Pertanyaan:
Bagaimana hukumnya memakai wajan penggorengan bekas memasak daging anjing yang tidak dilumuri tanah ketika mencuci wajan penggorengan tersebut #KonsultasiSyariahHimayah
Jawaban:
Dalam kitab shahihain disebutkan:
وَعَنْ أَبِيْ ثَعْلَبَةَ الخُشْنِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسولَ اللهِ، إِنَّا بِأَرْضِ قَوْمٍ أَهْلِ كِتَابٍ، أَفَنَأْكُلُ فِيْ آنِيَتِهمْ ؟ قَالَ: لاَ تَأْكُلُوْا فِيْهَا، إِلاَّ أَنْ لاَ تَجِدُوْا غَيْرَهَا، فَاغْسِلُوْهَا، وَكُلُوْا فِيْهَا
Dari Abu Tsa’labah al-Khusyaniy Radhiyallahu anhu ia berkata, “Aku pernah bertanya, ‘Wahai Rasûlullâh , sesungguhnya kami berada di suatu negeri Ahli Kitab, apakah kami boleh makan dengan bejana-bejana mereka ?” Beliau menjawab, “Janganlah kamu makan dengannya kecuali bila kamu tidak mendapatkan yang selainnya, maka cucilah, lalu makanlah dengannya.” [Muttafaq alaihi]
Hadits diatas mengandung beberapa kesimpulan:
Pertama, Hukum asal menggunakan wadah orang kafir adalah dilarang, Sebab seringnya mereka mengunakannya untuk makanan yang najis seperti daging babi, anjing dan lainnya.
Kedua, Syarat jika harus menggunakan bejana mereka ada dua: 1. Tidak ada bejana selain bejana mereka. 2. Harus dicuci hingga hilang dzat najisnya.
Ketiga, dari penjelasan di atas Rasulullah tidak menyatakan kewajiban untuk mencuci wadah tersebut menggunakan tanah hingga tujuh kali, cukup hingga tidak tersisa aroma, rasa dan warna.
Namun dalam Madzhab Syafi’iyyah dinyatakan sebagai mana pernayataan Imam An Nawawi:
وَمَا نَجُسَ بِمُلَاقَاةِ شَيْءٍ مِنْ كَلْبٍ غُسِلَ سَبْعًا إحْدَاهُنَّ بِتُرَابٍ وَالْأَظْهَرُ تَعَيُّنُ التُّرَابِ، وَ أَنَّ الْخِنْزِيرَ كَكَلْبٍ.
“Sesuatu yang menjadi najis karena terkena bagian dari anjing, maka dicuci sebanyak tujuh kali, salah satunya dengan tanah. Yang tampak, harus dengan tanah (tidak boleh diganti dengan yang lain). Dan babi sama seperti anjing” (Al-Minhaj 1/13, Maktabah Syamilah)
Maka mencuci bejana dengan cukup dan sedangkan menggunakan tanah hingga tujuh kali cucian lebih baik. wallahu a’lam.