Pentingnya Optimisme Dalam Dakwah

Pentingnya Optimisme Dalam Dakwah

Oleh: Ust. Burhan Shodiq

Dalam dakwah memang ada peluang untuk merasa pesimis. Bayangan penolakan dan tidak diterimanya dakwah kita selalu ada dalam diri seorang dai. Khawatir dan takut kalau program- program yang dicanangkan tidak diterima masyarakat secara luas.

Munculnya pesimisme sepertinya bisa jadi karena beberapa faktor penyebab.

Satu, karena pengalaman di masa Ialu.

Sebelum kita hadir di suatu lokasi bisa jadi sudah ada dai yang datang duluan. Lalu mereka melakukan dakwah di tengan masyarakat. Hanya saja mereka tidak berhasil mendapatkan hati mereka. Masjid sepi dan tidak ada peminat untuk hadir.

Pada akhirnya hal ini membuat nyali dai ciut. Apalagi dia merasa bukan senior seperti pendahulunya. Pengalaman Iebih sedikit dan tidak punya cukup ilmu untuk meraih hati masyarakat di sekilingnya.

Sebaiknya memang tidak perlu terjadi trauma sejenis ini. Pengalaman gagal di masa lalu seharusnya malah menjadi sebuah pelajaran buat kita. Semua kita pelajari satu persatu apa yang teriadi. Apa penyebab penolakan penolakan dakwah. Apa pula yang menjadi sebab sebab terjadinya hal itu.

Kegagalan tidak seharusnya menjadi monster yang menakutkan. Akan tetapi kegagalan seharusnya menjadikan kita semakin kuat untuk melangkah pada sebuah fase fase yang disiapkan.

Kedua, tidak pede dengan potensi diri sendiri.

Sebagai sebuah team, seringkali rasa tidak pede itu malah muncul dari pimpinan team. Merasa tidak punya daya dan potensi maksimal. Melihat remeh pada team yang dimiliki. Ibarat orang jualan, dia tidak yakin dengan apa yang dia jual. Selalu terbayang bayang penolakan penolakan terus. Meski sudah disodori dengan berbagai argumen tetap saja tidak berubah.

Seringkali sebuah team dakwah tidak jeli melihat potensi. Anak buah sebernarnya punya keahlian, tetapi karena kurang dihargai maka mereka tidak bisa cemerlang dalam prestasinya.

Berapa banyak orang yg tidak jadi apa apa di sebuah organisasi, lalu menjadi tokoh penting saat pindah ke organisasi Iain.

Di mata anda mungkin seseorang hanya loyang biasa. Tapi di mata orang Iain loyang anda bisa dipoles menjadi emas.

Seorang guru misalnya. Di sekolah anda diremehkan dan tidak dianggap. Setelah dia pindah sekolah ternyata dia menjadi glowing dengan prestasi maksimal.

Kenapa bisa begitu?

Satu, bisa jadi anda yang  nggak peka. Tidak melihatnya sebagai potensi sehingga anda abaikan.

Kedua, persoalannya ada pada ketidakbisaan anda memoles bahan. Anda tahu dia SDM bagus tapi anda tidak punya prosesor utk menjadikannya emas. Maka saat dia diproses orang dia bisa jadi emas.

Ketiga, selalu berpikir gagal

Harapan harapan dia selalu kandas dengan pikiran pikiran kegagalan yang memenuhi kepalanya. Saat disodori kegiatan dakwah, dia menjawab, “Apa akan ada yang datang?” Saat dijawab, kita akan pasang publikasi. Dia menjawab, “Apa kita punya uang?” Ketika dijawab kita akan punya uang, kita cari donasi. Dia pun akan menjawab lagi, “Teamnya siapa, apa ada yang bisa.” Terus selalu seperti itu.

Pikiran pikiran negatif seperti ini tidak akan memberi hasil yang bagus. Karena hal ini akan menghalangi seseorang untuk maju. Pikirannya hanya soal kegagalan dan kegagalan saja. Tidak pernah bisa move on dari sikapnya itu.

Setiap Dai Harus Optimis

Bagi seorang dai upaya-upaya dakwah ini harus diyakini akan membuahkan hasil yang baik. Pentahapan demi pentahapan  harus dijalani dengan seksama. Proses yang ada ditempuh dan tidak boleh ditinggalkan. Sedangkan sikap optimis harus dikedepankan bukan malah diabaikan.

“Dari Abu Hurairah ra dia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Tidak ada rasa tiyarah (firasat buruk dan kesialan), dan yang lebih baik dari itu adalah rasa optimis, Maka ditanyakanlah kepada beliau: Apa yang dimaksud dengan rasa optimis?, Beliau bersabda: Yaitu kalimat baik yang sering didengar oleh salah seorang dari kalian.” (HR. Ahmad)

Usaha demi usaha harus dilakukan secara berkelanjutan. Tidak berhenti dan tidak memutuskan untuk menyerah kalah. Tetapi terus melakukan program-program yang selalu diperbarui waktu demi waktu.

“Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya, dan sesungguhnya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya), kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan sesungguhnya kepada Tuhanmulah kesudahannya (segala sesuatu)”. (Q.S. an-Najm: 39-42)

Sayangnya banyak dai yang tidak belajar dari kesalahan dan kelemahan. Mereka terus mengulang ide dan gagasan yang sama meski hasilnya selalu sama. Orang orang yang gigih pasti akan dipertemukan dengan hasil yang baik. Tetapi mereka yang berharap hasil yang berbeda tetapi selalu melakukan usaha yang sama itu itu saja, pasti akan kecewa.

(majalah ar risalah: 211)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *