Mahram Safar Bagi Perempuan

Mahram Safar Bagi Perempuan

Pertanyaan

Ustadz, siapakah yang dimaksud dengan mahram yang disebut oleh Rasulullah dalam hadits yang melarang seorang perempuan bersafar tanpanya?

(Husniyah- Solo)

Jawaban

Ibnu Hajar al-‘Asqalaniy dalam Fathul Bari, 6/88 dan Imam an-Nawawi  dalam Syarah Shahih Muslim, 4/500 menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan mahram perempuan adalah laki-laki yang haram dinikahinya untuk selamanya, disebabkan oleh faktor yang mubah, dan lantaran kemuliaannya. Selain itu, diperbolehkan untuk saling memandang, berkhalwat (berduaan) dalam satu tempat, boleh menjadi teman safar, dan boleh bersentuhan.

Maksud kata “selamanya” untuk mengecualikan saudara perempuan dan bibi istri – maknanya suami itu bukan mahram bagi saudara perempuan dan bibi istrinya. Kata “disebabkan oleh faktor yang mubah” untuk mengecualikan ibu dan anak dari perempuan yang digauli namun mengandung syubhat (misalnya, dikira istri ternyata bukan); sebab keduanya haram dinikahi selamanya tetapi laki-laki itu bukan mahram bagi keduanya. Kata “Lantaran kemuliaannya” untuk mengecualika perempuan yang terputus hubungan pernikahannya karena kasusu li`an (tuduhan zina oleh suami). Perempuan itu haram dinikahinya selamaya, namun ia bukan mahram baginya.

Dari sini dapat dipahami bahwa yang masuk kategori mahram adalah:

  1. Ayah, kakek, dan seterusnya ke atas. Ibnu Hajar mengutip pendapat Imam Ahmad, bahwa ayah yang kafir bukanlah mahram bagi anak perempuannya;
  2. Anak, cucu, dan seterusnya ke bahwa;
  3. Saudara, baik saudara kandung, saudara seayah, maupun saudara seibu;
  4. Paman, baik dari jalur ayah maupun ibu;
  5. Keponakan, baik dari saudara laki-laki maupun perempuan, baik dari saudara sekandung, seayah, maupun seibu;
  6. Semua laki-laki yang berstatus seperti tersebut di nomer 1 sampai 5 dimana statusnya terjadi karena hubungan persusuan (misalnya ayah, yakni suami dari perempuan yang menyusui anak yang menyusu, dan seterusnya);
  7. Mertua;
  8. Anak suami (anak tiri)

Merekalah yang dimaksud dengan mahram bagi seorang perempuan. Para ulama menambahkan, meskipun ada hubungan mahram, sekiranya dikhawatirkan muncul fitnah apabila seorang perempuan dan mahramnya saling memandang atau berduaan atau bepergian bersama, maka hal itu harus dihindari. Wallahu ‘alam bis shawab.

Sumber: Majalah Hujjah edisi 02 hal. 37

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *