Spektrum Jahiliyah dalam Al-Quran, Kedua: Hukum Jahiliyah
Allah ‘azza wajalla menyebutkan istilah Jahiliyah di dalam al-Quran dalam empat jenis. Yakni Dzan Jahiliyah, Hukum Jahiliyah, Tabaarruj Jahiliyah, dan Fanatisme Jahiliyah. Keempat jenis karakter Jahiliyah tersebut saling berkaitan membentuk sebuah spektrum Jahiliyah. Spektrum Jahiliyah dalam al-Quran yang kedua adalah hukum Jahiliyah.
Allah ‘azza wajalla berfirman,
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Apakah mereka mau mencari hukum Jahiliyah. Siapa yang lebih baik hukumnya bagi orang yang yakin?” (QS. An-Nisa: 50)
Allah mengkritik manusia yang meninggalkan aturan Allah dan lebih mengedepankan aturan yang dibuat sendiri. Sementara di sana banyak pelanggaran terhadap hukum Allah. Allah sebut hukum ini sebagai hukum Jahiliyah.
Hukum Jahiliyah, itulah setiap aturan yang melanggar syariat. Hukum Jahiliyah merupakan sumber kerusakan tatanan masyarakat. Ketika manusia dibiarkan meraba untuk membuat aturan sendiri dengan spekulasi akalnya, bisa dipastikan akan ada banyak kezaliman dan ketimpangan. Sehingga mereka butuh aturan syariat, agar mareka bisa lebih terkendali.
Maksudnya, aspek perundang-undangan yang mengatur masyarakat Jahiliyah yang berbasis pada hawa nafsu dan kecenderungan pribadi. Landasan hukum Jahiliyah adalah hawa nafsu manusia, dan ini secara tegas dilarang oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Allah memerintahkan Nabi untuk mengatur urusan manusia dengan apa yang Allah turunkan dan menghindari hawa nafsu manusia. Allah ‘Azza wa Jalla:
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Maidah: 49)
Mengomentari ayat (Dan janganlah ikuti hawa nafsu mereka) Ibnu Katsir mengatakan:
آرَاءَهُمُ الَّتِي اصْطَلَحُوا عَلَيْهَا، وَتَرَكُوا بِسَبَبِهَا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى رسله
“Maksudnya, janganlah mengikuti pendapat-pendapat yang mereka sepakati yang dengan itu kamu meninggalkan apa yang diturunkan Allah kepada rasul-Nya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/117)
Ketika menjelaskan aspek hukum Jahiliyah, Ibnu Katsir berkata:
يُنْكِرُ تَعَالَى عَلَى مَنْ خَرَجَ عَنْ حُكْمِ اللَّهِ الْمُحْكَمِ الْمُشْتَمِلِ عَلَى كُلِّ خَيْرٍ، النَّاهِي عَنْ كُلِّ شَرٍّ وَعَدْلٍ إِلَى مَا سِوَاهُ مِنَ الْآرَاءِ وَالْأَهْوَاءِ وَالِاصْطِلَاحَاتِ الَّتِي وَضَعَهَا الرِّجَالُ بِلَا مُسْتَنَدٍ مِنْ شَرِيعَةِ اللَّهِ، كَمَا كَانَ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ يَحْكُمُونَ بِهِ مِنَ الضَّلَالَاتِ وَالْجَهَالَاتِ مِمَّا يَضَعُونَهَا بِآرَائِهِمْ وَأَهْوَائِهِمْ، وَكَمَا يَحْكُمُ بِهِ التَّتَارُ مِنَ السِّيَاسَاتِ الْمَلَكِيَّةِ الْمَأْخُوذَةِ عَنْ مَلِكِهِمْ جِنْكِزْخَانَ الَّذِي وَضَعَ لَهُمُ الياسق ، وَهُوَ عِبَارَةٌ عَنْ كِتَابٍ مَجْمُوعٍ مِنْ أَحْكَامٍ قد اقتبسها من شَرَائِعَ شَتَّى: مِنَ الْيَهُودِيَّةِ وَالنَّصْرَانِيَّةِ وَالْمِلَّةِ الْإِسْلَامِيَّةِ وغيرها، وَفِيهَا كَثِيرٌ مِنَ الْأَحْكَامِ أَخَذَهَا مِنْ مُجَرَّدِ نظره وهواه
“Allah ‘azza wajalla mengingkari setiap orang yang keluar dari hukum (aturan) Allah yang telah ditetapkan yang mengandung setiap kebaikan dan melarang setiap keburukan dan berpaling (berhukum) kepada selain hukum Allah, baik itu berupa pendapat-pendapat, hawa nafsu, dan kesepakatan-kesepakatan yang ditetapkan oleh manusia tanpa ada landasan dari syariat Allah. Kondisi ini seperti masyarakat Jahiliyah yang berhukum dengan kesesatan-kesesatan dan kebodohan yang berdasar pada pikiran dan hawa nafsu mereka. Seperti yang dilakukan oleh Tartar yang berhukum dengan konstitusi kerajaan yang diambil dari raja mereka Jenghis Khan yang telah menetapkan Ilyasiq bagi mereka. Yaitu sebuah kompilasi perundang-undangan yang dikutip dari berbagai aturan, dari Yahudi, Nasrani, Islam dan selainnya dan banyak juga hukum-hukum yang dia ambil dari pendapat dan hawa nafsunya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/119)
Jadi, jika ada manusia yang menyatakan diri beriman kepada Allah, tapi enggan menerapkan hukum Allah dan malah membuat hukum dan syariat sendiri, maka dia terjangkiti dua kejahiliyahan; dzan Jahiliyah dan hukum Jahiliyah; Berpikir secara Jahiliyah dan bertindak menggunakan hukum Jahiliyah. [Ibnu Rodja/istidlal.org]