MUSYAWARAH
Ketetapan manusia berbeda dengan ketetapan Allah dan Rasul-Nya. Ketetapan manusia bisa dimusyawarahkan, diterima atau ditolak. Adapun ketetapan Allah tidak terbuka pintu musyawarah di dalamnya.
Maka dalam firman Allah Ta’ala :
وَأَمۡرُهُمۡ شُورَىٰ بَيۡنَهُمۡ
“Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka.” (QS. Asy-Syura: 38)
Dalam ayat ini Allah menyebutkan bahwa musyawarah itu hanya bisa dilakukan pada urusan manusia bukan dalam urusan Allah.
Ketika Allah telah menetapkan sesuatu perkara, manusia tidak boleh musyawarahkannya lagi, karena hal itu bentuk pembangkangan kepada Allah.
Allah ta’ala berfirman :
وَمَا كَانَ لِمُؤۡمِنٖ وَلَا مُؤۡمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَمۡرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ ٱلۡخِيَرَةُ مِنۡ أَمۡرِهِمۡۗ وَمَن يَعۡصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدۡ ضَلَّ ضَلَٰلٗا مُّبِينٗا
“Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 36)
Ketika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan hukum maka tidak ada pilihan bagi kaum muslimin kecuali menerima ketetapan keduanya. Adapun dalam urusan manusia maka boleh dimusyawarahkan.
(Syaikh Abdul Aziz Ath Tharifi, At Tafsir wal Bayan: 4/2030)