Kondisi Mahawiswa Sudan Saat Pandemi
Laporan Mahasiswa Kader Da’i Himayah
Akhir tahun 2019 dunia digemparkan oleh Coronavirus disease 2019 (COVID 19), bermula dari Wuhan kota industri di China yang kemudian dengan cepat menyebar ke negara-negara tetangga hingga jauh melesat ke Eropa, sampai tulisan ini dibuat, total sudah 3juta lebih kasus di seluruh dunia dengan tingkat kematian menyentuh angka 230.000 jiwa lebih. Indonesia yang semula terkesan santai akhirnya turut terdampak. Di belahan benua lainnya yaitu Afrika pun turut terdampak meskipun dengan jumlah yang masih relatif kecil jika dibanding negara Asia dan Eropa.
Sudan salah satunya, pertengahan Maret kemarin dikejutkan oleh 2 kasus positif yang menimpa 1 Warga negara Sudan dan 1 WNA asal Spanyol. pemerintah pusat segea bersikap sigap dan tanggap, bandara internasional Khartoum ditutup, akses keluar masuk antar kota antar provinsi di tutup serta institusi-institusi pemerintah diliburkan termasuk didalamnya lembaga pendidikan.
International University Of Africa tempat kami belajar formal turut meliburkan kegiatan kampus hingga bulan Juni mendatang, sayangnya tanpa ada pengganti berupa kuliah jarak jauh (online) layaknya beberapa kampus di beberapa negara lain. Tentu hal ini menyebabkan tersendatnya masa belajar dan perombakan ulang kalender akademik kampus yang jelas merepotkan banyak pihak.
Selama masa non-aktif kegiatan kampus beberapa kegiatan halaqoh mulazamah di masjid-masjid berangsur mulai berhenti juga, beberapa karena inisiatif dari Masyayikh demi keselamatan para thullab, beberapa karena ada tekanan dari takmir masjid yang melarang kegiatan perkumpulan di masjid.
Selain meliburkan kegiatan-kegiatan yang mengandung unsur perkumpulan massa dan menutup akses keluar masuk kota, provinsi bahkan negara, pemerintah Sudan juga turut memberlakukan lockdown secara berkala, diawali dengan pemberlakuan jam malam (pukul 20.00 – 06.00) selama satu pekan kemudian lockdown 12 jam (pukul 18.00-06.00) satu pekan lamanya hingga saat ini lockdown total yang melarang masyarakat untuk keluar rumah kecuali pukul 6 pagi hingga pukul 1 siang itupun terbatas di dalam distrik masing-masing hanya diizinkan untuk kebtuhan primer bahan pangan.
Sampai sekarang kasus positif Corona d sudan terus meningkat pesat hingga menyentuh angka 500an. Hal itu berimbas pada kegiatan pembelajaran kami formal maupun non-formal yang terpaksa berhenti total, Sudah hampir 2 bulan lamanya, masjid-masjid kosong dari halaqoh Al-Qur’an dan majelis ilmu, ruang kelas hening kursinya berdebu tebal. Namun bukan berarti berhentinya kegiatan mulazamah bersama Masyayikh dan perkuliahan memaksa denyut nadi Thalib untuk ikut berhenti, layaknya aliran air yang terus mencari celah untuk terus mengalir, ada banyak kegiatan yang menjadi alternatif untuk mengisi kekosongan di masa pendemi ini.
Sebagian kawan-kawan yang tinggal di rumah contohnya; mereka mendatangkan Syeikh ataupun mahasiswa senior untuk tinggal bersama satu rumah selama masa pandemi dan mengadakan kegiatan daurah intensif, ada yang intensif mengkaji fiqh secara tadarruj, ada yang khusus ilmu alat (cabang-cabang ilmu bahasa arab), ada juga yang fokus mendalami ilmu faraidh dan lain sebagainya. setiap rumah memiliki fokus kajian masing-masing dengan peraturan yang sangat ketat, diantaranya pembatasan interaksi dengan gadget, dimana para anggota rumah daurah dilarang berinteraksi dengan smartphone kecuali di hari-hari tertentu.
Tidak semua mahasiswa Sudan tersebar di rumah-rumah, sebagian masih tetap bertahan tinggal di asrama kampus. Tidak jauh berbeda dengan teman-teman yang memilih lockdown di rumah, kami yang di asrama pun memiliki beragam kegiatan dalam mengisi masa-masa lockdown di tengah pandemi COVID-19, seperti mudarosah (majelis murojaah ilmu syar’i) bersama senior, mendengarkan kembali rekaman suara majelis Masyayikh sambil meringkas catatan, dan tidak sedikit mereka yang memilih memanfaatkan waktunya untuk menghafal ataupun murojaah Al-Quran atau Mutun Ilm. Ala Kulli haal sesuai kesadaran masing-masing akan kebutuhan dan tanggung jawab amanah belajar. Walau tak sedikit orang-orang yang lalai…
Sabtu 25 April 2020, Majma’ Ulama Fiqh di Sudan menetapkan hari tersebut sebagai awal bulan Ramadhan. Sudah menjadi adat masyarakat, apabila Ramadhan tiba maka majelis-majelis mulazamah di masjid-masjid diliburkan, karena para Masyayikh dan masyarakat umumnya akan banyak berinteraksi dengan Al-Quran, begitu juga dengan para mahasiswa asal Indonesia. Namun ada yang berbeda dengan Ramadhan kali ini, ifthor jama’i dan shalat tarawih berjamaah dilarang oleh pemerintah, bahkan masjid-masjid pun di tutup, termasuk masjid kampus yang hanya dibuka untuk shalat shubuh, Maghrib dan isya.
Alhamdulillah, tetap bersyukur kepada Allah dalam keadaan apapun. Semoga dengan adanya pandemi dan segala konsekuensinya, tidak menjadikan semangat ibadah dan menuntut ilmu kami surut. Teringat satu tahun yang lalu, keadaan Sudan pun tak jauh berbeda. Seluruh kegiatan pembelajaran formal dan informal terpaksa diberhentikan, ruang gerakpun terbatas, bahkan jaringan internet lumpuh total. Bukan pandemic, akan tetapi gerakan revolusi yang memicu ketidak stabilan keamanan negara.
Alhamdulillah, tak pernah bosan lisan ini memujiNya. Hati tak kenal lelah untuk terus meyakini bahwa di setiap kejadian di muka bumi ini tentu ada hikmah dan ibroh yang dapat diambil oleh orang-orang yang beriman.