“Bersama air mata ada senyuman. Bersama duka ada kegembiraan. Bersama bencana ada karunia. Bersama ujian ada pemberian. Itu semua adalah sunatullah yang pasti berlaku dan kaidah yang tidak bisa ditolak.” [Dr. A’idh Al Qarni]
“Tersenyumlah ukhti….” Huufff… sebenarnya ini sebuah nasehat yang bijak. Paling enak di dengar dan menyejukkan hati. Tapi bila tengah dilanda galau, mana mudah wajah ini berhias senyum. Yang ada malah mendung bergayut, disertai hujan bahkan sesekali diiringi petir amarah yang meledak-ledak.
Hmm… begitulah para wanita. Tak puas rasanya bila tanpa menumpahkan air mata. Meski menangis tak menyelesaikan masalah, namun diyakini air mata dapat melegakan hati. Padahal kesedihan tidak akan mengembalikan segala yang hilang. Nasehat hanya akan menjadi hiasan bila tidak ada niatan untuk diikuti. Semua usaha terasa sia-sia jika sedikitpun tak berserah diri padaNya.
Tapi, memang sudah menjadi tabiat manusia sering mencari 1000 alasan untuk bersedih. Mulai dari masalah yang paling remeh (seperti, hilangnya kancing baju yang berimbas pada aktifitas lain yang ikut terhambat) hingga masalah yang terasa berat (seperti kehilangan buah hati tercinta). Benar, tak pernah ada larangan untuk bersedih karena kesedihan juga dapat melembutkan hati. Akan tetapi dosisnya perlu diperhatikan. Terlalu lama berendam dalam dalam kesedihan hanya akan melemahkan jiwa. Memang, Rasulullah juga bersedih ketika buah hatinya tiada. Namun kesedihan tak membuatnya hanyut didalamnya. Jadi, mengapa kita tidak mencari 1000 alasan pula untuk bergembira? Maka berpikirlah positif terhadap semua yang terjadi. Karena setiap pemberianNya tentu mengandung hikmah.
Tersenyumlah ukhti…. Karena dunia memang tempat manusia bergelut dengan ujian. Setiap hari, manusia terus disibukkan oleh soal-soal dari-Nya yang harus dipecahkan. Sesungguhnya cobaan akan mendekatkan kita kepada Allah. Ujian akan mengajarkan kita kepada pentingnya doa sebagai senjata ampuh dalam kehidupan serta melenyapkan kita dari sifat berbangga diri. Kalau kita mau memahaminya lebih jauh, setiap kesulitan tentu akan membuka pengelihatan dan pendengaran, menghidupkan hati dan mendewasakan jiwa, serta mengingatkan hamba dan menambah pahala.
Namun sayang, seringkali kita merasa menjadi satu-satunya manusia yang paling menderita. Merasa paling banyak dan paling berat ujian yang tengah dihadapinya. Padahal, lihatlah orang-orang terdahulu. Diantara mereka ada yang dibunuh, dipenjara, diasingkan dari lingkungannya, atau terusir dari negaranya. Namun kesedihan, tak nampak di wajahnya. Jadi pandanglah musibah dari sisi yang paling memberikan harapan. Bayangkan pahala yang akan kita dapatkan dari musibah itu. Ada baiknya kita selalu menyadari, musibah yang dialami jauh lebih ringan dibanding dengan yang menimpa orang lain.
Dr. A’idh Al Qarni bertutur, bahwa bencana yang menimpa kita sejatinya mengandung empat keindahan seni. Yaitu seni mengharap ridha Allah, seni bergelut dengan kesabaran, berdzikir dengan baik dan membayangkan datangnya kebaikan.
“Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin itu, karena urusannya adalah baik. Hal itu tak akan terjadi pada seorangpun kecuali orang mukmin. Jika ditimpa kesenangan ia bersyukur, sehingga ini menjadi kebaikan baginya. Dan jika ditimpa musibah ia bersabar, sehingga hal ini menjadi kebaikan baginya.” (HR. Muslim)
Tentu kita meyakini. Meski terasa berat, semua keputusan Allah adalah yang terbaik. Bagi seorang wanita mukmin, kelapangan tidak akan menjadikannya riya’ maupun takabur, sehingga akan menyeretnya ke dalam neraka. Demikian pula musibah tidak akan membawanya pada putus asa, dan larut dalam kekecewaan sehingga menyeretnya menjadi manusia yang enggan bersyukur. Hanya orang yang beriman saja yang mampu menghubungkan jiwanya dengan Allah SWT, untuk tetap ridha dengan setiap keputusanNya, tunduk dengan ketentuanNya.
Maka, jangan pernah bersedih. Tersenyumlah ukhti… karena qadha’ telah digariskan. Takdir sudah pasti terjadi. Oleh karena itu jangan terlalu larut dalam persoalan. Jangan hancurkan diri dengan tangis dan duka.
“Maka bersabarlah dengan sebaik-baik kesabaran”. (Yusuf:19)
Percayalah….
Keadaan akan berubah, jiwa akan menjadi tenang, hati pun akan menjadi lapang. Lambat laun urusan akan menjadi mudah dan keadaan yang menghimpit akan segera berakhir.
Penulis : Laila TM
Sumber: majalah arrisalah edisi 160 hal. 60-61