Suami Tidak Memberi Nafkah, Otomatis Cerai ?

Konsultasi Syariah Himayah

Tema: Suami Tidak Memberi Nafkah, Otomatis Cerai?

Pertanyaan:

Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh. Ustadz mau tanya bagaimana hukumnya suami yang tidak memberikan nafkah kepada istrinya selama tiga sampai lima tahun, apakah masih sah jika berhubungan intim lagi?

Jawaban:

Secara singkat jawaban dari pertanyaan ini adalah suami tetap sah untuk berhubungan intim dengan istrinya. Karena yang menjadikan hubungan intim tidak sah lagi dilakukan suami-istri adalah jika telah terjadi perceraian antara keduanya.

Jika suami tidak menafkahi istri maka tidak secara otomatis menyebabkan perceraian, sebagaimana jika istri tidak taat kepada suami tidak lantas menyebabkan perceraian.

Namun kita coba meluaskan jawaban ini. Apakah istri boleh meminta cerai jika suami tidak memberi nafkah dalam waktu yang cukup lama semisal tiga sampai lima tahun?

Maka masalah ini perlu perincian. Pertama, Jika alasan suami tidak memberi nafkah karena ketidakmampuan semisal sakit, usahanya bangkut, banyak hutang dan lainnya. Maka secara hukum fikih istri boleh meminta cerai, namun yang lebih utama istri tidak meminta cerai dan membantu suami untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Mengapa lebih baik bersabar dan tidak tidak meminta cerai? Karena apa gunanya hubungan suami-istri jika masing-masing hanya ingin suka namun tidak mau duka. Padahal kehidupan rumah tangga pastilah ada suka-dukanya.

Kedua, jika alasan suami tidak memberi nafkah karena ingin menelantarkan istri. Maka suami berdosa karena mendzalimi istrinya.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Al Baqarah: 228)

Jika hal ini terjadi maka istri boleh meminta cerai. Bahkan, jika tidak bercerai justru akan memberikan madharat yang lebih besar kepada istri maka wali hakim dalam hal ini pegang oleh KUA setempat wajib memisahkan keduanya.

Sayid Sabiq mengatakan,

وإن على القاضي أن يزيل هذا الضرر. وإذا كان من المقرر أن يفرق القاضي من أجل الغيب بالزوج فإن عدم الانفاق يعد أشد إيذاءا للزوجة وظلما لها من وجود عيب بالزوج، فكان التفريق لعدم الانفاق أولى

Wajib bagi hakim (KUA) untuk menghilangkan sesuatu yang membahayakan istri. Ketika dipahami bahwa hakim boleh memisahkan suami istri karena suami lama menghilang, sementara tidak memberi nafkah termasuk menyakiti dan mendzlimi istri, lebih menyakitkan dari pada sebatas adanya aib pada suami, maka wewenang hakim untuk memisahkan suami istri karena tidak memberi nafkah, lebih kuat. (Fiqh Sunah, 2/288).

wallahu a’lam.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *