Pertanyaan
Ada orang yang mengatakan, jika orang hidup teringat orang yang telah meninggal, misalnya anak teringat mendiang orang yang tuanya kemudian berduka, menangis dan mengenangnya, apakah hal itu menyebabkannya si mayat tersiksa dan menimbulkan dampak buruk baginya? Sehingga kita tidak boleh mengingat-ingat si mayat dengan kesedihan, tangisan tapi cukup dengan doa dan memohonkan ampun serta rahmat baginya, apakah ini benar?
Jawaban
Terdapat riwayat dari Nabi shallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda:
إِنَّ الْمَيِّتَ لَيُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ
“Sesungguhnya mayit itu disiksa karena tangisan keluarganya.” (HR. Bukhari da Muslim)
Arti hadits di atas adalah, jika si mayit berpesan agar ditangisi, sebagaimana yang dilakukan oleh kaum jahiliyah, maka ia disiksa. Ada juga yang mengartikan, bahwa yang demikian itu jika ini sudah menjadi tradisi, lalu si mayat ketika masih hidup tidak memperingatkan keluarganya akan tradisi batil ini, maka ia disiksa. Ada juga yang mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan siksaan itu adalah duka dan sedih karena perbuatan mereka yang tidak diperlukan itu. Jadi bukan siksa neraka.
Adapun sekedar teringat, bersedih dan mengucap “Inna lillahi…” tidak termasuk dalam larangan ini. Karena yang demikian ini banyak dialami oleh manusia, sementara manusia tidak bisa menolak kesedihan dan duka yang terdetik di dalam hatinya ketika teringat orang yang telah meninggalkannya.
Jika ia teringat lalu mengucapkan “inna lillahi…” dan berdoa kepada Allah agar diberi kesabaran dan ketabahan serta diberikan pengganti yang lebih baik dari musibah tersebut, Allah akan memberinya pahala atas musibah yang dialaminya.
(Fatwa Syaikh Ibnu Jibrin, dinukil dari buku Fatwa-fatwa terkini, jilid 2, hal 502)