Menyelami Makna Alhamdulillah

Oleh: Syamil Robbani

Samuelrebban@gmail.com

Dzikir adalah adalah amalan yang senantiasa dilakukan oleh seorang mukmin. Dzikir itu selain bentuk ibadah kita kepada Allah, tapi juga sebagai sarana untuk mencari ketenagan bagi setiap orang beriman. Karena dengan berdzikir kepada Allah, maka hati menjadi tenang.

ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ‌وَتَطۡمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكۡرِ ٱللَّهِۗ أَلَا بِذِكۡرِ ٱللَّهِ ‌تَطۡمَئِنُّ ٱلۡقُلُوبُ

“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram.” (QS. Ar-Ra’du; 28)

Ketahuilah ! ada satu Kalimat zikir yang sering terucap dilisan seorang mukmin, kalimat yang sering terdengar ditelinga seorang muslim. Yaitu kalimat tahmid (alhamdulillah) sebuah kalimat yang sederhana dan ringkas, tapi memiliki makna yang tinggi dan mendalam.

Tapi, pernahkah kita berusaha untuk merenungi, memikirkan dan mencari tahu makna dibalik kalimat tahmid tersebut. Padahal kalimat dzikir akrab ditelinga kita, semoga dengan usaha kita memahami kalimat dzikir ini, dapat mejadikan kita lebih menghargai kalimat dzikir ini dan menambah kualitas kekhusukkan kita kepada Allah.

Tahmid adalah seseorang mengucapkan alhamdulillah sebagai bentuk pujian, sanjungan dan terimakasih kepada Allah secara berkali-kali. (Tahdzib Al-Lughah, Abu Manshur, 4/252) hamdu secara Bahasa bermakna lawan kata dari dzam yaitu tercela. Kalimat hamdu sebagai kata yang dipakai disini adalah bentuk pujian yang maknanya lebih umum daripada syukru (ucapan terima kasih). Karena syukru adalah pujian atas kebaikan atau pertolongan yang mendahului. Artinya orang akan bertetimakasih atas perbuatan baik atau pertolongan yang dia terima.(Tafsir Al-Quran Al-Adhim, Ibnu Katsir, 1/129). Sedangkan kata hamdu adalah pujian yang diucapkan setiap saat, tidak hanya tidak berkaitan dengan pertologan yang mendahuluinya. (Mausuah Tafsir Al-Maudhui, 15/115)

Kalimat Alhamdulillah adalah juga sebagai ayat permulaan dari surat Alfatihah. Ada beberapa makna yang menarik yang seharusnya dipahami oleh seorang muslim, sehingga dapat lebih menghargai kalimat yang singkat lagi padat, tapi penuh dengan makna dan arti.

Pertama, penyebutan kata alhamdu dalam Al-Qur’an itu sebanyak lebih 40 kali penyebutan. Diantaranya Allah memulai surat Alfatihah dengan kalimat tahmid, begitu pula surat lainnya. Surat Al-an’am, Al-Kahfi, saba’, Fatir. Dalam kata al-hamdu terkandung makna pujian yang berarti menetapkan sifat-sifat terpuji untuk Allah dan menafikan segala kekurangan dan kecacatan dari Allah. (Mausuah Tafsir Al-Maudhui, 15/115)

Sebagaimana kita ketahui Al-Quran dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ini merupakan kesepakatan para sahabat tentang urutan penempatan surat dalam Al-Qur’an. Surat tersebut dikenal dengan Fatihatul kitab (surat pembuka) yang Allah memulai firman-Nya dengan kalimat tahmid.

Rasulullah ﷺ pun juga mengajarkan kepada para sahabatnya untuk memulai khutbahnya dengan kalimat tahmid. Maka dari sini para ulama juga mengikuti Beliau dengan memulai dan memberikan pendahuluan pada kitab-kitab karya mereka dengan kalimat tahmid. (Fath Dzil Al-Jalal Wa Al-Ikram, Utsaimin, 1/43)

kalimat alhamdulillah itu dimulai dengan alif dan lam. bahwa (ال) pada kata alhamdu itu mempunyai makna الجنس (jenis) yaitu bermakna segala bentuk jenis pujian serta sanjungan kepada Allah dalam sifat-sifat-Nya serta kehendak-Nya terangkum dan masuk dalam satu kata saja yaitu alhamdu. Diantara hikmahnya adalah, Ketika seorang hamba itu sangat ingin untuk memuji Allah dengan sebenar-benarnya dan pada saat yang sama ia tidak mampu memberikan hak tau porsi yang sesuai dan layak kepada-Nya. Maka Allah memberkan solusinya yaitu dengan mengkhabarkan kepada para hambanya atas pujian tersebut yaitu dengan kalimat الحمد لله . karena niscaya apabila seorang hamba mengitung-hitung  kenikmatan yang Allah berikan kepadanya, maka ia tidak akan mampu.( Mausuah Tafsir Al-Maudhui, 15/116)

Allah berfirman:

وَإِن تَعُدُّواْ نِعۡمَةَ ٱللَّهِ لَا تُحۡصُوهَآۗ

Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnnya.” (QS. An-Nahl; 18)

Kedua, kalimat tahmid didalamnya terkandung dua makna sekaligus. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Akhfasy, bahwa dalam kalimat tahmid ada ungkapan(الشكر) terima kasih dan ungkapan (الثناء) pujian dan sanjungan. (lisan Al-Arab, Ibnu Mandzur,3/155).

Kalimat alhamdu mampu menggabungkan dua arti sekaligus. Karena pujian dan terima kasih itu berbeda. Terkadang seseorang bisa memuji tanpa harus berterima kasih dan terkadang seseorang bisa berterimakasih tanpa memuji.

Untuk memahaminya, kami beri contoh seseorang memuji tanpa harus berterimakasih. Ketika seseorang bertemu dengan kawannya yang mengenakan pakaian baru. Maka ia berkata kepada kawannya, “Wah, keren tuh bajunya, baju baru ya…beli dimana?” apa yang dikatakan oleh seseorang tersebut kepada kawanya, apakah kalimat pujian atau terimakasih? Jelas itu adalah kalimat pujian bukan terimakasih.

Contoh lain, seperti seseorang yang melihat talenta dari seorang atlet olahraga. Maka ia akan berkata, “hebat bener tuh atletnya.” Kalimat pujian yang terlontar tapi bukan ucapan terimakasih. maka ketika seseorang melihat sesuatu yang indah, menarik, menawan, dan mempesona ia akan memujinya.

Adapun contoh dari seseorang yang berterimakasih tanpa harus memuji. Yaitu kisahnya nabi Musa ketika mendapat perintah untuk berdakwah kepada Fir’aun yang telah melampaui batas. Ketika Nabi Musa telah sampai kehadapan Fir’aun dan mendakwahkan bahwa tuhan yang sesungguhnya yang berhak disembah adalah Allah semata. Maka Fir’aun sangat geram dan berkata dengan sombongnya menentang dakwah tersebut.  Sehingga Allah abadikan dalam firman-Nya;

أَلَمْ نُرَبِّكَ فِينا وَلِيداً، وَلَبِثْتَ فِينا مِنْ عُمُرِكَ سِنِينَ

“Dia (Fir’aun) menjawab, “Bukankah kami telah mengasuhmu dalam lingkungan (keluarga) kami, waktu engkau masih kanak-kanak dan engkau tinggal Bersama kami beberapa tahun dari umurmu.” (QS. Asy-Syuara; 18)

Muhammad Ali Thaha dalam tafsirnya mejelaskan bahwa fir’aun mengingatkan jasanya ketika nabi musa masih kanak-kanak. Merekalah yang mengasuhnya, tidak membunuhnya, memberinya penghidupan dikerajaan yang dipenuhi kemewahan dan kemuliaan. ( Tafsir Al-Qur’an al-Karim Wa I’rabuhu, Muhammad Ali Thaha, 6/548)

Setelah fir’aun menolak dakwah tersebut dengan mengingatkan jasanya kepada nabi musa dimasa kecilnya. Lalu apa yang akan dikatakan nabi musa..? nabi musa tidak mengingkari kebaikan yang dilakukan fir’aun kepadanya, justru mengakui kebaikan tersebut. Sedangkan mengakui bantuan seseorang itu adalah bentuk dari terimakasih. tapi apakah nabi musa membenarkan tidakan  melampaui batasnya fir’aun..? apakah nabi musa lantas memuji tindakan kufurnya fir’aun..?  tidak..! nabi tidak pernah membenarkan, memuji, setuju atas kesesatan ini semua. Sebagaimana Allah berfirman;

وَتِلْكَ نِعْمَةٌ تَمُنُّها عَلَيَّ أَنْ عَبَّدْتَ بَنِي إِسْرائِيلَ

“Dan itulah kebaikan yang telah engkau berikan kepadaku, (sementara) itu engkau telah memperbudak Bani Israil.” (QS. Asy-Syua’ra; 22)

As-Sudi, Ath-Thabari, dan Al-Fara’ menjelasakan bahwa jawaban Nabi Musa atas hal tersebut menunjukan bahwa nabi musa mengakui kebaikan fir’aun. Atau dalam ungkapan lain, “benar, pengasuhanmu kepadaku itu adalah kebaikanmu terhadapku. Sedangkan engkau masih memperbudak kaumku, sehingga bagaimana pun juga ini tidak dapat menghalagiku untuk menyampaikan kebenaran ajaran ini. (At-Tafsir Al-Munir, Wahbah Az-Zuhaili, 19/135)

Contoh lain dari berterimakasih tanpa harus memuji. Kita sebagai kaum muslimin sangat memuliakan orang tua, memperhatikan hak-hak keduanya, sekaligus kita diperintahkan untuk bertemakasih dan berbakti kepada kedua orang tua. Allah berfirman;

‌أَنِ ‌ٱشۡكُرۡ لِي وَلِوَٰلِدَيۡكَ إِلَيَّ ٱلۡمَصِيرُ

“Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.” (QS. Luqman; 14)

Kita diperintahkan untuk berbakti, berterimakasih dan taat kepada perintah kedua orang tua. Tapi dalam beberapa kasus misalnya, apabila kedua orang kita berusaha dan memaksa kita untuk melakukan kesyirikan kepada Allah, apakah kita mentaati perintah tersebut..? apakah kita memenuhi ajakan tersebut..? tidak! Tidak boleh seorang muslim melakukan syirik kepada Allah karena syirik adalah dosa yang paling besar disisi Allah. Tapi apakah kita masih diperintahkan untuk tetap berbuat baik kepada keduanya…? Iya, benar. Bahkan walaupun kedua orang tua kita kafir sekalipun kita tetap diperintahkan untuk berbuat baik dan berterimaksaih kepada keduanya. Tapi itu tidak lantas kita untuk membebarkan, setuju, dan memuji tidakan syirik yang dilakukan kedua orang tua kita.

Allah berfirman:

 وَإِن ‌جَٰهَدَاكَ عَلَىٰٓ أَن تُشۡرِكَ بِي مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٞ فَلَا تُطِعۡهُمَاۖ وَصَاحِبۡهُمَا فِي ٱلدُّنۡيَا مَعۡرُوفٗاۖ

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau mentaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman; 15)

Maka kesimpulannya seseorang bisa memuji tanpa harus berterimakasih dan sebaliknya seseorang bisa saja berterimakasih tanpa harus memuji.

Sedangkan pujian dalam kalimat الحمد الله itu menggabungkan dua makna sekaligus yaitu pujian terhadap Allah dan ucapan terimakasih hanya untuk Allah. Satu kata yaitu alhamdu yang mempunyai dua makna sekaligus. Sehingga arti mendalam dari alhamdulillah adalah segala puji dan dan segala ucapan terimakasih hanya milik Allah. Dan ini menjadi keunikan Bahasa arab dari Bahasa lainnya. Karena terkadang mengandalkan terjemahan saja belum mewakili secara utuh dari makna yang terkandung dari kosa kata Bahasa arab.

Sebagai contoh kata memuji dalam Bahasa arab itu ada beberapa versi. Diantara nya alhamdu dan almadkhu, yang masing-masing kata ini mempunyai rasa yang berbeda. Tapi dalam terjemahannya alhamdu dan almadkhu itu sama-sama diterjemahkan dengan pujian dan sanjungan.

Karena nyatanya terkadang seseorang itu memuji, tapi pujian tersebut palsu alias tidak sungguh-sungguh dalam memuji. Misalnya seseorang sedang naik kendaraan, qadarulloh. ia ditilang oleh pak polisi. Lalu ia meminggirkan kendaraannya ke tepi jalan seraya berkata kepada pak polisi tersebut, “Wah, pak polisi hari ketihatan ganteng banget, gagah lagi.” Bisa ditebak apakah orang tersebut memuji dengan sungguh-sungguh dari hati…? Tidak! Ia pura-pura memuji agar terhindar dari tilangan tersebut.

Disinilah letak perbedaan antara alhamdu dan almadkhu. Sebagaimana yang dijelaskan oleh syeikh Utsaimin, Alhamdu adalah pujian yang sungguh-sungguh berangkat dari hati disertai rasa cinta, penghormatan dan pengagungan terhadap sesuatu yang dipuji. Sedangkan almadkhu itu hanya sekedar pujian yang tidak berkaitan dengan rasa cinta dan penghormatan terhadap sesuatu. (Fath Dzil Al-Jalal Wa Al-Ikram, Utsaimin, 1/43)

Maka hendaknya seorang muslim untuk memperbanyak mengucapkan kalimat alhamdulillah, sebagai bukti rasa syukur kita kepada Allah melalui lisan. Didalamnya terkandung pujian serta ucapan terimakasih yang tulus dilantunkan seorang hamba.

Ketiga, kalimat alhamdulillah yang diucapkan seseorang itu akan mendorong untuk berpikir posif dimanapun dan kapanpun. Bahkan, dalam keadaan yang terkadang sukar untuk bersyukur. Misalnya, seseorang yang spion motornya rusak, karena motornya terjatuh. Ketika seorang tersebut mengucapkan alhamdulillah maka ia pertama memuji Allah. Kedua ia bersyukur atas kejadian tersebut yang merusak spion motornya. Bagaimana mungkin ia bersyukur dan berterimakasih kepada Allah atas hal demikian…? Karena logikanya seperti ini, walaupun spion orang tersebut rusak, tapi setidaknya dirinya selamat dan sehat dari incident jatunya motor tersebut, setidaknya yang rusak hanyalah spionnya saja sedangkan mesin dari motor tersebut masih bisa berfungsi, walaupun spionnya rusak, tapi setidaknya motor tersebut itu miliknya. Dan seterusnya yang menunjukan pikiran positif dari kalimat alhamdulillah.

kita sebagai manusia kerap kali lalai terhadap nikmat Allah. Kita sering sekali hanya memikirkan masalah kita saja. Tapi kita lupa betapa banyak Allah menyelamatkan kita dari berbagai kesulitan, kesukaran dan marabahaya. Maka seharusnya kita selalu memikirkan tentang kasih sayangnya Allah kepada hamba-hambanya dimanapun dan kapanpun. Sehingga kita menjadi manusia-manusia yang berpikiran optimis.

Keempat, apabila kita cermati dalam kata Alhamdulillah, disitu menggunakan kata benda (ism) bukan kata kerja (fi’il). Ini bukan kebetulan yang tanpa makna. Tapi ini merupakan pilihan kata yang tepat dan menyimpan makna yang luar biasa.

Karena Kata kerja itu suatu kata yang berkaitan dengan waktu tertentu, alias menggambarkan perkerjaan disuatu waktu. Seperti contoh, saya telah memuji Allah (حَمِدتُ الله ) maka ini kata kerja yang menunjukan waktu yang telah lampau (fi’il madzi). Contoh lain, saya sedang memuji Allah (أَحْمَدُ اللهَ) maka ini kata kerja yang menunjukan waktu sekarang atau yang akan datang (fi’il mudhari’). (Jami’ Ad-Durus Al-Arabiyyah, Musthafa bin Muhammad, 1/33)

  Atau dalam kata lain, kata kerja itu adalah kata yang menunjukan makna yang terbatas dengan waktu tertentu. Sedangkan kata benda itu kata yang menunjukan sesuatu yang tidak terbatas atau tidak berkaitan dengan waktu. Seperti dikatakan, “ini bola” maka ini lafadz yang menunjukan sesuatu benda tersebut, tidak ada hubungannya dengan waktu. Dalam kata lain, tidak terikat dan tidak terbatas dengan waktu.

Disini Allah tidak menggunakan kata kerja seperti (أُحْمَدُ اللهَ) tapi menggunakan kata benda (الحمد لله) yang maknanya adalah pujian dan terimakasih kepada Allah itu selalu ada dan tidak terbatas oleh waktu. Karena mungkin saja seseorang itu memuji Allah pada saat ini saja, tapi pujian dan sanjungan kepada Allah akan senantiasa ada dan melekat kepada Allah.

Sekaligus kata benda tersebut tidak membutuhkan yang Namanya pelaku, alias kata yang mampu berdiri sendiri. Sedangkan kata kerja itu membutuhkan pelaku. Maka apabila dikatakan, “menendang bola” maka pertanyaannya siapa yang menendang bola? Jadi kata tersebut akan dapat dipahami apabila diberi pelaku pekerjaan, alias kata yang tidak dapat berdiri sendiri.

Dalam kata alhamdulillah disini, Allah membuatnya berdiri sendiri karena menggunakan kata benda yang tidak membutuhkan pelaku. Yang artinya pujian, sanjugan, dan terimaksih kepada Allah itu tidak dibatasi oleh waktu dan pelaku.

Maka dengan mengucapkan Alhamdulillah itu menunjukan beberapa makna. selain kita memuji dan bersyukur kepada Allah, sekaligus mendorong untuk selalu berpikir positif, serta dengan kalimat ini menyadarkan kita Kembali bahwa sejatinya Allah tidaklah butuh kepada hambanya. tapi kitalah yang membutuhkan Allah, kitalah yang seharusnya selalu mendekat, beribadah, dan bertaqarrub kepada Allah. Karena kitalah yang membutuhkan Allah…!

Inilah beberapa renungan pribadi dari makna kalimat yang pendek tapi makna sangat mendalam, yaitu kalimat tahmid (alhamdulillah) dan masih banyak lagi rahasia-rahasia yang belum kita ketahui khususnya pada kalimat ini. Semoga kita dapat mengambil banyak pelajaran dari kalimat ini, dan semoga kita menjadi hamba-Nya yang selalu diberi keistiqomahan untuk beribadah, bertaqarrub dan bersyukur kepada-Nya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *