau ia masih berat mengobankan hartanya. Karena mengorbankan harta lebih mudah dan ringan daripada mengorbankan jiwa. Orang yang pelit hartanya otomatis akan pelit dengan jiwanya. Oleh karena itu kita harus senantiasa melatih diri agar senang untuk berinfak dan bersedekah. Karena hal itu sebagai tanda kecintaan kita kepada surga.
Ibnu Rajab Al Hambali dalam mengutip perkataan para ulama salaf beliau berkata, “Shalatmu dapat menghantarkanmu kepada setengah surga, puasamu dapat menghantarkan sampai ke depan surga, dan hartamu yang dapat memasukkanmu ke dalam surga.”
Oleh karena itu surga sangat dekat dengan amalan infak dan pengorbanan jiwa. Sehingga Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah membeli harta dan jiwa orang-orang mukmin dengan imbalan surga…” (QS. At-Taubah: 111)
Sifat Ketiga:
و من ادعى محبة النبي ولم يحب المساكين فهو كذاب
“Barangsiapa mengaku mencintai Nabi shalallahu alaihi wasallam namun tidak mencintai orang-orang miskin maka ia pendusta.”
Seorang mukmin haruslah memperhatikan keadaan orang-orang miskin terutama mereka yang menahan diri untuk tidak meminta-minta padahal mereka butuh. Allah berfirman, “(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengatahui.” (QS. Al Baqarah: 273)
Abdullah bin mubarak berkata, “Kalaulah bukan untuk mendukung para ulama dan para mujahidin, saya tidak mau berdagang.” Artinya hasil usaha Abdullah bin Mubarak hanya diperuntukkan untuk mendukung kegiatan para ulama dan mujahidin yang sedang berjihad.
Salah satu do’a yang dipanjatkan Rasulullah saw adalah sebagaimana dalam sabdanya:
اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مِسْكِينًا وَأَمِتْنِي مِسْكِينًا وَاحْشُرْنِي فِي زُمْرَةِ الْمَسَاكِينِ يَوْمَ القِيَامَةِ
“Ya Allah hidupkanlah aku dalam keadaan miskin dan wafatkanlah aku dalam keadaan miskin, serta kumpulkanlah aku bersama orang-orang miskin pada hari kiamat kelak.” (HR. Tirmidzi no. 2352 dishahihkan oleh Al Albani)
Karena mayoritas penduduk surga adalah orang-orang miskin. Adapun tergolong orang miskin itu seperti janda, anak yatim, orang yang tidak mampu berkerja karena sakit dan sebagainya. Perlu diketahui jumlah orang fakir di dindonesia mencapai 31 juta jiwa.
Dalam terminologi Islam yang masuk katagori orang miskin adalah mereka yang tidak mampu membayar zakat, dan selama setahun tidak memiliki harta sebanyak 84 gram emas. Sebab setelah setahun penuh jika orang tidak memiliki harta sebanyak 84 gram emas maka ia tidak wajib membayar zakat dan ia tergolong sebagai orang miskin, dan sehingga ia berhak untuk mendapatkan zakat. Mesikipun ia memiliki kerjaan tetap dan penghasilan tetap, namun jika selama setahun hartanya tidak mencapai nishab (84 gram) emas maka ia tergolong miskin.
Di Indoneisa yang tergolong orang kaya dan menengah ke atas hanya 20 persen sedangkan aset yang dimiliki orang muslim hanya 16 persen. Artinya selainnya dipegang oleh orang kafir, sehingga seharusnya kaum muslimin meningkatkan kekuatan dari aspek ekonomi. Sehingga kaum dapat berinfak dan bersedekah. Demi kejayaan Islam dan kaum muslimin. Wallahu a’lam bis shawab.
–(Himayah Foundation)–