Syarat Mendapat Syafaat

Syarat Mendapat Syafaat

Oleh: Ust. Zaid Royani, S.Pd.I

Dalam fase perjalanan di akhirat setiap manusia sangat membutuhkan syafaat. Karena syafaat adalah  penyelamat sekaligus keutamaan bagi yang mendapatkannya. Namun pada hari itu tidak semua manusia mendapatkan syafaat. Ada yang mendapatkan ada pula tidak gagal mendapatkannya.

Bagi seorang muslim memahami permasalahan ini sangatlah penting. Karena menyangkut kehidupannya kelak di akhirat. Apa pengertian syafaat, apa saja syarat agar mendapat syafaat, apa bentuk-bentuk syafaat itu? Siapa yang terhalang mendapat syafaat?

Pengertian Syafaat

Syafaat berasal dari kata asy-syaf’u yang artinya genap. Syaf’un lawan kata dari witir (ganjil).

Sedangkan menurut istilah:

التوسط عند الآخرين بغرض جلب منفعة، أو دفع مضرة

“Menjadi perantara bagi orang lain dalam memberikan manfaat kepadanya atau menolak madharat.” (At Ta’liqot Al Mukhtashoroh ‘alal Aqidah Ath Thohawiyah)

Dalam ungkapan lain disebutkan pula:

السؤال لفصل القضاء و التجاوز عن الذنوب، وتخفيف العذاب، وزيادة الثواب لمستحقه.

“Permohonan untuk segera memutuskan perkara manusia, mengampuni dosa, meringankan adzab, dan menambah pahala bagi yang berhak mendapatkannya.”

Pada hari kiamat setiap manusia akan berupaya mencari perantara bagi dirinya dengan Allah agar mendapat manfaat berupa kemudahan, ampunan dan lainnya atau terhindar dari madharat seperti pengampunan dosa, meringankannya, tidak mendapat kesulitan dan lainnya.

Maka rukun dalam syafaat adalah pertama, Asy-Syafi’ (perantara syafaat) yaitu orang-orang mendapat izin Allah untuk memberi syafaat. Kedua, Al Masyfu’ Ilaihi (Allah) yaitu yang memberi izin memberi syafaat dan meridhai orang yang meminta syafaat. Ketiga, Al Masyfu’ lahu (pemohon syafaat) yaitu manusia.

Syafaat Shahih dan Bathil

Dari rukun di atas maka syafaat terbagi menjadi dua macam. Yaitu syafaat yang shahih (benar) dan syafaat yang bathil (salah).

Syafaat yang benar adalah ketika mengupayakannya dengan cara yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya sebagaimana yang terdapat dalam Al Qur’an maupun hadits nabi. Inilah yang akan menjadi pembahasan kita.

Adapun syafaat yang salah adalah salah dalam cari perantara atau tidak memenuhi syarat untuk mendapat syafaat. Sebagaimana firman Allah:

وَيَعۡبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمۡ وَلَا يَنفَعُهُمۡ وَيَقُولُونَ هَٰؤُلَآءِ شُفَعَٰؤُنَا عِندَ ٱللَّهِۚ قُلۡ أَتُنَبِّـُٔونَ ٱللَّهَ بِمَا لَا يَعۡلَمُ فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَلَا فِي ٱلۡأَرۡضِۚ سُبۡحَٰنَهُۥ وَتَعَٰلَىٰ عَمَّا يُشۡرِكُونَ

“Dan mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan bencana kepada mereka dan tidak (pula) memberi manfaat, dan mereka berkata, “Mereka itu adalah pemberi syafaat kami di hadapan Allah.” Katakanlah, “Apakah kamu akan memberitahu kepada Allah sesuatu yang tidak diketahui-Nya apa yang di langit dan tidak (pula) yang di bumi?” Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan itu.” (QS. Yunus: 18)

Orang yang mensyirikkan Allah mengira sesembahan mereka bisa menjadi perantara mereka untuk mendapat syafaat dari Allah. Maka mereka telah salah dalam mencari perantara syafaat.

Begitupula firman Allah,

“Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat dari orang-orang yang memberikan syafaat.” (QS. Al Muddatstsir: 48)

Orang-orang kafir tidak memenuhi syarat untuk mendapat syafaat. Karena kekafiran mereka. Meskipun beribu-ribu kali meminta syafaat maka tidak akan diberikan.

Syarat mendapat syafaat

Bagi yang ingin memberi dan mendapat syafaat maka harus memperhatikan tiga syaratnya, yaitu:

Pertama, keridhaan Allah kepada pemberi syafaat.

Kedua, keridhaan Allah bagi pemohon syafaat.

Ketiga, izin Allah bagi pemberi syafaat.

Ketiga syafat ini terkumpul dalam satu firman Allah yaitu:

“Dan betapa banyak malaikat di langit, syafaat (pertolongan) mereka sedikit pun tidak berguna kecuali apabila Allah telah mengizinkan (dan hanya) bagi siapa yang Dia kehendaki dan Dia ridhai.” (QS. An-Najm: 26)

Dan dirincikan dalam ayat-ayat berikut:

“Tidak ada yang memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya.” (QS. Al Baqarah: 255)

يَوۡمَئِذٖ لَّا تَنفَعُ ٱلشَّفَٰعَةُ إِلَّا مَنۡ أَذِنَ لَهُ ٱلرَّحۡمَٰنُ وَرَضِيَ لَهُۥ قَوۡلٗا

“Pada hari itu tidak berguna syafaat (pertolongan), kecuali dari orang yang telah diberi izin oleh Tuhan Yang Maha Pengasih, dan Dia ridhai perkataannya.” (QS. Tha-Ha: 109)

Dari ketiga syarat ini maka orang kafir tidak layak mendapat syafaat, mengapa demikian? Karena kata syafaat itu sendiri berasal dari kata asy-syaf’u yang artinya genap, dan syaf’u lawan dari witir (ganjil).

Hal ini bermakna bahwa syafaat yang didapatkan seorang hamba hakikatnya berbarengan dengan apa yang dimiliki hamba berupa iman dan amal shalih, sehingga ia berfungsi sebagai penggenap, pelengkap, penyempurna bagi iman dan amal shalihnya. Jadi, syafaat bagi orang mukmin berfungsi untuk melengkapi kekurangan amal-amalnya ketika di dunia.

Para Pemberi Syafaat

Para Nabi, Malaikat, orang-orang beriman yang mendapat ridha dan izin dari Allah bisa memberi syafaat.

Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al Khudri bahwa Rasulullah bersabda: “Allah Ta’ala berfirman: “Para Malaikat, Nabi dan orang-orang beriman akan memberi syafaat…” (HR. Muslim)

Termasuk dalam golongan orang beriman adalah para syuhada’, sahabat yang shalih, anak yang shalih seluruhnya pun bisa memberi syafaat.

Adapun bentuk syafaat yang paling istimewa dimiliki oleh Rasulullah shallahu’alaihiwasallam. Karena beliau memiliki dua jenis syafaat, yaitu syafaat khashah (khusus hanya bisa dilakukan oleh beliau) dan syafaat ‘amah (syafaat yang bisa beliau dan selain beliau lakukan).

Syafaat khusus memiliki tiga bentuk, yaitu:

Pertama, Syafaat Al Udzma.

Syafaat ini berupa permohonan kepada Allah agar menyegerakan proses hisab di padang mahsyar. Ketika seluruh manusia telah dikumpulkan di padang mahsyar mereka menunggu dalam waktu yang panjang sehingga mereka berada pada puncak kecemasan dan kesulitan.

Sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih yang diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma bahwa Rasulullah bersabda:

“Sesungguhnya pada hari kiamat nanti manusia akan berkelompok-kelompok, setiap umat akan ikut bersama Nabinya, mereka meminta: “wahai fulan, berilah kami syafaat hal itu terus dilakukan hingga sampai kepada Rasulullah shallahu’alaihiwasallam, maka pada hari itulah Allah memberikan keistimewaan maqaman mahmud.” (HR. Bukhari)

Kedua, Syafaat Membuka Pintu Surga.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu ia berkata Rasulullah shallahu’alaihiwasallam bersabda: “Pada hari kiamat aku mendatangi pintu surga untuk membukanya, lalu penjaga pintu bertanya: ‘Siapa engkau?’ aku menjawab: “Aku adalah Muhammad.” maka penjaga itu berkata: “Denganmu aku diperintahkan agar tidak membukakan pintu ini kepada siapapun sebelummu.” (HR. Muslim)

Ini merupakan bentuk syafaat Rasulullah, karena beliaulah pintu surga terbuka untuk orang-orang selain beliau.

Ketiga, Syafaat Untuk Abu Thalib.

Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al Khudri bahwa suatu ketika Rasulullah menceritakan tentang paman beliau dan bersabda: “Semoga syafaatku bermanfaat untuknya pada hari kiamat, sehingga beliau diletakkan di permukaan neraka yang membakar mata kakinya, namun otaknya mendidih.” (HR. Bukhari Muslim)

Bentuk syafaat ini adalah permohonan untuk meringankan siksaan, karena Abu Thalib paman Rasulullah telah banyak membantu, menolong dan membela dakwah Rasulullah di Makkah. Ini tentunya kekhususan untuk Abu Thalib pengecualian dalam syarat-syarat mendapat syafaat.

Adapun syafaat ‘Ammah memiliki beberapa bentuk, yaitu:

Pertama, Syafaat untuk pendosa agar keluar dari neraka.

Dalam sebuah riwayat disebutkan Rasulullah SAW bersabda, “lalu ia mendatangi aku.maka aku meminta izin kepada Rabb-ku dan aku pun diizinkan. Pada saat aku sudah melihat-Nya,aku menyungkurkan diriku bersujud. Lalu Dia ( Allah SWT ) membiarkan dalam keaadaan sujud hingga beberapa saat waktu yang Allah kehendaki. Lalu dikatakan kepadaku,”Wahai Muhammad! Angkatlah kepalamu katakanlah niscaya perkataanmu akan didengar. Mintalah, niscaya permintaanmu akan diberikan, mintalah syafa’at niscaya akan diberikan syafa’at kepadamu.”

Lalu aku mengangkat kepalaku, aku memuji Rabb-ku dengan pujian yang telah diajarkan-Nya padaku, kemudian aku memberikan syafa’at. Lalu Dia memberikan batasan tertentu untukku, maka aku dapat mengeluarkan mereka dari neraka dan memasukkan mereka ke dalam surga. Kemudian aku kembali menjatuhkan diriku untuk sujud. Lalu Dia membiarkanku dalam keadaan sujud hingga beberapa saat yang Dia kehendaki untukku.

Lalu dikatakan kepadaku, “Angkatlah kepalamu! wahai Muhammad! katakanlah niscaya perkataanmu akan didengar. Mintalah, niscaya permintaanmu akan diberikan, mintalah syafa’at niscaya akan diberikan syafa’at kepadamu.” Lalu aku mengangkat kepalaku, aku memuji Rabb-ku dgn pujian yang telah diajarkan-Nya kpdku. Kemudian aku memberikan syafa’at. Lalu Dia memberikan batasan tertentu untukku. Maka dapat mengeluarkaan mereka dari neraka dan memasukkan mereka ke dalam surga ia berkata, “aku tidak tahu apakah bilangan ketiga dan keempat beliau bersabda, “lalu aku katakan, “wahai Rabb!Tidak ada yang tersisa di neraka melainkan orang yang ditahan oleh Al-Qur’an. Di mana ia harus kekal di dalamnya. “Ibnu ‘Ubaid berkata di dalam riwayatnya, Qotadah berkata,” ia harus kekal di dalamnya.” (HR. Bukhari Muslim)

Bentuk syafaat ini adalah menolak madharat dengan mengeluarkan para pendosa dari neraka.

Kedua, Syafaat Untuk Pelaku Dosa Besar

Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah shallahu’alaihiwasallam bersabda:

شفاعتي لأهل الكبائر من أمتي

“Semoga syafaatku untuk pelaku dosa besar dari umatku.” (Abu Daud 4741, Tirmidzi  2435, Ahmad 13222)

Yang dimaksud pelaku dosa besar adalah mereka yang meninggal dalam keadaan masih melakukan perbuatan itu, kekayakinan ahlussunnah wal jamaah terhadap mereka adalah di bawah kehendak Allah, jika berkehendak Allah mengadzab meraka, jika berkehendak Allah mengampuni mereka.

Jadi maknanya bisa jadi mereka dimasukkan ke dalam neraka kemudian dikeluarkan karena syafaat atau mereka bisa jadi mereka tidak jadi dimasukkan ke dalam neraka karena mendapat syafaat. Maka bentuk syafaat ini adalah menolak madharat.

Ketiga, Syafaat Meninggikan Derajat

Allah Ta’ala berfirman: “Dan orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga), dan Kami tidak mengurangi sedikit pun pahala amal (kebajikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS. Ath-Thur: 21)

Makna dari kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka adalah Allah mengangkat derajat mereka. Begitupula do’a Rasulullah kepada Abu Salamah saat beliau meninggal. Rasulullah berdoa:

اللهم اغفرلأبي سلمة، وارفع درجته في المهديِّين ،واخلفْه في عقبه في الغابرين، واغفر لنا وله يا رب العالمين، وافسح له في قبره، ونوِّر له فيه

“Ya Allah, berilah ampunan kepada Abu Salamah, tinggikanlah derajatnya bersama orang-orang yang mendapat hidayah, berilah dia penggantinya di dalam orang-orang yang ditinggalkan sesudahnya, ampunilah dosa-dosa kami dan dosanya, wahai Tuhan semesta alam, lapangkanlah kuburnya dan sinarilah dia di dalamnya.” (HR. Muslim, Abu Daud, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah).

Keempat, Syafaat Untuk Ashahabul A’raf

Mereka adalah orang yang perbuatan baiknya setara dengan perbuatan buruknya. Maka Rasulullah memberi mereka syafaat sehingga mereka bertempat di antara surga dan neraka.

Pada syafaat ‘ammah ini selain Rasulullah bisa memberikannya kepada orang yang dikehendaki, asalkan syarat-syaratnya terpenuhi. Semoga kelak kita mendapat syafaat Rasulullah dan orang-orang shalih disekitar kita amin.

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *