Faktor utama perpecahan umat adalah penggunaan manhaj atau metodologi yang salah dalam mengamalkan Al Qur’an dan As Sunnah. Meskipun sumbernya sama dan bahannya sama, namun cara pengolahannya salah dan berbeda-beda. Maka hasilnya pun tidak sebagaimana yang diharapkan.
Manhaj dalam memahami Al Qur’an dan As Sunnah merupakan suatu yang urgen. Ketika menggunakan metode yang salah akan menghasilkan pemahaman yang salah pula. sebagaimana di akhir-akhir ini, ada orang yang ingin belajar Islam namun bukannya ke negeri kaum muslimin. Namun, malah ia belajar ke negeri kafir. Maka hasilnya bisa kita ketahui sekarang, mereka memiliki pemahaman yang liberal. Bahkan mereka membuat suatu jaringan namanya JIL (Jaringan Islam liberal).
JIL ini memiliki pemahaman yang jauh dari pemahaman generasi salaf sholih. Bagaimana tidak salaf sholeh mereka mengatakan bahwa Barang siapa yang mencari agama selain agama Islam maka ia akan menjadi orang yang merugi. Namun, mereka malah mengatakan semua agama sama. Generasi salaf mengutuk perbuatan homoseksual, tetapi JIL malah memperbolehkan perbuatan yang telah dilaknat Allah dan Rasul-Nya itu. Sehingga gara-gara perbuatan itu kaum Nabi Luth diadzab Allah ta’ala.
Ada lagi suatu firqoh yang sesat lagi menyesatkan namanya Syiah. Syiah ini memiliki pemahaman yang benar-benar telah menyelisihi Allah dan Rasul-Nya. Syiah mengatakan Al Qur’an sekarang ini sudah tidak murni lagi. Kitab-kitab hadits mereka bukan Bukhari dan Muslim tetapi mereka menggunakan Al Kaafi . Rasulullah mengatakan Abu Bakar, Umar dan Usman akan masuk surga, tetapi oleh syiah mereka katakan akan masuk ke dalam neraka. Bahkan, ajaran yang sangat merusak moral adalah nikah mut’ah (nikah kontrak). Padahal nikah mut’ah telah diharamkan oleh Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam.
Sebenarnya masih banyak aliran-aliran sesat yang lainnya, seperti Ahmadiyah, Inkarus Sunnah, LDII. Kesesatan mereka telah banyak diungkap oleh LPPI (lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam).
Manhaj Salaf
Al Qur’an dan As Sunnah merupakan sumber rujukan dalam mengamalkan Islam. Untuk memahaminya diperlukan suatu metodologi yang benar. Metodologi itu adalah manhaj salaf. Penggunakaan manhaj salaf untuk memahami Al Qur’an dan As Sunnah bukan tanpa alasan. Namun, telah mendapatkan rekomendasi baik dari Al Qur’an, As Sunnah dan Qaul Ulama’.
Allah Swt berfirman;
“Dan Barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin. Kami biarkan ia berkuasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan kami masukkan kedalam neraka jahanam, dan neraka jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (Qs. An Nisa : 115)
Maksud dari kalimat “Mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin” adalah mereka para sahabat. Para sahabat adalah orang yang berjumpa dengan Rasulullah, mereka masuk Islam, dan mereka mati tetap dalam kondisi muslim.
Rasulullah juga bersabda;
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku (sahabat), kemudian sesudahnya (tabi’in) kemudian sesudahnya (tabi’ut tabi’in).” (HR. Muslim).
Imam Malik bin Anas juga mengatakan;
“Tidak akan baik generasi akhir umat ini kecuali dengan apa yang membuat generasi awalnya menjadi baik”
Generasi sahabat merupakan murid-murid Rasulullah saw. Ketika mereka tidak memahami dalam al Qur’an langsung meraka bertanya kepada Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam. Ketika mereka salah dalam beramal akan langsung ditegur oleh Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam. Bahkan, ketika Umar bin Khottob menemukan masalah untuk membutuhkan penyelesaian ia mengumpulkan orang-orang yang ikut perang badar.
Ambil Islam Dari Sumbernya
Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam ibarat sumber mata air yang jernih lagi suci. Para sahabat ibarat cekungan bebatuan yang siap menampung limpahan mata air itu. Kemudian air itu mengalir kebawah menuju bebatuan yang lain tanpa mengurangi atau menambah rasa, warna, dan baunya.
Para tabi’in merupakan murid dari para sahabat. Mereka menerima limpahan air yang jernih lagi suci itu. Kemudian air itu mengalir kepada bebatuan yang lain, yang dikenal dengan tabi’ut tabi’in. Makin kebawah air tersebut semakin kotor karena tercampur dengan kotoran hawa nafsu manusia dan tendensi dunia.
Maka wajar jika kebanyakan manusia saat ini tak lagi merasakan islam sebagai sebuah risalah yang murni lagi menyejukkan. tapi sebaliknya, mereka mengecap islam dengan berbagai rasa, bau dan warna.
Jika kita menginginkan islam dalam bentuknya yang jernih dan menyejukkan. Kita mesti mengambil langsung dari cekungan batu disekitar mata air yang mengeluarkan air yang jernih lagi suci itu. Karena dari situlah kita akan dapatkan Islam dalam kondisi yang murni sehingga bisa kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dari situ pula nanti kita akan dapatkan pemahaman yang syumuliyah (menyeluruh) sebagaimana difahami rasulullah saw.
Namun, jika untuk memahami Al Qur’an dan As Sunnah tidak sebagaimana pemahaman para salaf sholih. Akan menghasilkan pemahaman yang menyimpang lagi rapuh. Pemahamannya lebih mengedepankan rasio dan pengalaman empiris yang sering kali bersifat relatif dan sementara itu kadang pula tidak lepas dari tendensi dunia.
Hal ini jelas berbahaya, pertama karena menggunakan dalil-dalil syar’i untuk mencari pembenaran padahal salah pemahamannya. Kedua, karena cederung menggunakan hawa nafsu sehingga bisa jadi tahu salah tetapi karena ingin mendapatkan dunia tetap mempertahankan pemahaman yang salah itu. Akhirnya menghasilkan amal yang menyelisihi Allah dan Rasulnya.
Dampak dari metodologi yang salah itu dapat kita saksikan perselisihan antar umat islam semakin tajam. Terus menjamur kelompok-kelompok bid’ah, aliran-aliran sesat. Maka solusi untuk menyatukan umat ini adalah dengan menggunakan manhaj salaf. Sejarah telah membuktikan sebagaimana dengan islam inilah bisa menyatukan dua golongan yang senantiasa bertikai, bahkan suka bertempur. Mereka adalah suku Aus dan Khazraj yang tinggal di Madinah.
sumber: an-najah.net