Muhasabah
Oleh: Abu Athif, Lc –غفر الله له ولواديه-
Muhasabah berarti menghitung dan juga mengoreksi. Terkadang juga bisa digunakan untuk istilah audit. Berbicara soal hitung-menghitung dan mengaudit, Islam adalah agama yang paling menganjurkan untuk itu, khususnya berkenaan dengan amaliyah ibadah dan ketaatan kepada Allah ta’ala. Hal itu terbukti dengan apa yang disabdakan oleh Rasulullah saw :
إن أول ما يحاسب به العبد يوم القيامة من عمله صلاته فإن صلحت فقد أفلح وأنجح وإن فسدت فقد خاب وخسر
“Sesungguhnya pertama kali yang dihitung pada hari kiamat dari amalan seorang hamba adalah sholatnya, maka jika sholatnya baik maka sungguh dia telah menang dan sukses, dan jika sholatnya buruk maka sungguh dia kecewa dan merugi.” (HR. Tirmidzi, an Nasai dan Ibnu Majah)
Dalam kesempatan lain kata muhasabah juga sering digunakan untuk istilah introspeksi diri. Dikarenakan dengan muhasabah, seorang hamba berupaya mencerminkan dirinya dengan nilai-nilai Islam. Sudahkah sesuai dengannya ataukah belum. Dengan muhasabah pula, seorang hamba bisa mengendalikan perilakunya. Sebelum bertindak, seorang hamba akan memikirkan apakah perbuatan ini bermanfaat untuk dirinya ataukah mendatangkan madlorot (keburukan) di dunia dan akhirat.
Dengan demikian muhasabah adalah sebuah kata yang selalu lekat dalam kehidupan seorang muslim. Bagaimana tidak, karena setiap harinya seorang muslim haruslah menunaikan perhitungannya. Perhitungan untuk menghadapi hari perhitungan amal (yaumul hisab).
Menarik untuk menjadi sebuah perhatian bagi seorang muslim, kenapa Islam menganjurkan untuk bermuhasabah? Salah satu jawabannya adalah penjagaan orientasi hidup seorang hamba. Tentunya orientasi hidup seorang mukmin adalah keselamatan akhiratnya. Dengan muhasabah seorang hamba diingatkan untuk hari yang sangat penting yaitu hari akhirat, hari yang di dalamnya dihitung semua amalan manusia. Sementara di saat yang bersamaan banyak manusia yang lalai tentang hal itu, seperti apa yang difirmankan oleh Allah ta’ala :
﴿اقْتَرَبَ لِلنَّاسِ حِسَابُهُمْ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ مُعْرِضُونَ (1) مَا يَأْتِيهِمْ مِنْ ذِكْرٍ مِنْ رَبِّهِمْ مُحْدَثٍ إِلَّا اسْتَمَعُوهُ وَهُمْ يَلْعَبُونَ
“Telah semakin dekat kepada manusia perhitungan amal mereka, sedang mereka dalam keadaan lalai dan mereka berpaling (dari akhirat). Setiap diturunkan kepada mereka ayat-ayat yang baru dari Robb mereka, mereka mendengarkannya sambil bermain-main.” (QS. Al Anbiya’ : 1-2)
Hal tersebut dikuatkan pula dengan perkataan sahabat Rasulullah saw sekaligus menantunya; Ali bin Abi Thalib, beliau berkata : “… Jadilah kalian generasi akhirat dan janganlah kalian menjadi generasi dunia. Sesungguhnya hari ini yang ada adalah kesempatan beramal dan belum ada perhitungan, sementara esok (hari akhirat) yang ada hanyalah perhitungan dan tidak ada lagi kesempatan beramal…” (HR. Bukhari).
Dengan bermuhasabah seorang hamba dididik untuk menjadi orang yang cerdas. Orang yang selalu memperhitungkan setiap amalan yang dia kerjakan sebagaimana sabda Nabi saw :
الكيس من دان نفسه وعمل لما بعد الموت والعاجز من اتبع نفسه هواها وتمنى على الله –رواه ابن ماجه والترمذي وحسنه-
“Orang cerdas adalah orang yang selalu mengoreksi dirinya dan beramal (sebagai persiapan) untuk kehidupan setelah kematian. Sementara orang yang lemah (akalnya) adalah orang yang memperturutkan dirinya dengan hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Alloh”. (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi dan dihasankan oleh beliau)
Salah satu indikasi seseorang berhasil dalam muhasabahnya adalah munculnya rasa muroqobah; yaitu rasa senantiasa diawasi oleh Allah ta’ala. Karena hakikatnya, ketika seorang hamba mengintrospeksi dirinya dan mengaudit perilakunya maka pada saat itulah dirinya menumbuhkan kesadaran bahwa Alloh ta’ala senantiasa memperhatikannya. Kemudian dalam dirinya timbul suatu pertanyaan; apakah yang telah dilakukan dan diucapkannya mengundang ridlo Alloh ataukah murka-Nya?
Untuk itulah pada suatu kesempatan Rasulullah saw pernah memberikan wasiat dan petuah kepada Mu’adz bin jabal dan Abu Dzar melalui sabdanya :
اتق الله حيثما كنت وأتبع السيئة الحسنة تمحها وخالق الناس بخلق حسن
“Takutlah engkau kepada Alloh di manapun engkau berada dan iringilah perbuatan buruk dengan kebaikan niscaya bisa menghapusnya dan berakhlaklah kepada manusia dengan akhlaq yang baik.” (HR. Tirmidzi)
Semoga Allah ta’ala memudahkan langkah kita untuk bermuhasabah dan meringankan hisab kita di hari dihitungnya semual amal manusia.
Wallohu a’lam bis showab.
–(Himayah Foundation)–