Ramadhan Bulan Dakwah
Dakwah adalah amal yang terbaik, karena dengan dakwah amal islami di dalam pribadi dan masyarakat akan terpelihara. Membangun potensi dan memelihara amal shaleh adalah amal dakwah, sehingga da’wah merupakan aktivitas dan amal yang mempunyai peranan penting di dalam menegakkan Islam. Tanpa dakwah maka amal shaleh tak akan berlangsung.
Bulan Ramadhan adalah kesempatan terbaik untuk berdakwah, kaum muslimin akan lebih gemar melakukan kebaikan dan ketaatan serta mau mendengarkan dakwah di bulan Ramadhan. Moment ini digunakan oleh para da’i untuk memberikan nasehat dan wejangan kepada kaum muslimin. Baik itu saat kultum shubuh maupun setelah shalat Tarawih atau bahkan ba’da Zhuhur serta sebelum berbuka puasa.
Bahkan Allah ta’ala meneyebutkan dalam salah satu ayat-Nya mengenai keutamaan berdakwah:
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Siapakah yang lebih baik perkataanya dari pada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shaleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (Q.S. Fushilat : 33)
Ibnu Jarir Ath-Thabrani mengatakan dalam tafsirnya : Allah menyeru manusia: “Wahai manusia, Siapakah yang lebih baik perkataanya selain orang yang mengatakan Rabb kami adalah Allah, kemudian istiqamah dengan keimanan itu, berhenti pada perintah dan larangan-Nya, dan berdakwah (mengajak) hamba-haba Allah untuk mengatakan apa yang ia katakan dan mengerjakan apa yang ia lakukan “. (Ibnu Jarir Ath-Thabari, Jami’ul Bayan Fi Ta’wil Al-Qur’an, 21/468).
Bagaimana tidak akan menjadi ucapan dan pekerjaan yang terbaik? Sementara dakwah adalah pekerjaan makhluk terbaik yakni para Nabi dan Rasul alaihimussalam.
Sayyid Quthb berkata dalam Tafsir Fi Zhilal Al-Qur’an : “Sesungguhnya kalimat dakwah adalah kalimat terbaik yang diucapkan di bumi ini, ia naik ke langit di depan kalimat-kalimat baik lainnya. Akan tetapi ia harus disertai dengan amal shalih yang membenarkannya, dan disertai penyerahan diri kepada Allah sehingga tidak ada penonjolan diri di dalamnya. Dengan demikian jadilah dakwah ini murni untuk Allah, tidak ada kepentingan bagi seorang da’i kecuali menyampaikan. Setelah itu tidak pantas kalimat seorang da’i disikapi dengan berpaling, adab yang buruk, atau pengingkaran. Karena seorang da’i datang dan maju membawa kebaikan, sehingga ia berada dalam kedudukan yang amat tinggi. (Sayyid Qutub, Fi Zhilal Al-Qur’an 6/295).
Bahkan para da’i dalam berdakwah akan memperoleh balasan yang besar dan berlipat ganda sebagaimana sabda Rasulullah kepada Ali bin Abi Thalib.
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ لِعَلِيٍ : فَوَاللهِ لَأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُوْنَ لَكَ حُمُرِ النِعَمِ. (رَوَاهُ البُخَارِيُ وَ مُسْلِمُ وَ أَحْمَدُ).
Rasulullah berkata kepada Ali bin Abi Thalib: “Demi Allah, sesungguhnya Allah memberi hidayah kepada seseorang dengan (dakwah) mu, maka itu lebih baik bagimu dari unta merah”. (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad).
Ibu Hajar Al-Asqalani ketika menjelaskan hadist ini mengatakan bahwa: “Unta merah adalah kendaraan yang sangat dibanggakan oleh orang Arab saat itu”.
Hadits ini menunjukan bahwa usaha seorang da’i dalam menyampaikan hidayah kepada seseorang adalah sesuatu yang amat besar nilainya di sisi Allah, lebih besar dan lebih baik dari kebanggaan seseorang terhadap kendaraan mewah miliknya.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَ أَهْلَ السَّمَوَاتِ وَ الْأَرَضِينَ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَ حَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الخير رواه الترمذي عن أبي أمامة الباه
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah swt memberi banyak kebaikan, para malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi, sampai semut-semut di lubangnya dan ikan-ikan selalu mendoakan orang-orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.” (HR. Tirmidzi dari Abu Umamah Al-Bahili).
Berapakah jumlah malaikat, semut dan ikan yang ada di dunia ini? Bayangkan betapa besar kebaikan yang diperoleh oleh seorang da’i dengan doa mereka semua!
Imam Tirmidzi setelah menyebutkan hadits tersebut juga mengutip ucapan Fudhail bin ‘Iyadh yang mengatakan:
عَالِمٌ عَامِلٌ مُعَلِّمٌ يُدْعَى كَبِيرًا فِي مَلَكُوتِ السَّمَوَاتِ
“Seorang yang berilmu, beramal dan mengajarkan (ilmunya) akan dipanggil sebagai orang besar (mulia) di kerajaan langit.”
Keagungan balasan bagi orang yang berdakwah tidak hanya pada besarnya balasan untuknya akan tetapi juga karena terus menerusnya ganjaran itu mengalir kepadanya meskipun ia telah wafat.
Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Siapa yang mencontohkan perbuatan baik dalam Islam, lalu perbuatan itu setelahnya dicontoh (orang lain), maka akan dicatat untuknya pahala seperti pahala orang yang mencontohnya tanpa dikurangi sedikitpun pahala mereka yang mencontohnya. Dan barangsiapa mencontohkan perbuatan buruk, lalu perbuatan itu dilakukan oleh orang lain, maka akan ditulis baginya dosa seperti dosa orang yang menirunya tanpa mengurangi mereka yang menirunya. (HR. Muslim dari Jarir bin Abdillah).
Da’wah yang dilakukan oleh seorang da’i akan membawa manfaat bagi dirinya sebelum manfaat itu dirasakan oleh orang lain yang menjadi objek dawahnya (mad’u). Manfaat itu antara lain adalah terlepasnya tanggung jawabnya di hadapan Allah sehingga ia terhindar dari adzab Allah.
Tersebutlah sebuah daerah yang bernama “Aylah” atau “Eliah” sebuah perkampungan Bani Israil. Penduduknya diperintahkan Allah untuk menghormati hari Jumat dan menjadikannya hari besar, namun mereka tidak bersedia dan lebih menyukai hari Sabtu. Sebagai hukumannya Allah swt melarang mereka untuk mencari dan memakan ikan di hari Sabtu, dan Allah membuat ikan-ikan tidak muncul kecuali di hari Sabtu. Sekelompok orang kemudian melanggar larangan ini dan membuat perangkap ikan sehingga ikan-ikan di hari Sabtu masuk ke dalam perangkap lalu mereka mengambilnya di hari ahad dan memakannya. Sementara orang-orang yang tidak melanggar larangan Allah terbagi menjadi dua kelompok yaitu mereka yang mencegah kemunkaran dan mereka yang diam saja.
Terjadilah dialog antara orang-orang yang diam saja dengan mereka yang berdakwah mengingatkan saudara-saudaranya yang melanggar larangan Allah. Bahkan dialog ini disebutkan dalam Al-Quran:
Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik. Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: “Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?” Mereka menjawab: “Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa. Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim dengan siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. (Al-A’raf: 163-165).
Dalam ayat diatas disebutkan jawaban orang-orang yang berdakwah ketika ditanya mengapa mereka menasehati orang-orang yang melanggar perintah Allah:
مَعْذِرَةًإِلَى رَبِّكُمْ
وَلَعَلَّهُمْيَتَّقُونَ
Yaitu: pertama, agar menjadi argumentasi & penyelamat kami dihadapan Allah swt.
Kedua, agar manusia bertaqwa.
Dan secara tegas Allah menyelamatkan orang-orang yang melarang perbuatan maksiat dari adzab-Nya.
Dakwah merupakan kontrol sosial yang harus dilakukan oleh kaum muslimin agar kehidupan ini selalu didominasi oleh kebaikan. Kebatilan yang mendominasi kehidupan akan menyebabkan turunnya teguran atau adzab dari Allah. Maka berdakwalah mulai sekarang baik dengan Ilmu atau Harta yang kau miliki. Agar adzab Allah tidak turun di muka bumi dikarenakan tidak adannya seorang yang berdakwah dan mendukung dakwahnya dengan hartanya.
(Ust. Muhaimin)