Karakter Pribadi Yang Beriman
Karakter merupakan sifat terbentuk dalam diri manusia. Baik atau buruknya karekter seorang hamba sangat dipengaruhi oleh keyakinan yang tersimpan di dalam dadanya. Apabila dikaitkan dengan tauhid, seseorang yang tauhidnya baik, secara otomatis akan terbentuk pada dirinya karakter-karakter yang baik pula
Sementara orang-orang yang beriman, Allah telah menetapkan pada diri mereka karakter-karakter yang mulia, sehingga yang muncul dari diri mereka adalah perbuatan-perbuatan yang mulia pula. Hal ini sebagaimana yang Allah sebutkan pada permulaan surat al-Anfal :
- “Apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati mereka.”
Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas menafsirkan kata al-Wajl pada ayat tersebut dengan al-Khauf (takut). Gemetarnya hati seorang hamba tatkala diingatkan dengan ayat-ayat al-Qur’an adalah disebabkan oleh rasa takutnya kepada Allah Shubhanahu wa ta’ala. Rasa takut inilah yang akan selalu menyeru hatinya untuk menjauhi hal-hal yang dilarang, sehingga yang muncul dari dirinya hanya ketaatan kepada Allah Shubhanahu wa ta’ala saja. Fudhail bin ‘Iyadh berkata, “Barangsiapa yang takut kepada Allah, niscaya rasa takutnya itu akan membimbingnya untuk mengerjakan setiap kebaikkan.” Dengan demikian, orang yang tidak memiliki rasa khauf pada dirinya mustahil akan ada kebaikan yang ia kerjakan.
- “Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya).”
Hal ini menunjukkan bahwa iman itu bisa bertambah dan berkurang. Adapun membaca al-Qur’an merupakan salah satu cara untuk menambah dan mempertebal keimanan. Shufyan bin Uyaiynah berkata, “Jauh dekatnya engkau wahai hamba Allah, akan ditentukan dengan jauh dekatnya engkau terhadap Al-Quran. Jika engkau jauh darinya, niscaya engkau akan jauh dari Allah, sementara jika engkau dekat dengannya (rajin membaca al-Qur’an), berarti engkau sangat dekat dengan Allah.”
- “Kepada Tuhan-lah mereka bertawakal”
Tawakal kepada Allah Shubhanahu wa ta’ala merupakan jalan keluar dari setiap maslah. Dengan tawakal, tidak ada masalah yang tidak terselesaikan. Karakter inilah yang menjadikan orang-orang beriman jauh dari rasa stres dan putus asa. Yang demikian ini karena Allah Shubhanahu wa ta’ala telah menjamin setiap urusan hamba yang selalu bertawakal kepada-Nya,
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
“Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (ath-Thalaaq : 3).
- “(Yaitu) orang-orang yang mendirikan salat”
Pada ayat tersebut, ungkapan mendirikan shalat menggunakan wazen fi’il mudhari’. Sementara fi’il mudhari’ dalam kaidah Nahwu digunakan untuk menjelaskan perbuatan yang terus berkelanjutan. Artinya, karakter orang-orang beriman adalah selalu menjaga shalat-shalat wajibnya. Sehingga hikmah dari shalat akan nampak pada diri dan prilaku mereka. Allah Shubhanahu wa ta’ala berfirman,
إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
“Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.” (al-Ankabut : 45).
- “Dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.”
Pada ayat tersebut jelas sekali bahwa orang-orang beriman memiliki karakter dermawan. Di dalam Mukhtashar Minhajul Qashidiin, Ibnu Qudamah menjelaskan bahwa menginfakkan sebagian rezeki yang telah Allah Shubhanahu wa ta’ala berikan kepada seorang hamba meliputi pengeluaran zakat wajib dan shadaqah sunnah. Dan tidaklah seorang hamba terhindar dari sifat bakhil, jika sebatas menunaikan zakat saja. Hal ini dikarenakan zakat merupakan kewajiban utama yang tidak boleh ditinggalkan bagi orang-orang yang mampu, sementara shadaqah adalah penyempurna dari perintah menginfakkan harta. Allah Shubhanahu wa ta’ala berfirman,
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (Ali Imran : 92).
Demikianlah lima karakter utama yang menjadikan seorang hamba sebagai Mukmin yang hakiki. Dan semoga Allah Shubhanahu wa ta’ala memasukkan kita ke dalam golongan orang-orang Mukmin yang diridhai-Nya.