Mencari Pemimpin yang Shalih
Oleh: Ust. Muhammad Ubaidillah, MA
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Khutbah Pertama:
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا
أَمَابَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَديِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحَدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلةٍ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِى النَّارِ
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
Kaum muslimin rahimani wa rahimakumullah
Segala puji milik Allah Ta’ala yang Maha Sempurna dan Maha Adil; kepada-Nya kita menghamba secara totalitas.
Kemudian shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarga, sahabat serta semua pengikutnya yang senantiasa istiqamah di atas al-haq hingga akhir zaman.
Khatib berwasiat kepada diri khatib pribadi dan jamaah sekalian agar senantiasa bertakwa kepada Allah, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Kaum muslimin arsyadani wa arsyadakumullah
Pemimpin dan kepemimpinan dalam Islam adalah merupakan keniscayaan, sebab tanpa adanya hal tersebut kemaslahatan dunia dan akhirat akan sulit terwujud. Sahabat Ali bin Abi Thalib Radhyallahu Anhu berkata:
”Kebenaran yang tidak terorganisir akan terkalahkan oleh kebatilan yang terorganisir.” Perkataan sahabat Ali ini sesuai dengan dalil-dalil syar`i baik dari al-Qur’an maupun As-Sunnah.
Kepemimpinan (imamah) dalam Islam ada dua, imamah sughra (kepemimpinan kecil seperti satu negara dan yang ada di bawahnya) dan imamah kubra (kepemimpinan besar, seperti memimpin berbagai negara yang ada di dunia, dan ini dipegang oleh seorang imam/khalifah). Yang dimaksud kepemimpinan dalam Islam adalah kepemimpinan yang mengatur manuisa untuk kemaslahatan dunia dan akhirat mereka.
Kaum muslimin rahimakumullah
Memilih dan mengangkat pemimpin yang shalih hukumnya adalah wajib, baik berdasarkan al-Qur’an, al-Sunnah, ijma’ (kesepkatan para ulama), dan kaidah ushul.
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (-Nya), dan ulil amri di antara kamu (dari kaum muslimin).” (QS. An-Nisaa’ :59).
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa konteks ayat tersebut bersifat umum, berlaku untuk seluruh ulil amri dari pemimpin-pemimpin dan ulama’.
Istidlal (segi pendalilan) ayat ini menunjukkan wajibnya taat kepada Allah, taat kepada Rasul-Nya, dan ulil amri (ulama ‘ dan umara’/penguasa yang muslim). Dalam ayat ini Allah Ta’ala telah mewajibkan ketaatan kepada ulil amri, yakni para pemimpin. Artinya, adanya perintah untuk taat menunjukkan wajibnya mengangkat pemimpin, karena Allah tidak akan memerintahkan untuk menta’ati kepada seseorang atau sesuatu yang tidak ada. Dan Allah tidak akan mewajibkan taat kepada seseorang yang bersifat mandub (sunnah). Maka perintah taat kepada ulil amri menuntut perintah untuk mengadakannya. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan pemimpin untuk kaum muslimin adalah suatu kewajiban.
Hadits Abdullah bin Amrin bahwa Rasulullah Shallallahu “Alaihi Wasallam bersabda:
لا يَحِلُّ لِثَلاثَةٍ يَكُونُونَ بِفَلاةٍ مِنْ الأرْضِ إِلا أَمَّرُوا عَلَيْهِمْ أَحَدَهُمْ
”Tidak halal bagi tiga orang yang tinggal di suatu belahan bumi kecuali salah satunya diangkat menjadi pemimpin.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad dengan sanad yang shahih).
Dalam Majmu’ Fatwanya juz 28 Ibnu Taimiyyah mengomentari hadits tersebut: ”Jika mengangkat imam (pemimpin) dalam kelompok yang amat kecil tersebut wajib, maka ini merupakan perhatian (dalil) atas wajibnya mengangkat imam dalam kelompok yang lebih banyak.”
Adapun dalil sunnah fi’liyyah, bahwa Rasulullah Shallallaahu Alaihi Wasallam mendirikan pemerintahan Islam pertama kali di Madinah. Dan beliau sebagai imam/pemimpin pertama dalam pemerintahan tersebut. Dari sini beliau mulai mengembangkan sayapnya dengan mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshor, mendamaikan suku yang berselisih, mengatur tentara-tentara yang berjihad, menyebarkan dien Islam, mengirim diplomat-diplomat ke berbagai negara, menegakkan hudud dan seterusnya.
Dalil dari ijma’ disebutkan oleh Ibnu Khaldun, beliau berkata, “Mengangkat imam (pemimpin) itu wajib, dan kewajibannya telah diketahui syara’ dengan ijma’ shahabat dan tabi’in. Karena ketika Rosulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam wafat, para shahabat bergegas-gegas mem-bai’at Abu Bakar Radliyallaahu ‘Anhu dan menyerahkan pertimbangan-pertimbangan kepada beliau dalam urusan-urusan mereka. Demikian juga yang terjadi di setiap masa. Hal ini menjadi ketetapan ijma’ yang menunjukkan wajibnya mengangkat Imam.”
Dalam sebuah kaidah ushul fikih disebutkan:
مالايتم الواجب إلا به فهو الواجب
“Sebuah kewajiban yang tidak terlaksana kecuali dengan adanya sesuatu, maka sesutau itu menjadi wajib untuk diadakan”.
Adapun contoh –contohnya seperti: menegakkan hukuman, meninggikan kalimat Allah, menegakkan keadilan, memusnahkan kedholiman, dan lain-lainnya tidak akan mampu dilaksanakan oleh pribadi-pribadi muslim kecuali dengan adanya sebuah kerjasama yang baik dalam sebuah organisasi/pemerintahan yang independen. Maka mewujudkannya menjadi wajib hukumnya bagi komunitas kaum muslimin tersebut. Sebab tanpa adanya pemerintahan yang dipimpin oleh seorang pemimpin/imam, maka perintah Allah tersebut tidak akan bisa diwujudkan.
Kaum muslimin rahimakumullah
Dalam Islam bahwa ciri-ciri pemimpin yang shalih itu banyak sekali. Dalam kesempatan yang singkat ini khatib akan menyampaikan lima ciri yang penting pemimpin sholih, a.l. adalah:
- Mempunyai niat ikhlas menjadi pemimpin
Seorang pemimpin yang shalih dalam memegang jabatannya itu harus diniatkan semata-mata hanya untuk mencari ridha Allah Ta’ala dan menegakkan hukum Allah dan Rasul-Nya. Dengan demikian, ia akan memperoleh yang dijanjikan Allah kepadanya, jika melaksanakan tanggung jawab tersebut dengan baik. Karena setiap amal tergantung niat pelakunya, dan keberhasilan seorang pemimpin tergantung kepada niatnya dalam memegang kepemimpinan itu; apakah untuk memperkaya diri atau semata-mata lillahi Ta’ala. Karena kebanyakan pemimpin di dunia saat ini mencintai dunia dan memimpin umat untuk mendapatkan sesuatu dari dunia.
Kaum muslimin rahimakumullah,
- Pemimpin yang mentaati Allah dan mentaati Rasul-Nya
Sebagaimana dijelaskan dalam surat an-Nisaa’ 59 di atas bahwa pemimpin yang shalih adalah pemimpin yang dalam hidupnya selalu mentaati perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya. Dia memimpin manusia bukan berdasarkan hawa nafsunya, keinginannya, tapi karena menjalankan perintah Allah yang ada dalam Al-Qur’an dan perintah rasul-Nya yang ada dalam Sunnahnya.
Tugas pemimpin yang shalih itu berat, bukan ringan. Karena tugas pemimpin muslim dan shalih dalam Islam adalah menegakkan agama Allah di daerah kekuasaannya; yang meliputi penjagaan agama, dan pelaksanaannya, serta mengatur dunia dengan agama, atau mengatur semua persoalan kehidupan dengan hukum Islam. Termasuk tugas pemimpin yang shalih adalah meneruskan tugas para nabi dan para khalifah, yaitu menegakkan keadilan di antara manusia sesuai dengan Al Kitab yang diturunkan serta membelanya dengan kekuatan. Tugas tersebut tidak dapat berjalan dengan baik kecuali dengan mengangkat pemimpin muslim, yang akan menegakkan keadilan dan mengatur tentara-tentara pembelanya.
Kaum muslimin rahimakumullah,
- Pemimpin dari kalangan orang-orang beriman
Dalam pemahaman Islam dan politik Islam bahwa orang-orang muslim beriman harus memilih orang-orang muslim beriman dan tidak memilih orang-orang kafir dan yang mendukung mereka. Hal yang sudah familiar di tengah masyarakat muslim Indonesia bahkan dunia, dengan adanya gerakan 212 dalam membela kasus penistaan agama 5:51 agar pelakunya dihukum dengan seadil-adilnya sesuai hukum yang ada di Indonesia. Peristiwa ini membuat mata kaum muslimin terbelalak, bahwa memilih pemimpin yang kafir adalah haram dan tidak boleh. Demikian pula pemimpin yang mendukung penista dan pendusta agama Islam. Karena banyak ayat yang melarang hal tersebut.
Ada sebagaian ulama yang mengatakan bahwa umat Islam boleh mengangkat non- muslim menjadi pemimpin dengan alasan bisa berbuat adil kepada mereka, dan dalil-dalil yang melarang mengangkat seorang pemimpin non-muslim karena mereka memusuhi umat Islam. Orang Islam boleh berbuat baik dan adil kepada non-muslim apabila mereka tidak memusuhi umat islam, tidak mengusir mereka, dan membantu orang lain melakukan pengusiran.
Boleh mengangkat non-muslim menjadi pemimpin kaum muslimin dengan syarat dapat berbuat adil, tidak memusuhi umat islam, dan tidak mengusir mereka tetap masih menyisakan pertanyaan. Bagaimana mungkin seorang yang tidak muslim mampu berbuat adil, tidak memusuhi umat Islam, dan mengusir mereka???. Realita yang ada di berbagai negara di dunia tak terkecuali di Indonesia yang mayoritas muslim rakyatnya, muslim presidennya; Islam dimarjinalkan, umat Islam di dhalimi, dan ulamanya dianiaya. Bila demikian keadaannya, kembali ke hukum asalnya, yaitu tidak boleh (haram) memilih pemimpin non- muslim, baik pemimpin di level yang terendah hingga level yang tertinggi.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ، أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْنَ، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلَّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ؛ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا لَا مُنْتَهَى لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَلَا رَبَّ لَنَا سِوَاهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُّهُ وَمُجْتَبَاهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ.
أَمَّا بَعْدُ :فَاتَّقُوْا اللهَ حَقَّ التَقْوَى، وَرَاقِبُوْهُ فِي السِرِّ وَالنَّجْوَى.
Kaum muslimin rahimakumullah,
Selanjutnya ciri pemimpin yang sholih adalah:
- Pemimpin yang mampu berbuat adil terhadap rakyatnya
Banyak sekali ayat dan hadits yang memerintahkan agar pemimpin itu bersikap adil, tidak berat sebelah, tidak tajam ke bawah (orang-orang tidak mampu), dan tumpul ke atas (para pejabat/pembesar bangsa). Bersikap adil termasuk kewajiban terbesar yang harus dijalankan oleh seorang penguasa. Allah berfirman:
يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ
“Hai Dawud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat adzab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan”. (QS. Shâd: 26).
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ
“…dan (menyuruh kamu) agar senantiasa bersikap apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil ..” (QS. An-Nisâ`: 58).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الْمُقْسِطِينَ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ القِيَامَةِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَنْ يَمِينِ الرَّحْمَنِ عَزَّ وَجَلَّ وَكِلْتَا يَدَيْهِ يَمِينٌ الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيهِمْ وَمَا وَلُوا.
“Sesungguhnya orang-orang yang berlaku adil, pada hari Kiamat kelak, ia berada di atas mimbar dari cahaya di sebelah kanan Allah ‘Azza wa Jalla yang Maha pengasih. Kedua tangan Allah sebelah kanan. (Mimbar tersebut) diberikan untuk orang yang bersikap adil dalam berhukum mereka, keluarga mereka, dan yang mereka kuasai” (HR Muslim).
Pemimpin yang shalih wajib bersikap adil terhadap rakyatnya dan memberikan perlakuan yang sama di antara mereka. Karena seorang pemimpin di akhirat kelak akan didatangkan dalam keadaan tangan yang terbelenggu. Kebaikan (keadilan) yang ia lakukan akan melepaskannya dari ikatan tersebut, atau dosanya akan membuat dirinya celaka.
Kaum muslimin rahimakumullah. Ciri pemimpin yang sholih yang terakhir adalah:
- Siap melayani kebutuhan rakyat dan mendengar keluhannya.
Pemimpin adalah pelayan rakyat, bukan minta dilayani rakyatnya. Seorang pemimpin yang shalih harus membuka pintunya untuk memenuhi semua kebutuhan masyarakat, mendengarkan pengaduan orang-orang yang teraniaya dan keluhan mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ إِمَامٍ أَوْ وَالٍ يُغْلِقُ بَابَهُ دُونَ ذَوِي الْحَاجَةِ وَالْخَلَّةِ وَالْمَسْكَنَةِ إِلَّا أَغْلَقَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَبْوَابَ السَّمَاءِ دُونَ خَلَّتِهِ وَ حَاجَتِهِ وَمَسْكَنَتِهِ.
“Tidaklah seorang pemimpin atau seorang penguasa menutup pintunya dari orang-orang yang memiliki kebutuhan, keperluan serta orang-orang fakir, kecuali Allah akan menutup pintu langit dari keperluannya, kebutuhannya, dan hajatnya.” (HR Ahmad dan at-Tirmidzi. Syaikh Al-Bani menshahihkannya dalam Kitab Shahîh al-Jâmi’nya no. 5685).
Dalam hadits tersebut merupakan ancaman keras dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap pemimpin yang menutup pintu dari rakyat yang dipimpinnya.
Dalam sejarah Islam pemimpin yang sholih, adil, dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya itu banyak sekali, seperti kepemimpinan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, Khulafuur Rasyidin, dan lain-lainnya. Contoh yang paling riil, nyata, dan manfaatnya dirasakan umat saat itu adalah kepemimpinan Rasulullah, Umar bin Khattab, dan Umar bin Abdul Aziz.
Kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz dalam waktu yang singkat, yaitu 2,5 tahun. Dengan keshalihannya dan keadilannya; rakyatnya makmur, tidak ada orang miskin pada masanya, orang yang memberikan zakat dan infaq kesusahan untuk mendistribusikan kepada mustahiq karena manusia saat itu serba kecukupan, dan bahkan hewan pun tunduk; srigala tidak memangsa kambing, dan lain-lain. Subhanallahu.
Jama’ah jum’at yang dimuliakan Allah Ta’ala.
Demikian khutbah singkat ini disampaikan, yang dapat disimpulkan bahwa pemimpin yang sholih dalam Islam itu selalu didambakan rakyatnya yang mempunyai ciri-ciri banyak sekali. Di antara ciri-ciri tersebut yang paling penting adalah pemimpin tersebut mempunyai sifat ikhlas dalam memimpin rakyatnya mengharap ridho Allah, taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dari kalangan orang-orang beriman, mempunyai sikap adil dalam kepemimpinannya, dan pemimpin yang siap melayani kebutuhan rakyat dan mendengar keluhannya.
Semoga Allah memberikan kepada kaum muslimin pemimpin yang beriman, sholih, bertaqwa dan adil. Mari kita berdo’a kepada Allah Ta’ala.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ وَبَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِيْ أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْ مَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِيْ رِضَاكَ، وَارْزُقْهُ الْبِطَانَةَ الصَّالِحَةَ النَاصِحَةَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّناَ مُـحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ