Kemukjizatan Al Quran

Kemukjizatan Al Quran
Oleh: Abu Athif, Lc

Mempelajari Al Qurân ibarat menyelami samudra luas yang tak bertepi. Tidak akan bosan-bosannya setiap hamba untuk meneguk kelezatan serta kesegaran dari sumber mata air ilmunya. Tidak pula seorangpun mampu mengukur batas kedalaman makna yang terkandung di dalamnya. Sungguh Maha benar Allah dengan firman-Nya:

وَلَوْ أَنَّمَا فِي الْأَرْضِ مِنْ شَجَرَةٍ أَقْلَامٌ وَالْبَحْرُ يَمُدُّهُ مِنْ بَعْدِهِ سَبْعَةُ أَبْحُرٍ مَا نَفِدَتْ كَلِمَاتُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta) ditambahkan pula kepadanya tujuh lautan lagi setelah (keringnya), niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat-kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Luqman: 27)

Begitu pula dengan firman-Nya :

قُلْ لَوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَنْ تَنْفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَدًا

“Katakanlah (hai Muhammad) seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Robb-ku, maka pasti habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Robb-ku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)”.

(QS. Al Kahfi: 109)

Telah berkata pula Kholifah Utsman Bin ‘Affan radhiyalahu ‘anhu tentang kenikmatan mempelajari Kitabullah :

لَوْ طَهَرَتْ قُلُوْبُكُمْ مَا شَبِعْتُمْ مِنْ كَلاَمِ رَبِّكُمْ

“Kalau hati kalian bersih niscaya kalian tidak akan pernah merasa kenyang dengan firman Robb kalian (Al Qurân)” (Ibnul Jauzi, At Tabshiroh,  hal 371)

Berikutnya membahas tentang kemukjizatan al Quran memiliki urgensi tersendiri. Di antara urgensi mempelajarinya adalah:

  1. Menambah keimanan terhadap al Qurân.
  2. Menambah kecintaan terhadap Al Qurân.
  3. Menambah interaksi dengan Al Qurân.
  4. Memperkuat hujjah dan melemahkan argumentasi orang-orang yang mengingkarinya.

Kemukjizatan merupakan perkara di luar adat kebiasaan yang diturunkan oleh Allah ta’ala kepada Nabi dan Rosul-Nya mengungguli kemampuan manusia disertai dengan adanya tantangan dan tidak ada seorangpun yang bisa mendatangkan semisal dengannya. (Zahir bin ‘Iwadl Al Alma’I, Dirosaat fii ‘Uluumil Qurân,  171)

Kemukjizatan merupakan perkara yang tidak bisa didapatkan kecuali hanya dari Allah semata. Adapun jika didapatkan beberapa perkara yang ajaib dan di luar adat kebiasaan manusia, maka tidak serta merta perkara itu menjadi bagian dari mukjizat. Sebab di sana ada beberapa perkara yang mirip dengan mukjizat namun hakikatnya bukan mukjizat. Perkara-perkara tersebut adalah:

Pertama, Karomah, perkara yang di luar kebiasaan dan diberikan oleh Allah hanya kepada para wali-Nya. Wali Allah memiliki dua sifat utama yaitu sebagaimana firman-Nya :

أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (62) الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ (63)

“Sungguh hanyalah para wali Allah itu tidak ada rasa takut dan bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka beriman”. (QS. Yunus: 62-63)

Kedua, Istidroj, yaitu sebuah perkara yang di luar kebiasan pula, namun keajaiban ini terjadi pada para pengaku tuhan yang bertujuan untuk menyesatkan manusia. Contoh pada perkara ini adalah keajaiban-keajaiban yang dimiliki oleh Dajjal.

Ketiga, Ihanah, yaitu perkara di luar kebiasaan sebagai penepis pengakuan nubuwah. Seperti orang yang mengaku sebagai seorang nabi lalu datang kepadanya seorang penderita dengan harapan kesembuhan, namun tatkala diusap dengan tangannya bukan kesembuhan yang didapatkan tapi justru kematian. Bisa juga ihanah diungkapkan sebagai bukti kebohongan seseorang yang mengaku nabi atau mengaku memiliki kekuatan spiritual yang tinggi, sebagaimana  yang terjadi pada Musailamah al Kadzdzab.

Keempat, Irhash, yaitu perkara di luar kebiasaan yang Allah kehendaki pada diri seorang Nabi atau Rosul dalam rangka menguatkan nubuwahnya. Hal ini seperti yang terjadi pada diri Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau bepergian selalu dinaungi oleh awan agar tidak kepanasan.

Menjadi catatan penting bagi kita bahwa semua fenomena tersebut terjadi atas izin dan kehendak Allah ta’ala.

Hal yang paling menonjol dari pembahasan mukjizat adalah adanya tantangan. Al Qurân sebagai mukjizat yang melemahkan kemampuan orang lain untuk menandinginya atau menyamainya telah memberikan tantangan terbuka bagi siapa saja. Allah ta’ala telah mengumumkan tantangan ini dalam Al Qurân dengan beberapa tingkatan. Tantangan-tantangan tersebut adalah sebagai berikut :

Pertama, Tantangan untuk mendatangkan yang semisal dengan Al Qurân

فَلْيَأْتُوا بِحَدِيثٍ مِثْلِهِ إِنْ كَانُوا صَادِقِينَ

“Maka cobalah mereka membuat yang semisal dengannya (Al Qurân) jika merekaorang-orang yang benar”. (QS. Ath Thuur : 34)

Kedua, Tantangan untuk mendatangkan 10 surat yang semisal dengan Al Qurân

أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأْتُوا بِعَشْرِ سُوَرٍ مِثْلِهِ مُفْتَرَيَاتٍ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

“Bahkan mereka mengatakan dia (Muhammad) telah membuat-buat Al Qurân itu. Katakanlah, (kalau demikian), datangkanlah sepulu surat semisal dengannya (Al Qurân) yang dibuat-buat, dan ajaklah siapa saja di antara kamu yang sanggup selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar”. (QS. Huud : 13)

Ketiga, Tantangan untuk mendatangkan satu surat yang semisal dengan al Qurân

وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

“Dan jika kamu meragukan (Al Qurân) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) maka buatlah satu surat semisal denganya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar”. (QS. Al Baqoroh : 23)

Begitu pula dengan firman-Nya :

أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِثْلِهِ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

“Apakah pantas mereka mengatakan dia (Muhammad) yang telah membuat-buatnya ? katakanlah; buatlah sebuah surat yang semisal dengan surat (al Qurân) dan ajaklah siapa saja di antara kamu orang yang mampu (membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar”. (QS. Yunus : 38)

Keempat, Tantangan untuk mendatangkan sesuatu yang sama dengan Al Qurân

قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الْإِنْسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَنْ يَأْتُوا بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْآنِ لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا

“Katakanlah sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan Al Qurân ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain”. (QS. Al Isro’ : 88)

Sisi-sisi kemukjizatan Al Qurân

Al Qurân ditinjau dari segala sisi adalah keindahan dan keajaiban. Ibarat sebuah bangunan yang setiap sisi-sisinya mencerminkan keindahan serta kekokohan bangunannya. Setiap orang yang memandangnya pastilah mengungkapkan kekagumannya.

Begitu pula halnya dengan Al Qurân. Setiap sisi-sisinya memancarkan cahaya ilmu dan tanda-tanda kebesaran Robbul ‘Izzah. Setiap orang dengan segala latar belakang pendidikannya akan bisa mengambil faedah dari Al Qurân. Para ahli falsafat dan kosmostik misalnya, pastilah mereka mendapatkan keajaiban dan kemukjizatan Al Quran yang berbicara tentang pembentukan alam semesta, penciptaan manusia serta cakupan luas tentang kabar-kabar masa lalu dan futuristic.

Adapun orang-orang pemerhati hukum serta hak asasi manusia, pastilah mereka akan mendapatkan dalam Al Qurân bentuk ideal dalam pengaturan hukum manusia serta penjagaan hak-haknya. Sedangkan para ahli bahasa dan sastra pastilah mereka akan menemukan dan mendapati nilai bahasa dan sastra yang tinggi dalam Al Qurân.

Hakikatnya semua yang ada dalam Al Qurân adalah mukjizat. Semua yang terkandung di dalamnya adalah mukjizat baik dari sisi bahasa, uslub, lafazh, hikmah, hukum bahkan hingga masalah hurufnya pun mengandung mukjizat. Tidak kah kita memperhatikan bagaimana diksi (pemilihan kata) yang tepat pada setiap ayatnya. Salah satu contoh adalah apa yang terdapat dalam surat al Ma’un ayat ke-5 ketika Allah ta’ala berfirman ;

الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ

“Yaitu orang-orang yang lalai dari sholatnya” (QS. Al Ma’un: 5)

Dalam ayat tersebut, Al Qurân memilih kata ‘an bukan fie. Inilah bagian dari kemurahan Allah ta’ala, kalau yang dipilih huruf fie pastilah yang terkena kecelakaan dan kebinasaan adalah orang-orang mukmin. Namun dengan menggunakan huruf ‘an maka yang dimaksud adalah orang-orang munafiq yang suka mengakhirkan sholat, demikianlah yang dijelaskan oleh Abdulloh bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu.

Dalam kesempatan lain, Imam Mujahid rahimahulllah mengungkapkan rasa syukurnya mengenai ayat yang mulia ini dengan mengatakan: “Segala puji bagi Allah yang telah berfirman dengan ‘an shalatihi sahun dan tidak berfirman dengan fie shalaatihim sahun. (Muhammad bin Ahmad Al Anshori Al Qurthubi, Al Jaami’ li Ahkaamil Quraan:10 /438 )

Di antara sekian banyak bukti dan tanda-tanda kemukjizatan Al Qurân adalah dengan berjayanya bangsa Arab atas seluruh bangsa-bangsa yang ada dengan bimbingan Al Qurân. Semula bangsa Arab merupakan bangsa yang tidak diperhitungkan kekuatannya oleh peta kekuatan dunia. Kekuatan dunia saat itu terporoskan kepada dua Negara adidaya –Romawi dan Persia-.

Namun semenjak turunnya Al Qurân, bangsa Arab menjadi bangsa yang memiliki peradaban tinggi serta kekuatan yang tidak bisa lagi diremehkan. Inilah yang diungkapkan oleh Syaikh Manna’ Al Qotthon dengan perkataannya: “Al Qurân –dari awal hingga akhir- telah menghantarkan bangsa Arab yang semula bangsa penggembala domba dan onta menuju penguasa bangsa dan dunia, ini saja sudah bisa menjadi bagian dari mukjizat”. (Syaikh Manna’ Al Qotthon, Mabahits fii ‘Uluumil Qurân, hal 270)

Dari beberapa penjelasan seputar mukjizat Al Qurân kita dapati sisi-sisi yang paling menonjol. Sisi-sisi kemukjizatan Al Qurân yang paling menonjol adalah sebagai berikut :

Pertama, Sisi bahasa.

Telah banyak pengakuan akan kehebatan bahasa Al Qurân yang datang dari para pemuka bangsa Arab, di antaranya dari kabilah yang terhormat dan terpandang yaitu kabilah Quroisy.

Dikisahkan tentang bagaimana kecintaan mereka –orang-orang Arab- terhadap bahsa Al Qurân. Di antara mereka adalah pembesar Quroisy sendiri yaitu Abu jahal, Abu Sufyan dan Akhnas bin syarif. Meskipun mereka sangat membenci dakwah Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wasallam tapi hati mereka tidak dapat mengingkari akan keindahan dan keajaiban bahasa Al Qurân.

Suatu ketika tanpa direncanakan sebelumnya mereka bertiga secara sendiri-sendiri mengendap-endap di malam hari demi mendengarkan Al Qurân agar tidak diketahui oleh orang lain. Seusai mendengarkan bacaan Al Qurân, secara tidak sengaja mereka bertiga berpapasan di jalan. Lalu masing-masing dari mereka saling mencela dan memperingatkan agar tidak mendengarkan Al Qurân. Namun hal tersebut sempat terulang beberapa kali. (Imam Al Baihaqi, Dalail an Nubuwwah: 2/206)

Kedua, Sisi pemberitaan ghoib.

Di dalam Al Qurân terdapat pemberitaan tentang perkara-perkara ghoib yang mencakup :

  1. Berita tentang masa yang telah lampau. Seperti kisah-kisah umat terdahulu yang Allah binasakan karena kemaksiatan serta kedurhakaan mereka, atau kisah-kisah perjuangan para nabi dan rosul serta orang-orang sholih yang senantiasa berpegang teguh kepada Iman. Itu semua dalam rangka mengajarkan kepada umat sesudahnya pelajaran penting tentang ketaatan kepada Allah ta’ala.
  2. Berita tentang perkara yang terjadi. Seperti peristiwa-peristiwa yang terjadi saat Al Qurân diturunkan kepada para sahabat Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wasallam. Begitu juga tentang perkara-perkara yang sering terjadi pada setiap masa seperti adanya golongan yang senantiasa meninggalkan Al Qurân. Sebagaimana yang disebutkan dalam Al Qurân surat Al Furqon ayat 30.
  3. Berita tentang masa depan. Seperti peristiwa hari kiamat dan tanda-tanda kedekatannya.

Ketiga, Sisi syari’at.

Telah jelas bahwa kebutuhan manusia terhadap hukum dan peraturan yang mengatur kehidupan mereka adalah sesuatu yang bersifat asasi. Tanpa hukum dan peraturan pastilah kehidupan mereka diliputi dengan kekisruhan serta pertikaian yang tak habis ujung-pangkalnya.

Diturunkannya Al Qurân dengan membawa hukum, tatanan dan perundang-undangan yang mengatur kehidupan manusia adalah sebuah anugerah besar. Tidak ada suatu kitab yang mengatur tatanan kehidupan semisal dengan Al Qurân. Di dalamnya diatur tatanan kehidupan yang meliputi:

  1. Mengatur hubungan antara manusia dengan Robbnya (Allah ta’ala).
  2. Mengatur hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri.
  3. Mengatur hubungan antara manusia dengan sesamanya.
  4. Mengatur hubungan antara manusia dengan makhluk lainnya.
  5. Mengatur hubungan antara manusia dengan lingkungan sekitarnya.

Keempat, Sisi ilmu pengetahuan.

Al Qurân sebagai kitabulloh telah memaparkan beberapa fenomena alam yang menakjubkan sebagai tanda-tanda kebesaran Allah ta’ala. Dari penciptaan manusia hingga jagat raya telah disinggung semua dalam Al Qurân agar manusia beriman dengannya.

Telah banyak bukti penelitian dan penemuan ilmiah yang terungkap di masa-masa abad 19 dan 20 sementara Al Qurân telah menyinggungnya semenjak 15 abad silam. Sebagai contoh dalam hal ini terkuaknya misteri penciptaan alam jagat raya. Dalam ilmu kosmologi, para ilmuwan mendapatkan sebuah kesimpulan bahwa alam jagat raya ini semula adalah satu kesatuan kemudian terjadi ledakan dahsyat (Big Bang) yang memisahkan semua partikel dan unsurnya. Setelah terjadi ledakan tersebut jagat raya ini mulai mengembang setiap harinya.

Berdasarkan pemodelan ledakan ini, alam semesta, awalnya dalam keadaan sangat panas dan padat, mengembang secara terus menerus hingga hari ini. Berdasarkan pengukuran terbaik tahun 2009, keadaan awal alam semesta bermula sekitar 13,7 miliar tahun lalu, yang kemudian selalu menjadi rujukan sebagai waktu terjadinya Big Bang tersebut. Teori ini telah memberikan penjelasan paling komprehensif dan akurat yang didukung oleh metode ilmiah beserta pengamatan.

Ketika Georges Lemaitre dan Edwin Hubble baru mendapati sebuah hipotesa ini di awal abad 20, kaum muslimin telah jauh hari –sekitar abad 7 M- sebelumnya telah mengetahui tentang kronologi penciptaan alam jagat raya ini melalui firman Allah ta’ala :

أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ (30) وَجَعَلْنَا فِي الْأَرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِهِمْ وَجَعَلْنَا فِيهَا فِجَاجًا سُبُلًا لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ (31) وَجَعَلْنَا السَّمَاءَ سَقْفًا مَحْفُوظًا وَهُمْ عَنْ آيَاتِهَا مُعْرِضُونَ (32) وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ (33)

“Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi keduanya dahulu menyatu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya, dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air, maka mengapa mereka tidak beriman? Dan Kami telah menjadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh agar ia (tidak) guncang bersama mereka, dan Kami jadikan (pula) di sana jalan-jalan yang luas agar mereka mendapat petunjuk. Dan Kami jadikan langit sebagai atap yang terpelihara, namun mereka tetap berpaling dari tanda-tanda (kebesaran Allah) itu (matahari, bulan, angin, awan, dan lain-lain). Dan Dia-lah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing beredar pada garis edarnya.” (QS. Al Anbiya’: 30-33)

Inilah sebagian bukti akan kebenaran sekaligus mukjizat Al Quran yang telah menguak setiap misteri kehidupan dunia dan akhirat. Maka masihkah di antara kita ada yang tidak beriman dengan Al Qurân?! Wallahu a’lam.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *