Multi Tasking Dalam Dakwah
Oleh: Ust. Burhan Shodiq
Kondisi dakwah hari ini menuntut seorang aktivis untuk bisa berpikir dalam bekerja multitasking. Bagaimana dia berupaya sekuat tenaga untuk bisa mengerjakan banyak hal dalam waktu yang bersamaan. Misalnya menjadi takmir masjid, tapi juga harus menjadi panitia kajian, sekaligus menjadi relawan di kegiatan kemanusiaan plus menjadi ayah yang berdagang makanan di rumah. Tentu saja hal ini tidak mudah. Perlu keseriusan dan skill yang tidak biasa.
Apa itu multitasking? Multi adalah banyak, tasking ialah melakukan pekerjaan. Jadi secara sederhana, multitasking ialah melakukan pekerjaan yang banyak dalam waktu yang bersamaa (sedang). Dalam istilah komputer, multitasking berarti menjalankan dua atau lebih program dalam sebuah komputer pada saat yang bersamaan.
Dalam dunia dakwah dan perjuangan, seseorang diharapkan bisa melakukan beberapa pekerjaan dan amanah dakwah dalam waktu yang sama. Sebut saja Yono. Dia seorang bapak muda yang sedang senang senangnya berbisnis kuliner. Dia buka warung makanan di rumahnya. Bermodal uang 3 juta dia berjualan pisang molen. Sehari hari dia berjualan. Selain fokus berjualan, dia juga buka rumah tahfidz di rumahnya. Anak anak setiap sore datang ke rumahnya. Belajar membaca Al Qur’an dan menghapalnya.
Selain itu, Yono juga tercatat sebagai anggota aktif sebuah organisasi dakwah. Dia harus membuat program kerja untuk organisasinya. Belum lagi dia juga yang mencari dana untuk menghidupi program programnya itu. Selain itu, Yono juga ketua takmir di masjid kampungnya. Setiap bulan ia harus menyelenggarakan pengajian bulanan di kampungnya. Plus, ia pun sekretaris RT yang saban pertemuan harus menjadi notulen rapat mendampingi bapak RT setempat.
Kebayang tidak betapa repotnya seorang Yono. Ini baru beberapa saja. Ada banyak Yono yono lainnya yang lebih repot dan lebih ribet darinya. Amanah dakwah bertubi tubi harus disertai dengan kemampuan multitasking yang mumpuni. Kalau tidak, amanah demi amanah akan berjatuhan satu demi satu.
Dave Crenshaw, penulis buku ‘The Myth of Multitasking: How “Doing It All” Gets Nothing Done’ menyatakan bahwa kemampuan multitasking terbentuk karena budaya, di mana seseorang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang terbiasa melakukan beberapa hal dalam satu waktu.
Sejauh yang kita amati, kini memang multitasking menjadi sebuah kebutuhan. Tantangan zaman menghajatkan seseorang harus punya kemampuan ini. Ia harus benar benar menguasai masalah. Sehingga banyaknya beban bukan malah membuat strees, tetapi banyaknya beban malah membuat dia semakin bisa piawai dalam mengatur prioritas.
Hanya saja seseorang yang ingin mengambil opsi ini harus benar benar paham bahwa multi tasking harus dilakukan dengan cermat. Ia tidak bisa dilakukan secara serampangan dan grusa grusu. Ia harus benar benar dilakukan secara cermat.
Penelitian yang dilakukan di University of Michigan’s Brain, Cognition and Action telah menemukan bahwa hanya 2 persen dari orang orang yang mampu melakukan multitasking dapat mengerjakan semua pekerjaannya dengan hasil sempurna.
Sebaliknya sebanyak 98 persen lebih sering keteteran dalam mengerjakan satu tugas tertentu dan jika tejadi kesalahan, dirinya membutuhkan waktu yang lebih lama hinga dua kali lipat untuk membenahinya dibandingkan jika tugas tersebut dilakukan satu per satu.
Setiap kali kita berhenti pada satu titik pekerjaan dan pindah ke pekerjaan lain, otak manusia memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri di pekerjaan tersebut. Hal ini akan diperparah jika pekerjaan-pekerjaan tersebut membutuhkan kemampuan yang berbeda.
Nah, apa kira kira yang harus anda siapkan jika anda berada pada posisi harus multitasking? Pertama, fisik harus kuat. Lalu pikiran yang kreatif, yang dibutuhkan untuk memikirkan dan menyusun langkah-langkah berikutnya. Selanjutnya adalah skala prioritas, sehingga dapat memilih mana yang perlu didahulukan.
Mereka yang diberi amanah yang banyak dalam satu waktu, akan membutuhkan energi yang lebih besar daripada yang lain. Sebab ia berpikir lebih banyak dan lebih variatif. Padahal setiap amanah dakwah mungkin saja membutuhkan fokus yang berbeda beda satu dengan yang lainnya. Setiap berpindah pada satu fokus, maka dibutuhkan fokus pada bidang yang lainnya.
Jika tidak kuat fisik, dia akan mudah sakit dan terkena penyakit. Maka fisik yang kuat sangat dibutuhkan bagi mereka yang mendapat banyak amanah dan harus bisa multitasking dalam melakukan amanah amanahnya.
Kemudian yang tak kalah penting adalah take and break atau mengambil waktu rehat, supaya tidak terlalu letih. Multitasking membutuhkan fisik yang sehat. Jadi, di antara kesibukan, kita harus rehat agar rileks. Ketika rileks, orang akan bisa berpikir kreatif.
Banyaknya aktivitas dakwah yang menggunung jangan sampai membuat kita jutek. Nikmati saja semuanya dengan santai. Tidak perlu menjadi panik dan bingung. Semua akan jalan dengan seksama asal kita mau menikmatinya.
Kemudian yang tidak boleh lupa adalah menyusun agenda pengerjaan yang sangat rapi. Jangan bairkan semuanya menjadi hancur hanya karena kita tidak mampu memilah mana yang penting dari yang paling penting. Karena kalau semua penting, pasti ada yang terpenting. Pintar pintarlah dalam menyusun agenda ini. Jangan sampai semuanya menjadi kacau. Satu kacau, maka akan kacau yang lainnya.
Kalau memungkinkan buatlah sistem kerja yang baik. Anda tidak berkerja sendirian bukan? Maka manfaatkanlah orang-orang di sekitar anda untuk berkerja sesuatu ritme yang anda tentukan. Siapa melakukan apa, dalam kondisi bagaimana, dan seperti apa bentuknya. Semakin rapi semakin bagus.
Jika semuanya sudah kita kerjakan, maka pekerjaan dakwah sebanyak apapun akan mudah kita lakukan. Selama kita ikhlas dan selalu mohon pertolongan Allah taala. (Himayah Foundation)