Kewajiban Menjauhi Thaghut

 

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

“Dan sesungguhnya kami telah mengutus Rosul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja),dan jauhilah thaghut.” (QS. An Nahl: 36)

 

Ayat ini merupakan dalil yang jelas bahwa para Rosul diutus kepada semua umat manusia dan agama yang dibawa para Rosul hanya satu. Ayat ini juga menunjukan keagungan tauhid yang telah diwajibkan terhadap setiap umat. Allah mewajibkan semua hamba agar mengingkari thaghut dan beriman hanya kepada Allah. Karena tidak akan sempurna tauhid seorang hamba kecuali dengan hal itu.

Ibnu Qayyim ra berkata, “Thaghut adalah perbuatan hamba yang melampaui batas, baik berupa sesembahan, yang diikuti atau yang ditaati. Definisi ini adalah perkataan Ibnu Qayyim rahimahullah dalam kitab I’lamul Muwaqi’in: 1/50. Beliau mendefinisikan thaghut adalah pecahan dari kata tughyan yang artinya melampaui batas. Setiap yang melampui batas yang telah ditetapkan disebut thaghut, diantaranya adalah firman Allah:

إِنَّا لَمَّا طَغَى الْمَاءُ حَمَلْنَاكُمْ فِي الْجَارِيَةِ

“Sesungguhnya kami, tatkala air telak naik (sampai ke gunung) kami bawa (nenek moyang) kamu, kedalam bahtera.” (QS.Al Haqqah: 11).

Dalam bahasa Arab susunan kata thaghut termasuk timbangan kata bermakna hiperbolis seperti jabaruut dan malakuut. Adapun definisinya sebagaimana yang telah dikatakan oleh ibnu Qayyim rahimahullah (1. Perbuatan hamba yang melampui batas). Yaitu seorang hamba yang melewati ketetapan yang seharusnya ia lakukan dalam syari’at maka ia dikatakan thaghut.

Berupa sesembahan: Melewati batas dengan menyembah seseorang insan, barangsiapa yang ditujukan untuknya salah satu dari jenis ibadah dan dia rela diperlakukan seperti itu maka orang tersebut adalah thaghut. Karena ia telah melampui batas yang telah ditetapkan oleh syariat. Dan batasan untuknya di dalam syariat yaitu sebagai penyembah Allah ta’ala bukan orang yang disembah. Jika ia ridha dengan pelakuan seperti itu, berarti ia adalah seorang yang melampaui batas.

(2. atau yang diikuti) termasuk didalam nya paranormal dan tukang sihir yang perkataan mereka selalu diikuti. Termasuk juga ulama suu’ (jelek) yang mengajak kekafiran, kesesatan, kepada bid’ah atau yang membujuk pemerintah untuk keluar dari syariat Islam dan menggantinya dengan system yang dibuat oleh manusia. Mereka ini dikatakan thaghut karena telah melampui batasanya. Yakni melampui batas dalam posisi sebagai orang yang diikuti.

(3. atau yang ditaati) termasuk di dalamnya para pemimpin dan pemerintah yang tidak mentaati Allah swt, yang mengharamkan apa yang dihalalkan Allah dan menghalalkan apa yang di haramkan Allah. Dengan makna ini mereka dikatakan thaghud. Mereka telah melampui batasanya karena telah membiarkann dirinya untuk ditaati dalam perkara yang dilarang Allah swt.  Demikian makna dari definisi  yang telah disebutkan oleh Ibnu Qayyim ra.

Jika diukur dengan definisi Ibnu Qayyim rahimahullah maka jelaslah bahwa thaghut itu banyak macam nya. Karena setiap apa yang disembah dan yang ditaati (dengan cara  melampui batas) dikatakan thaghut. Namun dari hasil pengamatan dan penelitian dan tetapkan bahwa intinya ada lima, dan yang lainnya merupakan cabang  dari yang lima ini.

Gembongnya adalah lima: pertama, iblis. Karena ia adalah penyeru untuk beribadah kepada selain Allah swt. ia adalah thaghut nomor satu. firman Allah:

أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَنْ لَا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Bukankah aku telah memerintahkan kepadamu hai bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagi kamu.” (QS.Yassin: 60)

Yang dimaksud dengan menyembah syaitan adalah mentaatinya. Maka termasuklah di dalamnya semua bentuk kekufuran dan kedurhakaan, semua itu tergolong mentaati syaitan dan menyembahnya.

Kedua, orang yang rela dirinya disembah atau bertawasul dengannya dan memberikan untuknya salah satu jenis ibadah lalu ia rela diperlukan seperti itu maka orang tersebut adalah thaghut sebagaimana yang disebut dalam firman Allah swt:

وَمَنْ يَقُلْ مِنْهُمْ إِنِّي إِلَهٌ مِنْ دُونِهِ فَذَلِكَ نَجْزِيهِ جَهَنَّمَ كَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ

Dan barang siapa diantara mereka mengatakan: “Sesungguhnya aku adalah illah selain daripada Allah”, maka orang itu kami beri balasan dengan jahanam, demikian kami memberi balasan kepada orang-orang zhalim.” (QS.Al Anbiya: 29)

Ketiga, orang yang mengajak manusia untuk menyembah dirinya. Yaitu mereka yang mengajak orang lain untuk menyembah dirinya. Hal ini sesuai dengan kondisi sebagaimana guru-guru sufi yang sesat dan lainnya. Mereka menyetujui sikap berlebihan yang diberikan kepada mereka dan suka dengan pengagungan manusia terhadap mereka.

Keempat, seorang yang mengaku mengetahui perkara ghaib. Mereka seperti ahli nujum, tukang -tukang ramal yang mengaku mengetahui perkara ghaib. Allah berfirman:

“(dia adalah Rabb) yang mengetahui yang ghaib, maka dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada Rasul yang diridhainya, maka sesungguhnya dia mengandalkan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.” (QS. Al-Jin: 26-27)

Firman Allah swt:

“Dan pada sisi Allah lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali dia sendiri.” (QS. Al An’am: 59)

Tidak ada yang mengetahui ilmu ghaib kecuali Allah ta’ala dan para Nabi dan Rasul yang telah diberi wahyu oleh Allah tantangannya.

Kelima, orang yang berhukum dengan selain hukum. Karena Allah swt berfirman:

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

“Barangsiapa yang tidak berhukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS. Al Maidah: 44)

Pada ayat kedua disebutkan:

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Barangsiapa yang tidak berhukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang zhalim. (QS. Al maidah: 45)

Pada ayat yang ketiga disebutkan:

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“Barangsiapa yang tidak berhukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik. (QS.Al Maidah: 47)

Apakah sifat yang disebut diatas tersebut adalah sifat untuk beberapa orang ataukah untuk satu orang? Atau dua sifat yang berbeda? Para ulama berpendapat apakah sifat tersebut hanya untuk satu orang, yakni satu orang yang tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah maka orang tersebut disebut kafir, zhalim dan fasiq sesuai dengan kondisi orang tersebut. Berhukum kepada selain hukum Allah bila ditinjau dari keingkarannya terhadab syariat Allah maka orang tersebut kafir. Jika ditinjau dari pelanggarannya terhadap hak-hak manusia dan kezhalimannya terhadap hak-hak Allah ta’ala dalam menetapkan syariat, maka orang tersebut zhalim, karena zhalim adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Dari sisi ini, ia telah dikatakan fasiq. Karena fasik artinya adalah khuruj (keluar). Dan tiga sifat ini juga dapat dikatakan untuk satu orang. Allah swt berfirman: “Dan orang-orang kafir itu adalah orang zhalim. Yaitu orang kafir disebut juga orang zhalim. Firman Allah swt:

إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ

 “Sesungguhnya mereka telah kafir kepada allah dan rasulnya dan mereka mati dalam keadaan fasik.” (QS.Al Taubah: 84)

Kekafiran  mereka disebut fasik. Terkadang mereka dikatakan kafir, zhalim dan fasik, karena Allah ta’ala menyebutkan orang-orang kafir dengan sebutan zhalim dan fasik.

Sebagaian ulama berpendapat bahwa sifat-sifat ini ditujukan untuk dua jenis orang, sesuai dengan pendorong yang membawanya untuk berhukum dengan selain hukum Allah. Jika ia berhukum dengan selain hukum Allah karena yakin bahwa hukumnya lebih sesuai atau hukumnya sederajat dengan hukum Allah karena hukum Allah ta’ala maka orang tersebut kafir keluar dari agama Islam. Adapun jika ia berhukum dengan selain hukum Allah dengan tidak memandangnya remeh dan tidak berkeyakinan bahwa selain hukum Allah itu lebih baik, maka orang tersebut disebut zhalim. Dan jika ia berhukum dengan selain hukum Allah dan berkeyakinan bahwa hukum Allahlah yang paling bermanfaat dan yang sesuai, sedangkan hukum yang lain tidak ada kebaikan didalamnya, tapi ia tetap berhukum dengan selain hukum Allah karena mempertahankan pemerintahnya atau karena mendapat suapan dan yang semisalnya, maka orang ini disebut dikatakan fasik. Dengan pendapat ini maka sifat-sifat tersebut disesuaikan dengan sebab yang mendorong orang tersebut untuk berhukum dengan selain hukum Allah.

Sumber: majalah arrisalah edisi 121

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *