Ketulusan Nasihat
Oleh: Abu Athif, Lc
Suatu ketika kholifah Umar bin Abdul ‘Aziz pernah berkata di hadapan rakyatnya: “Seandainya diriku memberlakukan di tengah-tengah kalian kitabullah dan kalian mengamalkan dengannya, maka setiap kali aku berlakukan di tengah-tengah kalian suatu sunah lalu bagian tubuhku terjatuh pastilah tetap aku berlakukan meskipun sampai jiwaku keluar dari jasadku.”
Demikianlah ungkapan tulus dari seorang pemimpin adil yang memperhatikan secara serius kebaikan dan kemaslahatan hidup rakyatnya. Umar bin Abdul Aziz mengetahui betul bahwa tidak ada kemaslahatan bagi rakyatnya kecuali dengan mengamalkan Kitabullah (Al Quran). Beliau menyadari sepenuhnya bahwa kebutuhan mendasar yang harus dicukupi dan dipenuhi untuk rakyat adalah hidup dalam naungan keadilan dan bimbingan kebenaran. Adakah di sana pedoman atau panduan yang mengarah kepada keadilan dan kebenaran selain dari Al Quran? Jawabannya adalah tidak ada. Inilah yang difahami dan yang diyakini oleh sang pemimpin adil Umar bin Abdul ‘Aziz.
Pidato singkat Umar bin Abdul Aziz tersebut merupakan salah satu contoh keteladanan bagi para pemimpin hari ini. Perkataan singkat, padat dan berbobot tersebut merupakan refleksi dari kejujuran dan ketulusan hati sang pemimpin untuk kebaikan seluruh rakyatnya. Tanpa obral janji, tanpa pemanis kata dan dibuktikan dengan amalan nyata, perkataan bijak beliau menjadi nasihat bagi seluruh kaum muslimin di sepanjang zaman.
Nasihat merupakan kebutuhan dalam hidup ini. Tanpa nasihat hidup manusia akan menjadi gersang dan tak berarah. Tidak mengherankan jika nasihat dimasukkan dalam inti ajaran agama Islam. Arti penting keberadaan nasihat ini tertuang dalam sabda Nabi ﷺ tercinta :
عَنْ أَبِيْ رُقَيَّة تَمِيْمِ بْنِ أَوْسٍ الدَّارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، قُلْنَا: لِمَنْ؟ قَالَ: للهِ، وِلِكِتَابِهِ، وَلِرَسُوْلِهِ، وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ، وَعَامَّتِهِمْ؛
Artinya: Dari Abu Ruqoyyah Tamim bin Aus al Dary –semoga Allah meridhainya-: Bahwa Nabi ﷺ telah bersabda: “Agama adalah nasihat”, kami (para sahabt) bertanya: Untuk siapa ? beliau bersabda: “Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, pemimpin-pemimpin kaum muslimin dan seluruh kaum muslimin”. [HR. Muslim]
Secara bahasa, nasihat berarti kemurnian. Kemurnian yang tidak bercampur dengan zat lain. Seperti itulah nasihat yang harus disampaikan. Berpijak dari pengertian bahasa ini, Imam al Khathabi –rohimahullah- mendefinisikan nasihat sebagai ungkapan kebaikan untuk obyek nasihat. Sebagian ulama lain mendefinisikan nasihat sebagai ujud perhatian terhadap hati orang yang diberi nasihat. Mengingat hati adalah unsur terpenting dalam kehidupan manusia. Jika hatinya baik maka baik pula kepribadian seseorang. Begitu pula sebaliknya, jika kondisi hati buruk maka buruk pula perangai dan perilakunya.
Tidak jauh berbeda dari penjelasan sebelumnya, Imam Abu ‘Amr bin Sholah memperjelas definisi nasihat dengan makna ungkapan kata yang mencakup segala upaya persembahan terbaik bagi pihak yang diberikan nasihat dengan segala macam bentuk kebaikan secara niatan hati dan perbuatan. Dari penjelasan para ulama tentang makna nasihat, bisa kita simpulkan bahwa nasihat adalah bentuk ketulusan dan kemurnian hati dalam memberikan persembahan terbaik bagi pihak lain. Hal yang harus digarisbawahi dalam nasihat adalah keluar dari ketulusan hati yang bersih dari tendensi duniawi.
Dari pemahaman ini, seorang hamba akan mengerti bagaimana bentuk nasihat untuk Allah ﷻ. Bentukn nasihat untuk Allah ﷻ adalah dengan mentauhidkan-Nya, mensifati-Nya dengan sifat-sifat yang agung dan sempurna, mensucikan-Nya, menjauhi perbuatan maksiat kepada-Nya, ikhlas beribadah hanya kepada-Nya, cinta dan benci karena-Nya, berjihad di jalan-Nya, berdakwah menuju penghambaan kepada-Nya dan segala macam bentuk ketaatan kepada Allah ﷻ.
Adapun nasihat untuk Kitabullah adalah dalam bentuk beriman dengan kebenarannya, mengagungkannya, bertilawah, menjalankan perintah-perintah Allah di dalamnya, menjauhi semua larangan Allah, mentadabburi ayat-ayat-Nya, mengajak manusia untuk tunduk patuh kepadanya dan menjaganya dari segala macam bentuk pemalsuan dan penyimpangan.
Sementara bentuk nasihat untuk Rasulullah Muhammad ﷺ adalah dengan beriman kepadanya, menghormatinya, berpegang teguh dengan ketaatan kepadanya, menghidupkan sunnahnya, menyebarkan ilmunya, memusuhi siapa saja yang memusuhinya, mencintai siapa saja yang mencintai beliau, beradab dengan adab-adabnya, mengikuti akhlaqnya, mencintai para sahabat beliau dan segala bentuk loyalitas untuk beliau ﷺ.
Adapun nasihat untuk para pemimpin kaum muslimin diungkapkan dengan membantu mereka dalam kebenaran, mentaati mereka dalam kebenaran, mengingatkan mereka untuk tetap berlaku adil dan benar, mengajak mereka untuk berlaku lembut kepada rakyat, mendoakan kebaikan untuk mereka dan menegakkan hukum-hukum Allah ﷻ.
Kemudian bentuk nasihat untuk seluruh kaum muslimin adalah dengan membimbing mereka kepada ketaatan kepada Allah ﷻ dan Rasul-Nya ﷺ, mengajari mereka urusan agama dan dunianya, menutupi aib dan aurat mereka serta menolong mereka melawan musuh-musuh kaum muslimin. Di samping itu juga, menjauhkan diri dari sikap hasad dan dendam terhadap saudara seiman merupakan bentuk nasihat untuk kaum muslimin. Tidak berhenti sampai di sini saja, bentuk nasihat untuk kaum muslimin yang juga harus dijaga adalah mencintai untuk mereka seperti mencintai untuk diri sendiri dan membenci sesuatu keburukan yang menimpa mereka sebagaimana membenci keurukan yang menimpa diri sendiri.
Semua bentuk nasihat tersebut haruslah muncul dari hati yang melahirkan amalan nyata dalam kehidupan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Allah ﷻ dan tuntunan Rasulullah ﷺ. Benarlah apa yang disabdakan oleh Nabi ﷺ bahwa nasihat merupakan inti agama. Karena nasihat hakikatnya adalah implementasi dari Islam, Iman dan Ihsan.
Imam al Hasan al Bashri pernah berkata: “Demi Dzat yang diriku ada di Tangan-Nya, jika kalian menghendaki aku bersumpah atas nama Allah untuk kalian, maka ketahuilah sesungguhnya hamba yang paling dicintai oleh Allah adalah orng-orang yang berusaha agar mencintai para hamba-Nya dan menjadikan para hamba mencintai Allah serta berjalan di atas muka bumi dengan nasihat”. Inilah bentuk ketulusan nasihat yang tujuan akhirnya adalah menggapai cinta Ar Rahman.
Imam Abu Bakar al Muzani –rahimahullah- berkata: “Tidaklah Abu Bakar al Shiddiq bisa mengungguli seluruh para sahabat Nabi ﷺ dengan puasanya dan tidak pula dengan sholatnya melainkan dengan sesuatu yang ada pada hatinya, dan perkara yang ada pada hatinya hanyalah kecintaan kepada Allah dan nasihat untuk para makhluk-Nya”. Dari sinilah kita memahami bahwa kesuksesan nasihat bukan terletak pada banyaknya pengetahuan yang disampaikan, bukan pula terletak pada derasnya kata-kata yang diutarakan. Namun kesuksesan nasihat terletak pada ketulusan hati yang senantiasa terpaut dengan kecintaan kepada Allah ﷻ. Wallahu a’lam bis showab.
Sumber: kitab Jami’ al ‘Ulum wa al Hikam karya Imam Ibnu Rajab al Hanbali