Sebagai orang tua memang seringkali kita ‘pengen tahu banget’ tentang apa-apa yang terjadi pada anak kita. Hal itu sangat wajar dan manusiawi bahwa orang tua sangat ingin melindungi anak-anaknya dari hal-hal yang tidak dikehendaki.
Akan tetapi seringkali instink orang tua ini tidak ditunjang dengan komunikasi yang intens, ketrampilan komunikasi yang baik dan mengganggap persepsi kita sebagai orang tua sama dengan persepsi remaja kita, dan lebih benar dibanding dengan si ABG.
Jadi maksud hati ingin dekat dan tahu apa yang terjadi pada anak kita, apa daya anak-anak justru mengira mereka sedang diinterogasi. Namun hal ini seringkali tidak disadari oleh kita sebagai orang tua, tidak sadar bahwa mimik muka kita begitu menakutkan dengan tatapan mata yang seram dan sama sekali tidak bersahabat.
Berinteraksi dengan remaja memang gampang-gampang susah. Gampang kalau kita sudah dapat kuncinya tapi akan menjadi susah kalau kita tidak paham bagaimana kita harus menyikapinya.
Berinteraksi dengan remaja bukanlah sebuah proses yang ujug-ujug, bukan seperti seminar sehari yang sekali diucapkan pasti langsung dikerjakan.
Berhasilnya orang tua menjadi teman bagi remaja merupakan buah komunikasi intens yang dibangun semenjak anak berusia dini.
Ya betul, semenjak dini bangun komunikasi dengan anak, ini berlaku tidak hanya untuk para ibu saja akan tetapi ayah juga memegang peranan penting dalam hal ini.
Seorang anak perempuan yang mendapatkan figur laki-laki dari ayahnya, tidak akan mudah terbujuk rayuan gombal laki-laki. Dia akan dapat dengan mudah mengidentifikasi mana laki-laki sholeh dan mana laki-laki alay. Seorang anak laki-laki yang mendapatkan figur perempuan yang sholehah dari ibunya, akan dapat bersikap menghormati dan menghargai perempuan.
Juga jangan lupa selalu menyertakan hati kita dalam berkomunikasi dengan anak-anak. Komunikasi dari hati akan diterima juga oleh hati dengan tidak mengenyampingkan ketegasan sebagai pra syarat pendidikan secara umum. Sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Ibrahim dengan tugas dakwahnya yang luar biasa tapi sungguh beliau berhasil mendidik Nabi Ismail sebagai seorang dengan pribadi yang sholeh. Atau sebagaimana Nabi Ya’kub yang telah menjadi figur luar biasa bagi Nabi Yusuf, hingga pada saat Zulaikha mendatangi dan menggoda Nabi Yusuf, maka yang diingat adalah pesan Nabi Ya’kub sebagai seorang ayah.
Sebaliknya cukuplah kita mengambil ibrah dari kasus-kasus yang terjadi di sekitar kita dimana marak terjadi kasus-kasus perkosaan, MBA (Married By Accident), aborsi pada anak belia hingga tidak jarang berakhir pada kematian.
Dan yang penting juga sertakan do’a kita dalam mendidik anak-anak kita. Sesungguhnya Alloh lah yang memiliki hati mereka, maka sudah selayaknya kita minta pada Alloh agar anak-anak kita menjadi penyejuk mata dan menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah. (Bersambung)