Memaknai Ruh Ibadah di Bulan Ramadhan
Saat ini kita masih berada di pertengahan bulan Sya’ban. Artinya, sebentar lagi kita akan bertemu dengan bulan Ramadhan (amin). Shiyam di bulan Ramadhan adalah sebagaimana yang diungkapkan Ibnu al Qayyim: “Ia merupakan tali kekang bagi kalangan yang bertaqwa, perisai para pejuang, taman bagi mereka yang bahagia dan dekat (dengan Allah), ia meruakan amalan yang hanya milik Allah berbeda dengan amalan lainnya. Orang yang shiyam tidak melakukan apa-apa. Ia hanya diminta untuk meninggalkan syahwat dan makanan karena Allah. Ia meninggalkan segala yang disukai jiwa demi mendahulukan cintanya kepada Allah dan dalam rangka meraih ridha-Nya. Puasa merupakan rahasia antara hamba dan Rabbnya yang tidak diketahui oleh yang lainnya.” (Zâdul Ma’ad: 2/29).
Ramadhan sebagai moment taqarrub
Dari ungkapan Ibn al Qayyim tersebut bisa diambil pelajaran di antaranya adalah puasa merupakan satu bentuk taqarrub kepada Allah. Yaitu dengan cara meninggalkann yang halal (makanan, minuman dan berhubungan suami isteri). Namun perlu digaris bawahi, bahwa tidak cukup hanya dengan meninggalkan yang halal, namun harus diiringi dengan meninggalkan yang diharamkan. Dan ini harus dilakukan secara beriringan. Dengan demikian, taqarrub kepada Allah di bulan Ramadhan harus dilakukan dengan dua hal: Meninggalkan yang halal dan meninggalkan yang haram. Di antara dasarnya adalah hadits yang bersumber dari sahabat Abu Hurairah r.a:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan zuur (di antaranya dusta) dan tetap mengamalkannya maka Allah tidak butuh kepadanya dalam meninggalkan makan dan minumannya”. (HR. Bukhari, no. 1903)
Puasa tidak akan terlihat manfaatnya dan tidak akan bisa terealisir hikmah diwajibkannya kecuali seluruh anggota tubuh ini berpuasa dulu sebelum perutnya yang berpuasa. Sangat terasa janggal, ketika ada sebagian kalangan yang berlapar ria di siang harinya, namun lisan; mata, tangan dan kakinya digunakan bermaksiat di malam harinya.
Ruh jihad dalam puasa Ramadhan
Dalam ungkapan Ibn al Qayyim secara implisit ada dua bentuk jihad -dalam hal ini kaitanya dengan shiyam di bulan Ramadhan- yang dihadapi oleh orang berpuasa. Jihad melawan jiwa (jihad nafs) di siang hari dengan berpuasa dan jihad nafs di malam hari dengan melakukan qiyamullail.
Namun sayang, ada sebagian kalangan yang lulus dalam jihadnya di siang hari. Namun gugur dalam jihadnya di malam hari. Di siang hari mampu menahan lapar, dahaga dan syahwat. Namun di malam hari ia tinggalkan shalat malam, menghabiskan waktunya untuk menoton sinetron dan beragam kemunkaran lainnya. Kalangan seperti ini mengira berpuasa dari kemaksiatan dan dosa hanya khusus di siang hari saja. Orang seperti ini belum memahami dengan benar esensi puasa dan belum faham hikmah diwajibkannya puasa di bulan Ramadhan.
Semoga kita dipertemukan dengan bulan Ramadhan, Allaahumma Ballighna Ramadhan.
(Ustadz Dr. Anung Al Hamat, Lc, M.Pd.I)