Semangat Berbagi Manfaat
Oleh: Ust. Marzuki Ibnu Syarqi
Diantara karunia Allah kepada hamba-Nya adalah dijadikannya banyak pintu dan jalan kebaikan. Dengan demikian ada banyak pilihan amalan yang bisa dilakukan. Secara umum, kebaikan itu terbagi menjadi dua; Pertama: amal kebaikan yang manfaatnya kembali dan hanya dirasakan oleh pelakunya. Kedua: Amal kebaikan yang manfaatnya juga dirasakan oleh orang atau makhluk yang lain.
Jenis yang pertama biasanya berupa ritual ibadah langsung kepada Allah, sedangkan yang kedua adalah ibadah dalam pengertian berbuat baik kepada sesama makhluk. Kedua-duanya -sebagaimana yang dinyatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah- adalah pilar kesalihan. Semakin banyak manfaat yang bisa diberikan kepada orang lain, maka akan semakin tinggi derajat seorang hamba disisi Allah dan itu hanya bisa diperoleh oleh kaum mukminin.
Abdullah bin Umar menuturkan bahwa seseorang bertanya kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, “Wahai Rasulullah siapakah orang yang paling dicintai oleh Allah?” Rasulullah menjawab, “Orang yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Ath-Thabrani)
Jika memberi manfaat untuk kehidupan dunia memiliki keutamaan yang luar biasa; maka lebih utama lagi memberikan manfaat bagi manusia untuk kehidupan akhirat mereka. Maka pemberi manfaat yang paling tinggi derajatnya adalah mereka yang memberi manfaat bagi manusia untuk kehidupan akhirat mereka. Oleh itu para rasul adalah manusia paling bermanfaat dan paling mulia; mereka diutus oleh Allah untuk menyeru manusia agar senantiasa taat dan patuh kepada Allah, mengajarkan syariat, menempuh jalan hidayah, dan agar manusia selalu berorientasi pada kehidupan abadi yaitu kehidupan akhirat.
Ketika sahabat Abu Dzar Al-Ghifari datang ke Mekah untuk masuk Islam, Rasulullah bertanya kepadanya, “Apakah kamu mau menjadi dai bagi kaummu? Mudah-mudahan Allah memberi manfaat kepada mereka melalui dirimu sehingga kamu mendapatkan pahala karenanya.” (HR. Muslim)
Semangat para shahabat
Pada puncak musim panas yang membakar tahun kesembilan Hijriyah Rasulullah mendengar bahwa Romawi Timur sedang merancang serangan besar terhadap Madinah. Setelah bermusyawarah, Rasulullah memutuskan untuk mendahului menyerang. Mobilisasi pasukan pun segera dilakukan. Saat itu yang dituju adalah Tabuk. Sementara itu cuaca sangat panas. Keadaan perekonomian di Kota Madinah sedang mengalami kelesuan, sedang para petani korma sudah bersiap menuju musim panen raya.
Seruan Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam disambut dengan sangat antusias oleh para shahabat; Abu Bakar menyedekahkan seluruh harta cashnya, Umar menyerahkan separo dari kekayaannya, Utsaman menyerahkan: sepuluh ribu dinar, tigaratus onta lengkap dengan muatannya, serta limapuluh ekor kuda perang. Abdurrahman bin Auf menyerahkan emas seberat 200 uqiyah. Disusul kemudian oleh Al Abbas, Thalhah, Muhammad bin Maslamah, Ashim bin Adi membawa 90 wasaq korma. Demikian seterusnya hampir semua penduduk Madinah baik kaya maupun miskin, laki-laki maupun perempuan ikut andil, hingga ada yang berinfak meski hanya segenggam korma, sementara itu kaum wanita menyerahkan pershiasannya. Bahkan ada pula seorang shahabat mulia bernama Abu Ulbah yang tidak memiliki apa pun untuk ia infakkan di jalan Allah, lalu ia menghadap Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam dan menyatakan menginfakkan kehormatan dirinya kepada Allah.
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa sembilan orang shahabat datang menghadap Rasulullah. Nampak kesedihan menggelayuti wajah mereka. Mereka berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, adakah kiranya yang bisa membekali kami agar kami bisa ikut serta berperang di jalan Allah?” Rasulullah menjawab, “Aku tidak mendapatkan bekal yang cukup untuk bisa memberangkatkan kalian.” Kesembilan orang ini pun langsung berurai air mata, membalik badan, lalu menumpahkan kesedihan mereka. Kejujuran dan tekad mereka kemudian menjadi asbab turunnya firman Allah,
“Dan tidak ada pula (dosa) atas orang-orang yang mendatangimu (Muhammad) agar engkau memberi kenadaraan kepada mereka, lalu engkau berkata, “Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu.” lalu mereka kembali dalam keadaan bercucur air mata karena sedih, sisebabkan mereka tidak mendapati apa pun yang bisa mereka infakkan (untuk ikut berperang)” (QS. At-Taubah:92)
Demikianlah semangat para shahabat untuk memberi manfaat, berlomba berderma dengan cara apapun yang mereka bisa. Bahkan mereka yang tidak bisa memberi apa-apa pun bersedia memberikan kehormatan diri dan kedudukannya untuk berderma.
Bukan Soal Banyak
Peluang kebaikan yang Allah berikan kepada masing-masing orang bisa saja berbeda bentuk, kadar dan waktunya. Yang terbaik ukurannya bukan semata diukur siapa yang bisa berbagi manfaat terbanyak dalam nominal atau terbesar dibandingkan dengan yang lain, akan tetapi diukur dengan ketulusan, keadaan serta ketepatan. Orang yang ikhlas berbagi sebagian dari hartanya meski sebenarnya dia sendiri tergolong orang yang membutuhkan, diberikan dijalan kebajikan, bisa lebih bernilai disisi Allah dibandingkan dengan orang yang memiliki kekayaan melimpah, kemudian ia bersedekah dengan nominal yang lebih besar dibandingkan orang yang pertama, bisa jadi sedekah orang orang yang pertama lebih besar nilainya di sisi Allah.
Suatu ketika Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Satu dirham telah mengungguli seratusribu dirham.” Seorang shahabat bertanya, “Bagimana itu bisa terjadi wahai Rasulullah?” Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menjawab, “Seseorang memiliki dua dirham kemudian dia sedekahkan satu dirhamnya. Sedangkan seorang lagi dia memiliki harta yang banyak, lalu dia sedekahkan seratusribu dirham darinya.” (HR. Ahmad dan An-Nasai)
Tidak Selalu Materi
Berbagi manfaat kepada sesama tidak selalu harus berujud materi seperti uang, makanan, ataupun pakaian. Berbagi manfaat bisa pula berupa ilmu, nasihat, akhlak yang mulia, ataupun tenaga.
Ilmu adalah jariyah yang paling utama, “Jika anak keturunan Adam mati maka terputus segala amalnya, kecuali tiga hal, “…ilmu yang berimanfaat.” (HR. Muslim)
Sikap yang menyenangkan hati, wajah yang berseri adalah senilai sedekah, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Kamu menjumpai saudaramu dengan wajah yang berseri adalah sedekah.” Dalam hadits yang lain, “Diantara amal yang paling dicintai oleh Allah adalah memasukkan rasa senang dalam hati kaum mukminin.” (HR. Ath-Thabrani)
Bahkan pohon ditanam lalu pohonnya dijadikan oleh manusia untuk berteduh, atau buahnya dimakan oleh manusia ataupun hewan, maka akan menjadi sedekah bagi yang menanamnya. Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah seorang muslim menanam pohon atau menanam tanaman, lalu dimakan oleh burung, atau manusia atau hewan melainkan akan menjadi sedekah baginya. Dalam riwayat yang lain, “atau dicuri orag.” (HR. Muslim)
Maka orang yang cerdas adalah orang yang bisa memanfaatkan peluang kebaikan yang Allah bukakan, lalu menekuninya. Jika pun sama sekali tidak bisa melakukan satu kebaikan pun kepada orang lain maka menahan diri untuk tidak berbuat buruk kepada orang lain adalah bentuk memberi manfaat secara tidak langsung.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Setiap jiwa muslim berkewajiban untuk bersedekah.” Para shahabat bertanya, “Wahai Nabi Allah bagaimana dengan orang yang tidak memiliki sesuatu untuk bersedekah?” Rasulullah menjawab, “Dia bisa bekerja sehingga dia bisa mendapatkan mafaat untuk dirinya dan bisa pula bersedekah.” Para shahabat bertanya lagi, “Bagaimana dengan orang yang tidak mendapatkan pekerjaan?” Rasulullah menjawab, “Dia bisa membantu orang yang terzalimi.” Para shahabat bertanya lagi, “Bagaimana jika dia juga tidak mendapatkannya?” Rasulullah menjawab, “Hendaknya dia melakukan apapun yang baik dan menahan diri dari keburukan dan itu baginya adalah sedekah.” (Muttafaq alaih)
Olehnya, tiada alasan untuk meremehkan kebajikan sekecil apapun. Sebab, kita tidak mengetahui dengan kebaikan yang mana Allah ridha kepada kita, lalu menjadikannya sebagai sebab kita memperoleh jannahNya. Sebab seorang wanita pelacur yang memberi minum seekor anjing yang kehausan pun Allah ampuni dan Allah masukkan kedalam surgaNya. Jangan pernah bosan berbagi manfaat meski hanya satu kalimat kebaikan, meski hanya sebungkus makanan ringan, atau seteguk air. Semoga Allah selalu melapangkan hati kita untuk selalu memberi manfaat.