Pilihlah Iman, Lupakan Cinta

Pilihlah Iman, Lupakan Cinta

Oleh: Ust. Taufik Anwar

Rumah tangga yang nyaris sempurna itu kini mulai retak. Abul Ash menolak seruan Islam yang disampaikan istrinya, Zainab. Zainab tak putus asa, ia terus berusaha menyadarkan sang suami agar mengikuti dakwah ayahnya, Muhammad shallahu ‘alaihi wasallam. Sayangnya, sang suami bergeming. Ia lebih mengedepankan gengsi, “Aku tidak menjelekkan ayahmu, aku hanya tidak mau dikatakan menghina kaumku dan mengingkari agama nenek moyang hanya karena menuruti istriku.”

Sampai Rasulullah dan para sahabat hijrah ke Madinah, putri pertama Rasulullah itu belum berhasil mengubah pikiran suaminya. Ia tetap tinggal di Makkah bersama suaminya meski tak lagi memiliki siapa-siapa. Semua telah berhijrah ke Madinah. Adapun ibunya, Khadijah, telah lama wafat. Zainab hidup di tengah kekafiran.

Saat perang badar, Abul Ash diajak untuk berperang melawan pasukan mertuanya. Sayangnya ia berhasil ditawan pasukan Islam. Mengetahui hal ini, Zainab mengirim tebusan berupa kalung pemberian ibunya. Rasulullah merasa sangat iba dan meminta agar Abul Ash dibebaskan dengan syarat, ia membawa Zainab ke Madinah.

Perpisahan mengharukan pun terjadi. Zainab yang tengah hamil berangkat hijrah ke Madinah diiringi salam dari sang suami. Orang-orang Quraisy rupanya tahu. Mereka mengganggu perjalanan Zainab hingga ia keguguran di tengah jalan. Abul Ash kemudian merawat Zainab hingga pulih, lalu mengirimnya ke Madinah bersama saudara dan selamat tiba di Madinah.

Enam tahun berlalu dan Zainab tetap tegar memilih keimanannya daripada cintanya. Hingga suatu malam, tiba-tiba Abul Ash mengetuk rumah Zainab. Melihat lelaki yang berdiri di hadapannya, Zainab terkejut bukan kepalang. Ingin ia menyambutnya, tapi imannya menghalanginya. Abul Ash berkata bahwa dirinya hendak berdagang, tapi pasukan Islam menyita harta dagangannya dan dirinya meloloskan diri lalu ke rumah Zainab untuk meminta perlindungan.

Zainab pun memberikan perlindungan yang disahkan oleh Rasulullah. Bahkan, Rasulullah meminta agar semua harta Abul Ash dikembalikan. Sesampainya di Makkah, Abul Ash mengembalikan harta-harta titipan orang Quraisy. Lalu dengan lantang ia mengucapkan syahadat dan pergi hijrah ke Madinah.

Sesampainya di Madinah, Rasulullah menyambutnya dengan sangat baik dan menyatukannya kembali dengan putrinya. Mahligai yang telah lama retak dan terpisah itu kini menyatu kembali. Bahkan lebih indah karena diterangi cahaya iman. Hanya saja, keduanya tak bisa menikmati kebahagiaan itu lebih lama. Satu tahun setelah hijrahnya Abul Ash, Zainab meninggal dunia.

Demikianlah. Dalam berumah tangga, yang paling utama adalah kesamaan iman. Wanita mukminah haruslah bersuami lelaki mukmin. Adapun lelaki mukmin, yang terbaik adalah beristri seorang mukminah, meski memiliki istri dari Ahlul kitab dibolehkan dengan segala ikhtilaf hukum di dalamnya.

Seperti Zainab, seorang mukminah harus mengutamakan iman daripada cinta dan romantisme. Abul Ash adalah orang yang sangat baik, kaya dan bangsawan. Zainab dan keluarganya juga telah lama mengenalnya karena keduanya memang masih kerabat cukup dekat. Abul Ash adalah keponakan Khadijah. Artinya, ia adalah sepupu Zainab. Ia sering bertandang ke rumah Zainab sebelum menikah. Setelah menikah, cinta keduanya bersemi dan makin sempurna dengan hadirnya dua buah hati. Namun demikian, ketika Islam datang, Zainab tetap memilih Islam. Tetap memilih Allah dan Rasul-Nya, meninggalkan semua cinta dan romansa bersama suaminya.

Selain haram, memiliki suami beda iman adalah petaka. Bagi istri, suami adalah imam dan pembimbing dalam menjalani kehidupan. Bagaimana mungkin seorang mukminah bermakmum kepada orang yang tidak pernah tunduk pada Rabbnya? Bagaimana pula dia mengikuti bimbingan orang yang jauh dari bimbingan Allah dan Rasul-Nya?

Kalau anda melihat ada pasangan artis atau siapapun yang beda keyakinan menikah dan terlihat bahagia, yakinlah keduanya atau salah satunya pasti bukan pemeluk agama yang taat. Keduanya pasti mengendurkan sekian banyak prinsip dan idealisme diniyah demi toleransi agar tetap bisa seiring. Jangankan prinsip hidup, soal metode dan materi pendidikan anak pun akan membingungkan jika orangtua beda keyakinan.

Apatah lagi beda agama, sama-sama muslim tapi beda persepsi dalam berislam pun bisa ruwet dan penuh dilema. Istrinya muslimah yang lurus akidahnya, tapi suaminya kejawen yang kental dengan syirik, misalnya. Atau pengikut aliran sesat; syiah, liberal, atau ahmadiyah. Istri ingin menanamkan tauhid yang bersih untuk keluarga, ayah malah mengajari syirik dengan bertapa di makam-makam tua.

Karenanya, bagi para gadis muslimah, hendaknya jangan tergoda dengan apapun yang ditawarkan seorang lelaki yang tidak beriman. Sebaik apapun tampaknya, sejauh manapun mengenalnya, semenggoda apapun semua hal tentangnya, tampiklah lamarannya. Sampai ia mau bersyahadat dan menerima Islam sebagai agama dan jalan hidupnya, teguhkan hati untuk menolaknya. Itupun masih dengan catatan, ia tulus menjalankannya. Beberapa orang ada yang pura-pura masuk Islam agar si gadis yang dipinang menerima, dan setelah menikah kembali lagi ke agamanya.

Bagi yang sudah menikah, suami yang beda keyakinan haram hukumnya menikahi muslimah. Jika suami atau istri murtad (keluar dari Islam) setelah menikah, pernikahan dibekukan menurut Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim. Artinya tidak diperkenankan adanya interaksi suami istri. Jika yang murtad kembali memeluk Islam, pernikahan dilanjutkan dan tetap sah, kecuali memang dilanjutkan dengan proses perceraian.

Adapun jika suami belum mendapat hidayah melaksanakan Islam yang benar, teruslah berusaha. Jika anda berhasil menjadi perantara hidayahnya, itu akan menjadi amal besar yang pahalanya luar biasa. Diiringi doa, insyallah akan memberikan kemudahan di segala upaya.

(sumber: majalah ar risalah edisi 154)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *