Menjadi Dai di Segala Lini

Menjadi Dai di Segala Lini

Apa yang menyebabkan Islam bisa menyebar di seluruh dunia? Apa yang membuat Islam mampu bertahan dalam kurun abad yang begitu lama. Bahkan eksistensinya terus bertambah, baik dari segi kuantitas dan semoga juga dengan kualitas.

Terlepas dari janji Allah yang akan terus menjaga agama ini terus eksis hingga kiamat nanti, ada sebab lain yang membuat Islam terus ada gaungnya. Karena adanya dakwah dan peran setiap muslim yang terus menyampaikan risalah Islam ini, sehingga manusia beriman, menyatakan diri menjadi orang-orang yang bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhamad adalah nabi dan rasul-Nya.

Dakwah adalah pekerjaan para nabi dan rasul, yang kemudian setelah mereka tiada, peran tersebut berpindah kepada setiap muslim. Karena dakwah bukan hanya tugas para ulama dan kiyai, bukan hanya tugas para ustadz dan dai. Akan tetapi dakwah adalah kewajiban untuk setiap muslim, untuk menjadi bagian dari dakwah Islam ini.

Dai: Sebuah kewajiban tanpa pandang profesi.

Indonesia. Negeri kita tercinta ini berjarak 8.388 Km dari Mekkah, tempat wahyu pertama yang Allah turunkan. Namun menarik, justru Islam menjadi agama mayoritas yang dipeluk penduduk negeri ini. Tidak main-main, angkanya mencapai 209 juta muslim menurut penelitian global religiuos futures pada tahun 2018. Ajaib.

Bagaimana mungkin sebuah negara kepulauan yang nyaris berada di ujung tenggara dunia, yang jauh dari jantung keislaman dan memiliki perbedaan budaya dan bahasa mampu menjadi negara muslim terbanyak di dunia, menduduki puncak klasemen populasi muslim dibandingkan negara muslim lainnya.

Jawabannya adalah karena dakwah. Karena dakwah yang dibawa oleh setiap pedagang muslim yang menyebrangi samudra hingga tiba di Nusantara. Mereka menyebar di pusat-pusat perdagangan, berinteraksi dengan masyarakat lokal, sebagian berasimilasi dengan menikahi wanita-wanita tempatan. Terjadilah interaksi sosial, lewat akhlak dan prilaku mereka orang-orang mempelajari sesuatu yang baru, sebuah agama baru. Islam.

Penyebar Islam pertama bukan para ulama, menurut T.W.Arnold bahwa Islam dibawa oleh para pedagang Arab yang menghimpun komunitas Arab di Nusantara, untuk kemudian terjadilah komunikasi dengan penduduk lokal dan proses penyebaran Islam (dakwah) di tengah-tengah mereka. (lihat: T.W. Arnold, The Preaching Of Islam: A History of Propagation of The Muslim Faith, hlm. 364-365)

Islam hadir di Nusantara dibawa langsung dari jantung Islam di Tanah Arab,  seperti yang diyakini oleh Naquib al-Attas, juga dipegang oleh Buya Hamka. Sehingga proses dakwah yang terjadi dilakukan langsung oleh para pedagang Arab yang melakukan kegiatan ekomoni, sembari membawa misi utama sebagai seorang dai.

Profesi utama seorang muslim itu adalah dai, apapun profesinya., jika ia seorang pekerja kontruksi maka ia adalah dai, jika ia seorang petani maka ia pun dai, bahkan sampai ia berprofesi sebagai kepala negara pun, ia adalah dai. Hasan al-Bana pernah berkata, “Setiap kita adalah dai, sebelum kita menjadi apa dan siapa”. Sebuah ungkapan menarik, memantik satu kesadaran setiap muslim bahwa siapapun anda dan apapun profesinya, maka anda adalah dai. Bukankankah nabi Muhammad pernah bersabda, “Sampaikan dariku walau hanya seayat.”

Karena menjadi dai dengan kewajiban dakwah itu melekat pada diri setiap muslim. Bukankah Allah berfirman:

كُنتُمۡ خَيۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَتُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِۗ

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.”(QS. Ali Imran: 110)

Muslim sebagai umat terbaik memiliki sifat mengajak kepada kebaikan dan mencegah manusia dari kemungkaran. Kebaikan terbaik adalah mengajak manusia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan keburukan terburuk adalah menyekutukan Allah. Itulah dakwah, itulah kewajiban muslim sebagai umat terbaik.

Instrumen dakwah

Dakwah tidak selalu tentang  ayat dan hadist yang dibaca dan disampaikan di mimbar-mimbar masjid atau seminar-seminar keagamaan. Dakwah tidak sesempit itu. karena jika setiap muslim adalah dai, maka dia bisa berdakwah sesuai dengan kapasitasnya, sesuai tempatnya.

ٱدۡعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلۡحِكۡمَةِ وَٱلۡمَوۡعِظَةِ ٱلۡحَسَنَةِۖ وَجَٰدِلۡهُم بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِينَ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl: 125)

Ayat ini menjelaskan metode dakwah kepada setiap muslim, bagaimana cara menyeru manusia kepada Islam. Sayyid Qutb menjelaskan bahwa ayat ini berisi asas-asas al-Quran sekaligus kaidah-kaidah dakwah dan prinsip-prinsipnya, menentukan wasilah-wasilah (sarana) dan metodenya. Juga mewariskan manhaj kepada rasul yang mulia dan para dai setelahnya dengan din yang lurus. Inilah undang-undang dakwah yang telah Allah syariatkan dalam al-Quran. (Lihat: Sayyid Qutb, Fii Zilaal al-Quran, 7/224)

Paling tidak ada 3 cara yang Allah sebutkan dalam ayat ini:

  1. Hikmah

Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa makna hikmah pada ayat ini adalah al-Quran dan as-Sunnah. (Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-‘Adzim, 4/613) Maka hikmah dalam dakwah itu bersumber dari dua hal ini; al-Quran dan as-Sunnah, yang di dalamnya terdapat segala jawaban untuk setiap persoalan kehidupan.

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di menambahkan bahwa makna hikmah pada ayat ini juga meliputi pemahaman terhadap keadaan mad’u (objek dakwah), agar dai menyeru manusia sesuai dengan keadaan dan kadar pemahamannya. Dimulai dari sesuatu yang terpenting kemudian yang penting. Artinya, ada proses bertahap dalam pelaksanaanya.(lihat Abdurrahman as-Sa’di, Taisir al-Kalim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, 1/452)

Maka seorang dai dituntut memahami keadaan mad’u (objek dakwah) dengan ilmu dan pemahaman yang baik agar seorang dai dapat memilih cara yang tepat dalam menyampaikan dakwahnya kepada manusia.

  1. Nasehat yang baik (mauidzah hasanah)

Imam al-Baghawi menyebutkan beberapa makna dari mauidzah hasanah; pertama, nasehat yang baik berupa hasungan dan peringatan yang menyeru kepada Allah. kedua, tutur kata yang lembut dan tidak kasar. (Lihat: Imam al-Baghawi, Ma’alim at-Tanzil, 5/52)

Memberi kabar gembira dan peringatan adalah khas dakwah nabi. Sebagai contoh adalah peristiwa di bukit Shafa saat nabi diperintahkan Allah untuk menyeru orang-orang terdekatnya. Adapun pesan yang disampaikan nabi kepada meraka adalah ajakan untuk menyambut dakwah tauhid yang beliau bawa dan menyampaikan peringatan akan azab yang pedih bagi yang mengingkarinya.

  1. Debat argumentatif

Mujadalah atau berdebat juga merupakan salah satu metode dakwah yang digunakan dai untuk menyampaikan kebenaran dan menyadarkannya. Karena beberapa kasus, tidak semua mad’u bisa didakwahi dengan hikmah dan nasehat saja. Dalam beberapa kasus perlu untuk berdebat demi menyampaikan argumentasi yang mampu menundukkan mereka.

Dalam berdebat salah satu metode yang pernah digunakan nabi adalah cara imrar wa ibthal, membiarkan lawan debat menyampaikan argumentasinya untuk kemudian dipatahkan. (Ali ash-Shalabi, Sirah Nabawiyah, hlm.244)

Sebagai contoh saat orang-orang Quraisy menyebutkan bahwa al-Quran yang dibawa nabi adalah dongeng orang-orang terdahulu. Kemudian nabi mematahkan argumentasi mereka dengan menantang mereka untuk membuat ucapan semisal al-Quran, sebagaimana dalam surat al-Baqarah ayat 23:

“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.”

Sirah Sebagai Peta Dakwah

Rasulullah dengan rekam jejak sirahnya menjadi pedoman sekaligus teladan bagi para dai untuk mengambil i’tibar. Karena tidak ada daik yang lebih berhasil dibandingkan nabi.  Maka bagi seorang dai, nabi adalah panutan di setiap tahapan dakwahnya.

Syaikh Ali ash-Shalabi menuliskan urgensi sirah sebagai bekal seorang dai sebagai sebuah pegangangan, “Seorang dai akan mendapatkan dalam sejarah nabi shallahu ‘alahi wa salam banyak informasi tentang dakwah; metode, tahapan, sasaran, interaksi sosial, kisah perjuangan, rintangan yang dihadapi, hambatan, dan tindakan bijak nabi mengatasi semua itu.” (Ali ash-Shalabi, Sirah Nabawiyah, hlm. XXII)

Jika setiap muslim menyadari kewajibanya untuk andila dalam dakwah, pastilah kebaikan dan keberkahan akan merata. Akan tercipta hubungan yang harmonis berlandaskan iman, saling rangkul dalam taqwa, dan saling tegur karena dosa. Maka dengan izin Allah, dengan dakwah hidup di dunia ini menjadi lebih indah. Menjadi lebih berkah.

Ust. Fajar Jaganegara

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *