Ada beberapa fakta menarik yang terjadi pada kaum anshar. Sebelum melihat lebih jauh, ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu, siapakah kaum anshar.?
Para ulama sirah menyebutkan bahwa istilah anshar bermakna penolong, sebagaimana disebutkan di dalam al-Qur’an dalam kisah nabiyullah ‘Isa bin Maryam ‘alaihisalam bersama pengikutnya yang disebut Hawariyyun. Allah Ta’ala berfirman.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْٓا اَنْصَارَ اللّٰهِ كَمَا قَالَ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ لِلْحَوَارِيّٖنَ مَنْ اَنْصَارِيْٓ اِلَى اللّٰهِ ۗقَالَ الْحَوَارِيُّوْنَ نَحْنُ اَنْصَارُ اللّٰهِ فَاٰمَنَتْ طَّاۤىِٕفَةٌ مِّنْۢ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ وَكَفَرَتْ طَّاۤىِٕفَةٌ ۚفَاَيَّدْنَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا عَلٰى عَدُوِّهِمْ فَاَصْبَحُوْا ظٰهِرِيْنَ
“ Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu ansharallah (penolong-penolong agama Allah) sebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia, “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?” Pengikut-pengikutnya yang setia itu berkata, “Kamilah penolong-penolong (agama) Allah,” lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan (yang lain) kafir; lalu Kami berikan kekuatan ke-pada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, sehingga mereka menjadi orang-orang yang menang” (Q.S. as-Shaff : 14)
Kaum anshar adalah orang-orang yang beriman sebelum dan setelah kedatangan nabi ke kota madinah, secara umum mereka terdiri dari dua kabilah besar yaitu bani ‘Aus dan Khajraj. Kedua kabilah ini dikenal dalam literature sejarah selalu bermusuhan satu sama lain dan sering terjadi peperangan diantara mereka. Akan tetapi, setelah mereka beriman dan mengikrarkan kalimat syahadat dihadapan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, permusuhan diantara mereka berubah menjadi ikatan cinta yang sangat kuat karena Allah dan rasulNya. Sungguh..! ikatan cinta karena Allah dan benci karenaNya adalah ikatan iman yang paling kuat. Diriwayatkan dari Abu Dzar al-Ghifary radhyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
أوثَقُ عُرَى الإيمانِ الحبُّ في اللهِ والبُغضُ في اللهِ
“ Ikatan iman yang paling adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah “ (HR. Abu Dawud no. 4599)
Beginilah seharusnya dilakukan oleh seluruh kaum muslimin, kalimat syahadat menjadikan mereka bersatu, saling mencintai, menolong serta mendoakan dan melindungi satu sama lain. Bukan hanya itu, kaum anshar telah membuktikan bahwasanya buah dari kalimat syahadat adalah mahabbah (kecintaan) lintas wilayah, suku dan bahasa. Kecintaan mereka pada kaum muhajirin (para sahabat yang hijrah ke kota madinah) telah merubah kultur budaya sebelumnya. Mereka lebih mendahulukan kepentingan saudaranya, meskipun mereka dalam kondisi susah. Siapakah yang mampu melakukannya kalau bukan mereka (kaum anshar), sebut saja misalnya sahabat yang mulia Abu Thalhah al-Anshari, sebagaimana diceritakan oleh Abu Hurairah radhyallahu ‘anhu.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي مَجْهُودٌ فَأَرْسَلَ إِلَى بَعْضِ نِسَائِهِ فَقَالَتْ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا عِنْدِي إِلَّا مَاءٌ ثُمَّ أَرْسَلَ إِلَى أُخْرَى فَقَالَتْ مِثْلَ ذَلِكَ حَتَّى قُلْنَ كُلُّهُنَّ مِثْلَ ذَلِكَ لَا وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا عِنْدِي إِلَّا مَاءٌ فَقَالَ مَنْ يُضِيفُ هَذَا اللَّيْلَةَ رَحِمَهُ اللَّهُ فَقَامَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ فَقَالَ أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ فَانْطَلَقَ بِهِ إِلَى رَحْلِهِ فَقَالَ لِامْرَأَتِهِ هَلْ عِنْدَكِ شَيْءٌ قَالَتْ لَا إِلَّا قُوتُ صِبْيَانِي قَالَ فَعَلِّلِيهِمْ بِشَيْءٍ فَإِذَا دَخَلَ ضَيْفُنَا فَأَطْفِئْ السِّرَاجَ وَأَرِيهِ أَنَّا نَأْكُلُ فَإِذَا أَهْوَى لِيَأْكُلَ فَقُومِي إِلَى السِّرَاجِ حَتَّى تُطْفِئِيهِ قَالَ فَقَعَدُوا وَأَكَلَ الضَّيْفُ فَلَمَّا أَصْبَحَ غَدَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ قَدْ عَجِبَ اللَّهُ مِنْ صَنِيعِكُمَا بِضَيْفِكُمَا اللَّيْلَةَ
Dari Abu Hurairah dia berkata; “Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu dia berkata: ‘Aku berada dalam kesulitan (susah hidup dan lapar).’ Maka beliau bawa orang itu ke rumah sebagian istri-istri beliau, menanyakan kalau-kalau mereka memiliki makanan. Para isteri beliau menjawab; ‘Demi Allah yang mengutus Anda dengan kebenaran, Aku tidak sedia apa-apa selain air.’ Begitulah jawaban mereka masing-masing hingga seluruh istri beliau mengatakan dengan jawaban yang sama. Lalu beliau bersabda kepada para sahabat: ‘Siapa bersedia menjamu tamu malam ini niscaya dia diberi rahmat oleh Allah Ta’ala.’ Maka berdirilah seorang laki-laki Anshar seraya berkata; ‘Aku, ya Rasulullah! ‘ kemudian dibawalah orang itu ke rumahnya. Dia bertanya kepada isterinya; ‘Adakah engkau sedia makanan? ‘ Jawab isterinya; ‘Tidak ada, kecuali makanan anak-anak.’ Katanya; ‘Alihkan perhatian mereka dengan apa saja. Dan bila tamu kita telah datang, matikanlah lampu dan tunjukkan kepadanya bahwa kita seolah-olah ikut makan bersamanya. Caranya bila dia telah mulai makan, berdirilah ke dekat lampu lalu padamkan. Maka duduklah mereka, dan sang tamu pun makan. Setelah Subuh, sahabat tersebut bertemu dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu kata beliau: ‘Sungguh Allah kagum dengan cara kamu berdua melayani tamu kalian tadi malam’. (HR. Muslim no. 3829)
Lalu turunlah ayat ..
..وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ …
“… dan mereka lebih mementingkan (saudaranya) diatas kepentingan mereka sendiri, meskipun mereka dalam keadaan susah … “ (Q.S. Al Hasyr ; 9)
Maha benar Allah yang telah mengutus rasulNya dengan haq.. !!
Kalimat syahadat menjadikan mereka kaum anshar siap berkorban demi kepentingan saudaranya, dan bukan mengorbankan saudaranya demi kepentingan pribadinya. Inilah pemandangan yang sangat berbeda hari ini. Oleh karenanya, tanda keimanan adalah mencintai anshar, mencintai apa yang telah mereka lakukan terhadap Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan saudara seiman, dan tanda kemunafikan adalah membenci anshar dan membenci apa yang telah mereka lakukan. Meneladani apa yang telah dilakukan oleh anshar adalah sebaik-baik tauladan setelah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ آيَةُ الْإِيمَانِ حُبُّ الْأَنْصَارِ وَآيَةُ النِّفَاقِ بُغْضُ الْأَنْصَارِ
Dari Anas bin Malik radliallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Diantara tanda iman adalah mencintai Kaum Anshar dan diantara tanda nifaq adalah membenci Kaum Anshar” (HR. al-Bukhari no. 17)
Kaum anshar gemar mendoakan saudara mereka dari kalangan muhajirin dengan kebaikan dan keampunan dari Allah Ta’ala, sehingga untaian kalimat indah dalam doa-doa mereka tertulis indah didalam Al-Qur’an. Doa siapakah yang lebih indah selain mendoakan saudara seiman. Pada saat sebagian kaum muslimin egois dalam berdoa kepada Allah Ta’ala, mereka hanya meminta kebahagian, keselamatan, kesehatan dan kedamaian hanya untuk diri sendiri dan keluarga. Perhatikanlah kaum anshar, renungi dan hayati indahnya kalimat do’a yang selalu mereka bermunajat kepada Allah Ta’ala..
Allah Ta’ala berfirman..
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa, ‘Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Al-Hasyr: 10).
Sudah sepantasnya bagi seluruh kaum muslimin, memanfaatkan setiap waktu bukan hanya pada saat perayaan maulid nabi untuk membuktikan kecintaannya kepada Allah dan rasul dengan mencinntai saudara seiman sebagaimana yang telah di contohkan kaum anshar. Tanpa memandang apakah warna kulit, bahasa, suku, dan golongan. Siapapun yang telah mengucapkan kalimat yang sama, beriman kepada Allah dan rasulNya, maka wajib baginya untuk membantu, menolong, mencintai, dan mendoakannya dengan kebaikan dunia dan akhirat.
Oleh Ustad Abu Muhammad