Sabtu (6/1) pagi, ada majelis tambahan bersama Sheikh Akram Hamid Al-Bukhari. Yang sangat menarik buat saya pagi itu ialah yg beliau singgung soal kesukubangsaan. Beliau katakan, di hadapan Allah, manusia yang paling mulia adalah manusia yang bertaqwa. Bukan keturunan orang ningrat, raja, atau pejabat.
Hanya Islam yg membuat kita mulia. Budak pun akan jadi mulia jika komitmen pada ajaran AllAh. Sebaliknya, keturunan seorang nabi bisa menjadi sangat hina jika jauh dari ajaran leluhurnya. Sebab, nasab sesungguhnya yg diakui Islam adalah nasab ideologis, bukan nasab biologis.
Yang membuat Islam kuat bukanlah persatuan atas nama persamaan suku, bangsa, bahasa, maupun negara. Tetapi, yang membuat Islam kuat adalah persatuan atas nama akidah.
Penjelasan beliau tak berhenti di situ. Lebih menggigit lagi, beliau angkat suara tinggi-tinggi sambil mengatakan, “Al-Quds tidak akan mungkin kembali ke pangkuan kita jika perjuangan merebut kota suci ini hanya dilandaskan pada nilai-nilai kebangsaan. Tidak akan pernah kembali terebut. Tapi, harus didasari oleh nilai perjuangan di jalan Allah, demi menegakkan kalima-Nya.”
Haru mendengarnya. Apalagi, yang hadir di majelis itu adalah Muslim dari berbagai negara. Dan, mayoritas adalah pemuda. Ada yang berambut hitam, pirang, berkulit hitam, putih, kecoklatan. Dari Nigeria, Indonesia, Bosnia, Lebanon, Syria, Saudi Arabia, Yaman, Mesir, Libia, Suku Kurdistan, semua berbaur menjadi satu dalam dekapan ukhuwah. Tersentuh oleh kata-kata indah Sheikh Akram yang “menghipnotis” seisi ruangan.
Semoga, kesadaran umat semakin kuat. Kejayaan Islam semakin dekat.
Reporter: Herliawan Setiya (Peserta Dauroh Internasional Jeddah Saudi 2018)