Pada tema sebelumnya “Syaitan dalam mengelincirkan manusia” telah dipaparkan tentang metode setan dalam menggelencirkan manusia yaitu dengan menjadikan kebatilan terasa indah. Tulisan ini akan menyinggung tentang metode lainnya atau penulisnya menyebutnya dengan skenario setan dalam menyesatkan manusia, yaitu dengan memunculkan dua kubu ekstrim dalam menyikapi puasa.
‘Ibn al Qayyim telah menyatakan, “Tidaklah Allah memerintahkan suatu perintah melainkan setan datang dengan membawa dua bisikan ekstrim: Meremehkan dan berlebih-lebihan.” (Madarij as Salikin: 2/496, al Wabil as Shayyib: 24, ar Ruh: 257).
Dari apa yang dipaparkan Ibn al Qayyim, kita bisa mengambil beberapa contoh, di antaranya amalan yang sedang kita lakukan; puasa Ramadhan. Ketika Allah memerintahkan puasa di bulan Ramadhan, maka datanglah setan dengan membentuk dua kalangan ekstrim:
Pertama, kalangan yang malas, lalai dan meremehkan. Dalam kajian sekte-sekte sempalan Syiah Rafidhah dengan mudah kita menemukan adanya kalangan yang masuk dalam klasifikasi ini. Di antaranya sekte Janahiyah yang menggugurkan seluruh kewajiban termasuk puasa di dalamnya; sekte Khaththabiyah yang didirikan Abul Khaththab yang memberikan kompensasi kepada para pengikutnya untuk tidak berpuasa; sekte Hazimiyah dan Kaisaniyah yang menyatakan inti agama adalah mengenal imam. Jika seseorang sudah mengenal imam maka kewajiban-kewajiban yang ada termasuk puasa menjadi gugur; sekte Nushairiyah dan Darruziyah yang menyatakan puasa yang penting tidak melakukan jima’, adapun makan dan minum boleh dilakukan di siang hari.
Demikian juga yang dilakukan sekte Bahaiyah, mereka berpuasa hanya 19 hari dan puasa dilakukan di luar bulan Ramadhan serta bagi mereka hakikat puasa adalah menahan makan dan minum. Adapun melakukan jima di siang hari hukumnya boleh.
Hal serupa dilakukan kalangan sufi menyimpang, di antaranya adalah Al-Hallaj. Ibn Katsir dalam kitabnya al Bidayah wa an Nihayah menyebutkan bahwa menurut Al-Hallaj, seseorang yang berpuasa tiga hari berturut-turut tanpa buka senilai dengan puasa Ramadhan; yang mengunjungi makam syuhada dan kalangan Quraisy selama 10 hari sambil melakukan shalat, berdoa, berpuasa dengan bebuka hanya dengan roti gandum kering dan garam maka telah mewakili ibadahnya dalam sisa umurnya.
Di kutub yang lain, ada juga kalangan yang senang berlebihan. Dalam tema puasa ada kalangan yang gemar melakuakn sesuatu secara berlebihan, seperti yang dilakukan Ibn Faridh. Ia berpuasa selama 40 hari berturut-turut.
Perbuatan tersebut jelas bertentangan dengan prinsip Ahlu as Sunnah sebagaimana yang dikatakan Abdul Qahir al Baghdadi (w. 1036M): “Puasa Ramadhan berakhir dengan terlihatnya hilal Syawal atau jumlah hitungan hari Ramadhan digenapkan menjadi 30 hari”.
Termasuk dalam kalangan ini adalah mayoritas sekte Syiah, termasuk Syiah yang ada di Inndonesia. Mereka melakukan buka puasa ketika hampir menjelang waktu ‘Isya. Serta melecehkan kaum muslimin yang berbuka puasa tatkala matahari sudah terbenam (waktu shalat Magrib).
Seperti yang dilakukan oleh salah satu penganut atau pendukung sekte tersebut dalam pernyataan di Path: Tapi kenapa kok adzan magrib di tv atau di mesjid langit masih terang yah??? Waahh batal puasa anjas…
Mereka menyebut Ahlussunnah yang buka puasa tatkala matahri sudah terbenam dengan sebutan: Batal puasanya dan sebutan anjas yang mengandung arti bahwa Ahlu as Sunnah adalah najis.
(Ust. Dr. Anung Al Hamat, Lc., M.Pd.I)