Rasakanlah manisnya iman

Anas bin Malik radhyallahu ‘anhu menceritakan bahwasnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

عنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا ، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِى الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ

” Tiga hal, barangsiapa memilikinya maka ia akan merasakan manisnya iman. (yaitu) menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selainnya, mencintai seseorang semata-mata karena Allah, dan benci kembali kepada kekufuran sebagaimana bencinya ia jika dilempar ke dalam api neraka.” (Muttafaq ‘alaih)

Hadis diatas mengandung pelajaran yang sangat berharga untuk diamalkan dalam kehidupan. Manisnya buah keimanan akan menjadikan hamba mampu istiqamah dalam menjalani ketaatan kepada Allah Ta’ala. Bukan hanya itu, manisnya keimanan juga akan memperkuat hubungan cinta diantara sesama kaum muslimin. Karena kecintaan yang terbangun murni hanya karena dan untuk Allah semata, tanpa ada unsur lainnya akan menjadikan ikatan cinta yang tak tergoyahkan. Sebagaimana penjelasan sebelumnya perihal kaum anshar dan muhajirin.

Perayaan maulid nabi adalah satu diantara sarana memperkuat ikatan cinta ini. Karena sebagian besar kaum muslimin berkumpul dengan niat yang sama yaitu mencintai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Akan tetapi kenyataannya ternyata berbeda, hati yang seharusnya terikat karena cinta berubah menjadi kebencian dan permusuhan. Sebagian kaum muslimin yang tidak setuju dengan peringatan maulid nabi dengan tegas mengatakan bahwa tidak ada kata damai dengan pelaku bid’ah, karena bagi mereka perayaan maulid nabi adalah bid’ah. Seraya menukilkan apa yang pernah diucapkan oleh al-Imam Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah

من أحب صاحب بدعة أحبط الله عمله وأخرج نور الإسلام من قلبه

“ Barangsiapa yang mencintai pelaku bid’ah, maka Allah akan menghapus amalnya dan akan keluar cahaya islam dari hatinya “.

Begitu pula, yang berlaku pada sebagian kaum muslimin yang ikut dan merayakan maulid nabi, seraya mengatakan “ mereka yang tidak merayakan maulid nabi adalah wahabi sesat, orang yang membenci ahlu sunnah “ bahkan dalam lantunan syair yang dibaca dalam perayaan maulid (penulis pernah mendengar) bukan hanya berisi pujian dan sanjungan kepada baginda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, melainkan hujatan dan celaan kepada kaum yang dituduh wahabi.

Bila kondisi ini terus berlaku, maka sampai kapan kita akan merasakan manisnya keimanan? Apakah kita hanya akan mencintai karena Allah Ta’ala orang yang satu aliran atau satu guru dalam pengajian.? Kalau begitu adanya, dimanakah letak pengamalan ayat ini ?

إنما المؤمنون إخوة …

“ Hanya sanya orang beriman itu bersaudara… “ (Q.S. Al Hujurat : 9)

Sesungguhnya ini adalah sebuah kesalahan yang tidak boleh dibiarkan. Bila sekiranya tidak setuju dengan apa yang diyakini oleh saudara muslim yang lain, maka jagalah lisan dari menghujat dan mencela. Bilapun ingin berusaha melakukan ishlah (perbaikan) dengan jalan dakwah, maka sesungguhnya Allah Ta’ala telah memperingatkan kepada kita dengan tiga kaidah utama :

  1. Dakwah harus bilhikmah (proporsional)
  2. Maud’idzah hasanah (bukan dengan hujatan dan cacian)
  3. Diskusi/dialog dengan cara yang ahsan (paling baik)

Apabila 3 pilar dakwah ini diperhatikan dan diamalkan oleh seluruh da’i dan kaum muslimin secara umum, niscaya kemanisan iman akan dapat dirasakan bersama. Karena objek utama dakwah bukanlah orang-orang kafir penyembah berhala dan kejahatan yang mereka lakukan tidaklah sepadan dengan kejahatan dan kekufuran Fir’aun. Pada fir’aun saja, Allah Ta’ala telah memerintahkan Musa dan Harun ‘alaihimassalam agar berdakwah dengan menggunakan bahasa yang lembut, dengan harapan ia akan bertaubat dan mensucikan diri. Allah Ta’ala berfirman.

اِذۡهَبَاۤ اِلٰى فِرۡعَوۡنَ اِنَّهٗ طَغٰى‌ . فَقُوۡلَا لَهٗ قَوۡلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهٗ يَتَذَكَّرُ اَوۡ يَخۡشٰى

“ Pergilah kamu berdua kepada Fir‘aun, karena dia benar-benar telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir‘aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.” (Q.S. Thaha : 43-44)

Peganglah erat tangan saudaramu dan rasakanlah getaran iman yang mengalir dari telapak tangannya, cintailah ia sebagaimana kamu mencintai dirimu sendiri, dan ciintailah dirinya hanya karena Allah Ta’ala, niscaya manisnya iman akan dapat dirasakan.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *