Suami Tidak Mau Menceraikan Istri

Pertanyaan :

Seorang istri yang tidak mendapat haknya dari suami, didzalimi lalu mengajukan khulu’ kepengadilan, namun suami tidak mau mentalaknya, bagaimana solusinya?

Jawaban :

alhamdulillah wasshalatu wassalamu ‘ala Rasulillah.

Ikatan pernikahan menuntut pasangan suami istri untuk menunaikan hak dan kewajibannya masing-masing.

Jika salah satu pasangan tidak mendapatkan hak atau tidak menjalankan kewajibannya maka bagi suami boleh mentalak istri dan bagi istri boleh mengajukan gugatan cerai (khulu’) terhadap suami.

Allah melarang suami yang tidak bertanggung jawab terhadap istrinya, untuk mempertahankan istrinya, agar bisa semakin mendzaliminya. Dia buat istrinya terkatung-katung, punya suami tidak pernah tanggung jawab.

Allah berfirman,

وَلَا تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَارًا لِتَعْتَدُوا وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ

“Janganlah kamu pertahankan (dengan rujuk) mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.” (QS. al-Baqarah: 231)

Allah menjelaskan dalam ayat ini, suami yang telah menceraikan istrinya, hingga mendekati habisnya masa iddah, maka suami punya 2 pilihan:

1. Dirujuk dengan maksud baik, dalam rangka membangun keluarga yang sakinah
2. Dilepas jika tidak lagi menghendaki bersama istrinya.

Demikian pula wanita, dia berhak untuk gugat cerai, ketika suaminya tidak menjalankan kewajibannya. Sebagaimana suami tidak boleh menyusahkan istrinya, maka istri juga boleh membebaskan dirinya dari kesusahan yang disebabkan kedzaliman suaminya.

Sayid Sabiq mengatakan,

وإن على القاضي أن يزيل هذا الضرر. وإذا كان من المقرر أن يفرق القاضي من أجل الغيب بالزوج فإن عدم الانفاق يعد أشد إيذاءا للزوجة وظلما لها من وجود عيب بالزوج، فكان التفريق لعدم الانفاق أولى

Wajib bagi hakim (KUA) untuk menghilangkan sesuatu yang membahayakan istri. Ketika dipahami bahwa hakim boleh memisahkan suami istri karena suami lama menghilang, sementara tidak memberi nafkah termasuk menyakiti dan mendzlimi istri, lebih menyakitkan dari pada sebatas adanya aib pada suami, maka wewenang hakim untuk memisahkan suami istri karena tidak memberi nafkah, lebih kuat. (Fiqh Sunah, 2/288).

Jadi, talak bisa jatuh pada istri jika suami meceraikan atau dipisahkan oleh hakim dalam hal ini KUA.

Meskipun solusi pisah sebisa mungkin dijadikan pemecahan terakhir, selama masih memungkinkan diperbaiki. wallahu a’lam.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *