Pemuda: Kunci Kebangkitan Bangsa dan Agama

Pemuda: Kunci Kebangkitan Bangsa dan Agama

 “Berikan aku sepuluh pemuda, aku goncangkan dunia”. Kalimat terkenal dari bapak proklamasi yang sering kita dengar. Satu pesan bahwa pemuda adalah agen perubahan bagi sebuah bangsa, bahkan dunia.

Bahkan satu di antara peristiwa penting di negeri ini; proklamasi kemerdekaan yang disampaikan oleh Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945 terjadi karena adanya desakan dari kaum muda. Ini adalah contoh dari bagaimana peran dari para pemuda.

Pemuda atau dalam bahasa Arab disebut asy-Syab yang dalam bentuk prulal disebut asy-syabab, yang memiliki arti; mereka yang memiliki kekuatan dan semangat.

Adapun kategori pemuda dimulai dari usia baligh.  Sedangkan batas akhir usia pemuda para ulama berbeda pendapat dalam menentukannya. Menurut ulama Syafi’iyyah batas akhir usia pemuda adalah usia 30 tahun, menurut Imam al-Qurthubi dimulai dari usia 16 tahun hingga usia 32 tahun.

Menurut Ibnu Syasi al-Maliki batas usia pemuda adalah 40 tahun, sedangkan menurut Ibnu Qutaibah hingga 50 tahun. Imam Nawawi menyebutkan bahwa pendapat yang ashah bahwa usia pemuda adalah hingga 30 tahun, sedangkan hingga usia 40 tahun disebut dewasa, dan masuk kategori tua untuk usia setelah 40 tahun. (lihat: Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari Syarhu Shahih al-Bukhari, 9/108)

Maka jika dilihat dari artinya secara bahasa, maka pemuda adalah fase di mana manusia pada puncak kekuatan dan semangatnya. Maka pendapat pertengahan dari kategori batas usia adalah; dari usia baligh hingga usia 40 tahun dan ini yang paling mendekati kebenaran. (Yahya bin Ahmad an-Najmi, Ta’sis al-Ahkam bi Syarhi ‘Umdah al-Ahkam, 4/127)

 

Pemuda Sebagai Kader Perjuangan

Pada permulaan dakwah Nabi shalallahu ‘alahi wa salam di Mekkah, beliau berhasil mengumpulkan beberapa orang yang kemudian menjadi kelompok pertama yang mula-mula masuk Islam. Dan sebagian besar dari yang berhasil didakwahi oleh Nabi adalah para pemuda.

Ibnu Hisyam menyebutkan ada lebih dari 40 orang yang masuk Islam pada permulaan dakwah dari seluruh kabilah Quraisy. (Ibnu Hisyam, As-Sirah an-Nabawiyah, 1/245-262). Dan menarik, jika selama ini yang kita ketahui adalah bahwa mereka yang mula-mula masuk Islam adalah dari kalangan orang-orang lemah, maka hal ini dibantah oleh Syaikh Ali ash-Shalabi dalam kitab Sirahnya.

Setelah diteliti, bahwa orang-orang yang masuk Islam dari kalangan fakir-miskin, budak, bekas budak, dan orang ‘ajam (non-Arab) jumlahnya hanya 13 orang. Yang berarti mayoritas dari puluhan orang yang mula-mula menerima Islam adalah dari kalangan terhormat dari berbagai Kabilah Quraisy. (Lihat: Ali ash-Shalabi, as-Sirah an-Nabawiyah, hlm. 88)

Syaikh Munir Ghadban dalam Manhaj al-Haraki juga menyebutkan  57 nama orang-orang yang termasuk mula-mula menerima dakwah. Dan mereka berasal dari kabilah-kabilah terhormat suku Quraisy; Bani Hasyim, Bani Umayyah, Bani Makhzum, Bani ‘Adi, Bani Zuhrah, Bani Sahm, dan Bani Jumah. (Munir Ghadban, Manhaj al-Haraki, 1/24-27)

Ada pesan yang bisa kita tangkap dari proses pembentukan kader dakwah pada permulaan Islam, bahwa Rasulullah mencari dukungan dari anggota-anggota kabilah utama dari suku Quraisy, yang demikian merupakan strategi penguatan basis dakwah untuk kemudian hari.

Mayoritas mereka yang masuk Islam pada permulaan dakwah adalah dari kalangan pemuda. Mereka berusia di bawah 40 tahun; seperti Abu Bakar 37 tahun, Utsman 34 tahun, Abdurrahman bin ‘Auf 30 tahun, Sa’ad bin Abi Waqqash 17 tahun, Zubair bin Awwam 12 tahun, Thalhah bin ‘Ubaidillah 13 tahun, Umar bin Khattab 33 tahun, Abu Ubaidah 31 tahun, Ali bin Abi Thalib 10 tahun, Shuhaib ar-Rumi 19 tahun, dan banyak lainnya.  (lihat: Muhammad Sa’id Mursi, ‘Udzama’ al-Islam, hlm. 1-34, Ali ash-Shalabi, as-Sirah an-Nabawiyah, hlm.86)

Ini menunjukkan bahwa pendukung Nabi pada permulaan dakwah adalah kalangan pemuda. Dan ini menunjukkan pemahaman yang dalam dari Nabi shalallahu ‘alahi wa salam tentang urgensi kaderisasi dalam dakwah dan perjuangan.

Lantas, kenapa pemuda?

Tak lain karena karakter dari pemuda adalah kuat dan semangat, pikiran mereka cemerlang, mereka pemberani, dan mereka adalah kader yang Nabi siapkan untuk melanjutkan perjuangan ini kelak di masa yang akan datang. Kaum muda adalah mereka yang mewarisi visi dan cita-cita.

Kelak kita tahu, sejarah mencatat nama-nama pemuda tersebut menjadi pemimpin-pemimpin besar sepeningggal Nabi shalallahu ‘alahi wa salam. Seperti kata pepatah Syabab al-Yaum Rijal al-Ghadd, pemuda hari ini adalah laki-laki (pemimpin) masa depan.

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa pemuda itu lebih mudah menerima kebenaran dan petunjuk dibandingkan orang tua. Maka yang paling banyak menerima dakwah Nabi pada permulaan dakwah di Makkah adalah para pemuda, sedangkan kalangan tua, mereka sombong dan tetap pada kebatilan. (Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-‘Adzim, 9/109)

Pemuda adalah tiang utama dari sebuah negara, karena untuk mengetahui masa depan sebuah negara, lihatlah bagaimana pemuda mereka hari ini. Dan Nabi shalallahu ‘alahi wa salam telah menyiapkan para pemuda sebagai penopang terbaik yang akan membawa Islam memenangkan peradaban dunia.

Para pemuda dalam lintasan sejarah

Masa muda adalah masa terbaik untuk melakukan hal baik. Dan waktu terbaik untk kontribusi bagi agama dan negeri. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

ٱللَّهُ ٱلَّذِي خَلَقَكُم مِّن ضَعۡفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنۢ بَعۡدِ ضَعۡفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنۢ بَعۡدِ قُوَّةٍ ضَعۡفاً وَشَيۡبَةًۚ يَخۡلُقُ مَا يَشَآءُۚ وَهُوَ ٱلۡعَلِيمُ ٱلۡقَدِيرُ

“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Rum: 54)

Dalam ayat ini Allah menyebutkan fase-fase kehidupan manusia sejak penciptaan hingga akhir usia. Yang secara singkat menjadi 3 fase; dimulai dari fase lemah yaitu masa anak-anak, kemudian fase kuat, yaitu masa muda (syabab), dan fase ketiga menjadi lemah kembali.(Abdurrahman as-Sa’di, Taisir Kalim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, hlm. 644)

Dengan demikian, ini merupakan isyarat bahwa masa muda adalah waktu terbaik untuk melakukan sesuatu. Karena Allah mengabarkan bahwa setelah masa kuat ini, manusia akan kembali menjadi lemah dan menua; kehilangan kekuatannya.

Masa muda adalah momentum perubahan, karena inilah kesempatan terbaik dalam kondisi terbaik seseorang melakukan hal besar, bagi dirinya, lingkungannya, terlebih bagi negara dan agamanya.

Maka jika kita membuka lembar-lembar sejarah. Islam telah menghadirkan banyak pemuda yang berkontribusi besar bagi peradaban. Mereka adalah pemuda-pemuda yang sudah ambil bagian dalam perjuangan. Keresahan bagi mereka adalah saat mereka justru tidak berbuat apa-apa.

Adalah Mus’ab bin Umair, pemuda yang resah karena dakwah di kampung halamannya justru banyak sandungan, kemudian memilih Madinah sebagai tempat menyemai dakwah. Atas perintah Rasulullah ia berhasil membuka pintu Islamisasi suku Aus dan Khazraj yang kemudian menjadi para penolong Islam.

Ada juga Mu’adz bin Amru dan Mu’awwidz bin Afra, dua pemuda belia yang berusia masih belasan tahun. Mereka resah melihat Abu Jahal selalu menjadi musuh dakwah yang mengganggu Sang Nabi tercinta, hingga keduanya memutuskan untuk mengayunkan pedang padanya ketika perang Badar.

Usamah bin Zaid usianya 18 tahun ketika Rasulullah mengutusya memimpin pasukan menuju kawasan Romawi. Muadz bin Jabal menjadi hakim bagi penduduk Yaman di usia 20an tahun, Zaid bin Tsabit di usianya yang muda dipercaya menjadi ketua panitia pengumpulan al-Quran pada masa Abu Bakar, dan Abu Hurairah, meski terlambat masuk Islam di tahun 7 H, namun saat Nabi meninggal di tahun 11 H, saat ia baru berumur 31 tahun, ia mencatatkan dirinya sebagai penghafal terbanyak hadist sang Nabi.

Beginilah sejarah mencatat para sahabat saat mereka berusia muda. Kekuatan dan semangat mereka curahkan untuk Islam dan kaum muslimin. Pikiran dan tenaga mereka berikan untuk kontribusi bagi dakwah.

Teladan ini terus diwariskan lintas generasi, melahirkan banyak pemuda hebat yang mengisi sejarah umat ini. Selama ribuan tahun peradaban Islam memimpin dunia, selalu ada pemuda yang berada di garis depan perjuangan. Memberikan sumbangsih terbaik bagi Islam dan kaum muslimin.

 

Masa Depan Islam ada Di tangan Pemuda

Pemuda adalah agen perubahan. Di tangan mereka perubahan itu direncanakan dan diciptakan. Hal ini harus disadari oleh para pemuda Islam, bahwa mereka adalah harapan umat di masa depan. Karena kelak, di pundak mereka beban umat akan disandarkan.

Para pemuda harus berbenah dan bersiap,  mengoptimalkan waktu dan tenaga untuk terus belajar dan mempersiapkan diri. Karena hanya soal waktu, kesempatan untuk membawa perubahan dan kemenangan itu akan dipergilirkan.

Tulisan singkat ini adalah upaya untuk menyampaikan pesan kepada mereka; para pemuda Islam. Pesan untuk segera sadar bahwa mereka adalah aktor perubahan.

Maka di akhir tulisan ini  penulis ingin menyampaikan satu pesan; Jika anda adalah pemuda, maka masa depan bangsa dan Islam ada di tangan anda.

(Ust. Fajar Jaganegara, S.Pd.I)

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *