Pertanyaan
Assalamu’alaykum ustadz… Apakah hujjah yang menyatakan larangan untuk memanggil seorang wanita dengan nama suaminya? Misalnya ibu Asep (suaminya bernama Asep).
Syukron.
Jawaban
Waalaikumsalam waramatullahi wabarokatuh.
Alhamdulillah Washalaatu Wassalamua ‘ala Rasulillah.
Kebiasaan memanggil wanita yang telah bersuami dengan nama suaminya telah menjadi hal yang biasa di tengah masyarakat Indonesia.
Jika menelaah tentang hukumnya, maka tidak didapatkan dalil khusus yang melarang hal ini, meskipun ada yang menjadikan dalil-dalil berikut:
Firman Allah:
ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ
“Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan memakai nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil di sisi Allah.” [QS al-Ahzab: 5]
atau sabda Rasulullah:
مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ غَيْرُ أَبِيهِ، فَالجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ
“Barang siapa bernasab kepada selain ayahnya dan ia mengetahui bahwa ia bukan ayahnya, maka surga haram baginya.” [HR. Bukhari al-Maghozi bab : Ghozwatuth Tho`if (3982)]
Namun dalil di atas atau yang semisal berlaku untuk hukum menisbatkan/klaim nasab keturunan seorang anak kepada selain bapaknya. Adapun kebiasaan pemanggilan seorang wanita dengan nama suaminya bukan untuk kliam nasab, namun hanya sekedar kunyah. Sebagaimana yang terdapat al-Qur’an:
Dalam Surat At-Tahrim : 10 disebutkan: [امْرَأَةَ نُوحٍ وَامْرَأَةَ لُوطٍ] “Istri Nabi Nuh dan istri Nabi Luth” dan dalam ayat ke- 11 [امْرَأَةَ فِرْعَوْنَ] “Istri Fir’aun”.
Dalam sebuah hadits sahih riwayat Bukhari, Sahabat Abu Said Al-Khudri meriwayatkan bahwa Zainab istrinya Ibnu Mas’ud menghadap Nabi salah seorang Sahabat berkata: Wahai Rasulullah ini Zainab meminta izin padamu. Nabi bertanya: Zainab yang mana? Sahabat menjawab: Istri Ibnu Mas’ud. Nabi berkata: Iya, beri dia izin.
Kesimpulannya, karena tidak ada dalil khusus yang melarang memanggil seorang wanita dengan nama suaminya, maka hal ini diperbolehkan. wallahu a’lam.