Oleh: Fajar Jaganegara
Andalusia telah menjadi bagian dari sejarah peradaban Islam dalam kurun waktu hampir 800 tahun lamanya, terhitung sejak tahun 711 M sampai tahun 1492 M. Andalusia menjadi bagian wilayah kaum muslimin sejak masa kekhalifahan Walid bin Abdul Malik dari daulah Umawiyah.
Setelah membebaskan wilayah Afrika Utara, Bani Umayah memperluas wilayahnya menuju Isbania yang terletak di semenanjung Iberia, daratan yang berada di seberang Maroko, yang kemudian disebut sebagai Andalusia, yang secara harfiah berarti tanah orang-orang Vandal.
Andalusia dibebaskan oleh Musa bin Nusair dan Thariq bin Ziyad sebagai panglima pasukan. Mereka menyebrang melewati selat Gibraltar untuk kemudian mendarat di daratan Andalusia. Singkat cerita pasukan kaum muslimin disambut oleh Raja Roderick, terjadilah pertempuran di mulut sungai Barbate, pertempuran yang dimenangkan oleh kaum muslimin dan menjadi titik balik perubahan sejarah di semenanjung Iberia.
Andalusia berubah, Islam jadi spirit baru yang membawa angin perubahan, dalam perjalanannya Andulia menjadi kiblat kebaikan dan menajdi salah satu batu loncatan bagi perubahan bangsa Eropa di kemudian hari.
Gambaran tentang suasana di puncak peradaban muslim di Andalusia adalah titik awal perubahan bagi sejarah negeri tersebut. Islam membuka suatu era baru di mana kebenaran dan keadilan ditegakkan, kebebasan beragama terjamin bagi orang-orang selain Islam dari Yahudi dan Nasrani. Sendi-sendi Islam ditegakkan demi membentuk sebuah masyarakat yang shaleh, pemerintahan yang adil dan mengayomi masyarakat.
Seperti seorang manusia, peradaban pun ada batasnya, siklus lahir, tumbuh kuat dewasa, lalu menua dan lemah juga terjadi pada sebuah peradaban. Pun, bagi peradaban Andalusia, sunnatullah tersebut juga berlaku atasnya. Lahir, bertumbuh, berjaya, melemah, layu hingga akhirnya mati terkubur, menyisakan kenangan sejarah bagi umat Islam bahwa dahulu tanah yang hari ini disebut Spanyol pernah menjadi bagian dari kekuasaan Umat Islam.
Maka pada tulisan singkat ini akan dibahas tentang sebab-sebab runtuhnya daulah Andalusia, apa saja yang menjadi faktor kejatuhan Andalusia setelah nyaris 800 tahun eksis di muka Bumi.
Penyebab-Penyebab Kelemahan
Ada beberapa penyebab yang menjadi alasan lemahnya Andulusia hingga akhirnya jatuh. Kejatuhan Andalusia bukan terjadi secara langsung, akan tetapi terjadi secara bertahan. Seperti seorang manusia yang menua dan lemah ditambah dengan berbagai penyakit yang menggerogoti tubuhnya hinga akhirnya mati secara mengenaskan, seperti itulah Andalusia sebagai sebuah peradaban.
Penulis merangkum beberapa faktor yang menyebabkan jatuhnya Andalusia menjadi beberapa poin, di antaranya:
- Hilangnya esensi ajaran Islam
Sesungguhnya kemenangan heroik Islam tidak hanya didasari oleh kemampuan dan kekuatan fisik saja, melainkan ketakwaan kepada Alloh Swt dalam menjalankan segala perintah Nya dan menjauhi larangan – larangan Nya.
Sebagaimana tujuan syariat Islam pada dasarnya adalah untuk kemaslahatan manusia. Sayangnya, di masa kemunduran, justru terjadi kasus – kasus pilu, dimana pemimpin dan pejabat tinggi yang seharusnya membimbing umat malah jatuh kedalam lubang kemaksiatan.
Hal ini tercermin dalam wujud kasus kebobrokan sikap pejabat tinggi Muslim, yang tidak kompeten bahkan cenderung sering melakukan hal – hal buruk seperti mengikuti hawa nafsu, tidak dapat mengendalikan bala tentara hingga ketidakjelasan perihal keuangan negara, seperti memberikan harta kepada yang tidak berhak dan sebaliknya tidak diberikan kepada yang hak.
Hilangnya esensi ajaran Islam dalam pengamalan dan ruh perjuangan kaum muslimin menjadi sebab utama lahirnya benih-benih kejatuhan dan kekalahan.
Baca juga :
Sebab Terjadinya Perbedaan Pendapat Ulama & Cara Menyikapinya
- Adanya disintegrasi di tengah kaum muslimin
Komponen masyarakat yang heterogen dan tidak adanya figur kuat yang bisa menjalin keberagaman tersebut menjadi sebab terjadinya disintegrasi umat Islam di Andalusia. Terjadinya perubutan kekuasaan dan wilayah demi kepentingan suku atau golongan masing-masing.
Hal ini sudah terjadi sejak awal kedatangan kaum muslimin di Andalusia, di mana ada gesekan antara orang-orang Arab dan orang-orang Berber yang menjadi bagian utama pasukan kaum muslimin yang mendarat di Andalusia, ditambah nanti dengan orang tempatan yang kemudian memeluk Islam. Tarik ulur pengaruh dan kepentingan menjadi penyebab adanya disintegrasi di tubuh kaum muslimin. Meskipun hal tersebut dapat sedikit diredam dan berkurang pada masa kepemimpinan yang kuat seperti Abdurrahman ad-Dakhil dan Abdurrahman an-Nasir.
Sesungguhnya Sunnatullah tidaklah berubah, dimana ada perpecahan disitu ada pula kebinasaan. Maka tidak aneh jika beberapa ahli sejarah mengatakan kehancuran ini dipicu juga oleh kecintaan berlebih terhadap dunia. Isyarat perpecahan ini telah Allah ingatkan dalam al-Quran:
وَأَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَا تَنَٰزَعُواْ فَتَفۡشَلُواْ وَتَذۡهَبَ رِيحُكُمۡۖ وَٱصۡبِرُوٓاْۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS al-Anfal: 46)
Gejala disintegrasi ini bahkan sudah terbaca oleh Karel Martel yang menjadi seteru Abdurrahman al-Ghafiqi di Poiters, ia menasehati kaumnya untuk tidak buru-buru menghadang bangsa Arab (pasukan Andalusia). “Karena orang-orang ini memiliki kemauan yang keras, dan niat yang suci dan benar. Dalam keadaan tersebut mereka sulit dihancurkan, maka tungulah sampai mereka menjadi tenang kemudian mereka akan berlomba untuk merebut kepemimpinan, kekayaan dan harta. Ketika itulah mereka berselisih dan lemah, itu akan memberikan kesempatan kepada kalian untuk menang dengan mudah.”
Perlu diingat persatuan bukan berarti memiliki satu pemimpin. Sebab hal ini bukanlah jaminan bersatunya umat, seperti yang sudah dibuktikan dalam peristiwa sejarah. Tapi persatuan lahir didasari atas hadirnya esensi nilai – nilai ajaran Islam seperti rasa kasih sayang, keadilan, toleransi, tolong menolong, saling menghormati didalam diri setiap Muslim. Sebab sikap – sikap inilah yang kemudian mendorong perwujudan persatuan umat itu sendiri. Maka, tidaklah menjadi penghalang persatuan jika setiap negara memiliki pimpinannya masing – masing.
- Perlawanan dari Kerajaan-kerajaan Nasrani
Respon dari berkuasanya kaum muslimin di Andalusia adalah adanya perlawanan dari kerajaan-kerajaan Nasrani yang ada. Resistensi antara kaum muslimin dan kerajaan-kerajaan Nasrani terjadi sepanjang perjalanan usia peradaban Andalusia itu sendiri. Tarik ulur kekuasaan dan pengaruh silih berganti di antara keduanya. Pertempuran pertama melawan Roderick hingga penyerangan terakhir yang dilakukan oleh koalisi Ferdinand-Isabella dari Aragon dan Castille.
Kaum muslimin masuk ke Andalusia dengan optimisme dan spirit perjuangan yang luar biasa, di lain sisi, kerajaan-kerajaan Nasrani sedang saling menggigit satu sama lain, penindasan para penguasa atas rakyat terjadi semena-mena. Setelah 700 tahun kemudian, keadaan berbalik arah. Kaum muslimin saling menggigit satu dengan yang lainnya, sementara kerajaan-kerajaan Nasrani mulai bahu-membahu merebut kembali tanah yang seharusnya tetap menjadi miliki mereka.
Silih bergantinya kekuasaan dan peradaban adalah sunnatullah yang berlaku bagi manusia, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
إِن يَمۡسَسۡكُمۡ قَرۡحٞ فَقَدۡ مَسَّ ٱلۡقَوۡمَ قَرۡحٞ مِّثۡلُهُۥۚ وَتِلۡكَ ٱلۡأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيۡنَ ٱلنَّاسِ وَلِيَعۡلَمَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَيَتَّخِذَ مِنكُمۡ شُهَدَآءَۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ ٱلظَّٰلِمِينَ
“Jika kamu mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada’. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim,” (QS Ali Imran: 140)
Inilah sunnatullah, maka siapa saja yang mengupayakan sebab-sebab kemenagnan dan kejayaan maka ia akan mampu membangun peradaban, dan sebaliknya, siapa yang abai dan lalai maka ia sedang menuju jurang kehancuran dan kehinaan.
Baca juga :
Akhlak Nubuwwah: Menghormati Kenangan
- Gaya hidup glamour dan tidak memiliki visi misi bernegara
Ketika Andalusia mencapai puncak dari peradaban dan berhasil menjadi negara yang megah lagi mewah. Kaum muslimin mencapai puncak kedigdayaannya, tahta dan harta bergelimangan di bawah kekuasaan mereka. Disadari atau tidak inilah yang menjadi fitnah bagi para pemimpin kaum muslimin ketika itu, mereka lalai dan abai dari mempertahankan dan terus berkembang. Mereka terlena dengan apa yang sudah mereka capai. Kedudukan dan kekayaan membuat mereka lupa bahwa banyak hal yang harus tetap mereka waspadai dan perhatikan.
Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Ibnu Khaldun bahwa tabiat dari sebuah kerajaan adalah menikmati kebesarannya sendiri dan senang hidup bermewah-mewahan. Dan konsekwensi dari hal tersebut adalah terjadinya stagnasi dalam kehidupan bernegara dan terciptanya suasanya kehidupan yang lemah dan bermalas-malasan. Para penguasa lalai memperhatikan rakyat, lupa untuk mencetak generasi penerus yang berkualitas,bahkan ketika kekayaan negara tidak mencukupi ambisi dan nafsu mereka, rakyat dicekik untuk membayarkan pajak dan upeti demi memenuhi kerakusan mereka.
Gaya hidup yang glamour yang dilakukan para penguasa berefek terciptanya para pemimpin yang tidak punya visi dan misi dalam bernegara. Kehilangan arah dan tujuan. Ibarat kapal yang dihempas gelombang di tengah samudera, terombang ambing, sedangkan sang nahkoda dan abk justru sedang santai menikmati santapan lezat dan meminum minuman yang memabukkan. Seperti itulah gambaran Andalusia di penghujung usianya.
Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam sudah memperingatkan tentang fitnah harta dalam sabdanya:
إنّ لكل أمة فتنة و فتنة أمة المال
“Sesungguhnya setiap umat terdapat fitnah, dan fitnah yang ada pada umatku adalah fitnah harta.”
Hikmah dan Faidah
Sejarah peradaban Islam di Andalusia adalah salah satu ingatan terbaik yang dimiliki oleh sejarah peradaban Islam. Islam pernah mewarnai dan menjadi titik balik perubahan besar di Eropa, menjadi kiblat ilmu pengetahuan dan peradaban bagi bangsa lain, yang tentu hal tersebut menjadi kebanggaan.
Tapi selain ingatan yang indah tersebut, juga adalah lembaran-lembaran menyedihkan dari hilanganya kekuasaan kaum muslimin di Andalusia, bahkan hingga kina sisa-sisa jejaknya nyaris tidak bersisa kecuali sekedar bangunan-bangunan peninggalan yang menjadi identitas kebanggan Andalusia masa lalu, lebih dari itu semuanya telah dihapuskan.
Sejarah Andalusia adalah pelajaran bagi generasi muslim yang hidup hari ini, banyak faidah dan hikmah yang dapat direguk dari pejalanan panjang perdaban Islam di Andalusia. Selain tentang bagaimana menggapai kejayaan, juga tentang penyebab-penyebab kejatuhan dan keruntuhan.
Empat poin yang penulis sebutkan di atas mungkin adalah penyebab-penyebab umum dari kejatuhan Andalusia; mulai dari disintegrasi umat Islam yang menjadi faktor internal, adanya perlawanan yang sengit dari kerajaan-kerajaan Nasrani sebagai faktor eksternal dan disorientasi tujuan bernegara sekaligus sikap hidup yang berlebihan para penguasa, yang semuanya bermuara pada hilangnya ruh Islam dalam pengamalan kaum muslimin, baik dari akar rumput hingga elit kekuasaan.
Peradaban maju Islam di Andalusia tidak diperoleh dengan bersantai dan berleha – leha tetapi dengan mengerahkan segala kemampuan. Sayangnya, nikmat sejahtera dan terpenuhinya segala kebutuhan tidak dapat dimanfaatkan oleh generasi selanjutnya, justru mereka terjerumus dalam kelalaian.
Seperti gambaran Syauqi Abu Khalil yang tercantum dalam karyanya Masra’ Gharnatah : “Sesungguhnya umat Muslim Andalusia di akhir masanya, hidup dalam dekapan kenikmatan. Mereka tidur dalam naungan kekayaan, kesembronoan, kehidupan sia – sia tanpa beban. Akhlakul karimah hilang, seperti telah mati dalam diri mereka perlindungan para pendahulunya yang gagah perkasa”.