Jangan Mengeluhkan Allah Kepada Manusia

Curhat, mencurahkan isi hati atau berbagi rasa. Bagi wanita, curhat seakan menjadi kebutuhan primer atau mungkin masuk kategori ‘tuntutan alamiah’. Hidup serasa hampa tanpa teman curhat. Pernyataan ini tidaklah lebay alias berlebihan karena memang secara psikologis dan perilaku alamiahnya wanita cenderung menempatkan diri sebagai objek yang dicintai, dikasihi, dan dimengerti. Curhat menjadi media bagi wanita untuk mendapatkan simpati dan pengertian. Oleh karenanya, setiap wanita biasanya memiliki partner curhat. Bisa sahabat, mentor atau ustadzah, saudara, suami, ibu dan lainnya. Bahkan, menurut survey yang dilakukan Galaxy Research, sebanyak 62 persen responden wanita menyatakan hewan piaraan seperti anjing, kucing, bahkan benda matipun menjadi sasaran curhatan yang dinilai jauh lebih asik daripada manusia. Wah…

Sayangnya, menurut beberapa ahli psikologi, curhatan wanita cenderung bukan untuk mencari solusi, tetapi simpati dan empati. Artinya, curhatan mereka seringkali hanyalah keluhan dan ungkapan perasaan semata. Tak heran jika dalam banyak tips menjalin hubungan dengan wanita dikatakan, buru-buru memberisolusi pada wanita yang tengah curhat adalah kesalahan fatal. Sebaliknya, yang dianjurkan adalah mendengarkan dengan baik, menimpali sesekali dan lebih menunjukkan empati daripada sok-sokan memberi solusi. Berbeda dengan kaum adam yang ketika curhat, solusilah yang dicari.

Apabila wanita menemukan partner curhat yang cocok, ia tidak akan kuat untuk menyimpan apapun darinya. Bahkan semua rasa, keluhan, dan bahkan rahasia akan ditumpahkan kepadanya. Adakalanya rahasia-rahasia keluarga; orang tua, mertua, dan suami pun ikut bocor (keceplosan) dalam curhatan. Pada level parah, seorang wanita bahkan akan menceritakan aib keluarganya sendiri kepada partnernya.

Jangan Mengeluhkan Allah

Nah, para muslimah yang shalihah hendaknya berhati-hati dalam hal ini. Curhat memang akan membuat anda merasa lebih nyaman. Tapi perlu diingat, curhat pada dasarnya adalah keluhan. Yakni mengeluhkan sesuatu apapun itu, entah yang dipikir, dirasa, atau dialami, kepada orang lain. Jika tujuannya bukan untuk mencari solusi, dan masing-masing orang paling tahu apa yang sebenarnya dia cari sebaiknya curhatan ditahan atau dikurangi. Bukan lain karena mengeluh merupakan indikasi ketidaksabaran dalam menghadapi ujian.

Dalam kadar tertentu akan mengurangi pahala, membuat orang lain ikut sedih dan jika berlebihan atau terkait erat dengan aib orang lain, apalagi keluarga akan menjadi dosa. Sekali lagi, tujuannya bukan untuk mencari solusi.

Mari belajar dari kisah Nabi Ya’kub. Ketika beliau diuji dengan kenakalan putra-putranya yang sangat keterlaluan, nasihat beliau adalah shabrun jamil. Di dalam kitab Tafsir al Bahru Muhith dijelaskan, shabrun jamil adalah kesabaran yang nihil dari keluhan. Dan kesabaran inilah yang dipraktekkan Nabi Ya’kub.

Kehilangan putra yang dicintai dengan cara yang menyakitkan, membuat beliau bersedih hati dengan kesedihan yang amat mendalam. Dikisahkan, Nabi Ya’kub bertemu malaikat maut dalam mimpi dan menanyakan, “Apakah ia sudah mencabut nyawa Yusuf?”. Malaikat maut menjawab, “Tidak, Yusuf masih hidup.” Namun, ketidakpastian akan nasib putranya membuat hatinya tenggelam dalam kesedihan.

Nabi Ya’kub menangis hingga kedua matanya buta dan punggungnya bungkuk. Tapi sedikitpun beliau tidak pernah menceritakan atau mengeluhkan kesedihannya kepada orang lain. Dalam sebuah riwayat yang dinukil oleh Imam Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat 86 surat Yusuf, diceritakan bahwa Nabi Ya’kub memuliki saudara dekat. Suatu hari saudaranya bertanya, “apa yang membuat matamu buta dan punggungmu bungkuk?” Nabi Ya’kub menjawab, “yang membutakan mataku adalah tangisku dan yang membungkukkan punggungky adalah kesedihan atas menyamin.” Lalu Jibril pun mendatangi Nabi Ya’kub dan berkata, “Allah memberimu salam dan berfirman, ‘tidakkah Aku malu mengeluhkan Aku kepada selain-Ku?’” Nabi Ya’kub pun sadar dan berkata, “sesungguhnya aku hanya akan mengadukan kesusahan dan kesedihanku kepada Allah.” Lalu Jibril berkata, “Allah lebih tahu apa yang kamu adukan.” Dan setiap kali ditanya orang mengenai musibah yang mengenainya, kalimat itulah jawabannya.

Tanda Kesabaran; Tidak Mengeluh

Mengeluh juga menurunkan derajat kesabaran karena termasuk sabar adalah menahan diri dari mengeluh kepada manusia. Imam ats Tsauri berkata, “Diantara bagian sabar adalah tidak membincangkan penyakitmu, musibah yang mengenaimu, dan menangisi dirimu sendiri.” (Tafsir al Bahrul Muhith, penjelasan ayat 86 surat Yusuf)

Jika mengeluh kepada manusia mengurangi kesabaran, mengeluh kepada Allah justru disebut dhara’ah (merendah, mengeluh) yang bernilai ibadah. Allah sangat menyukai hamba-hamba yang hanya mengeluhkan masalahnya kepada Allah. Karena memang hanya Allah-lah tempat mengeluh yang paling sempurna. Allah akan memberikan jalan keluar, menghilangkan kesedihan dan memberikan kenyamanan. Jauh lebih nyaman dari yang dirasakan setelah curhat kepada manusia. Semua musibah, kesedihan, kesulitan hidup, dan berbagai masalah terjadi atas kehendak Allah. Jika kita mengeluhkan semua itu kepada manusia, ibaratnya kita tengah mengadukan Allah kepada makhluk-Nya.

Tentunya, ini berbeda dengan istisyar atau mengemukkakan masalah untuk meminta solusi kepada orang lain dalam batas-batas yang bisa dilakukan manusia. Tujuannya jelas, mencari solusi. Misalnya menyampaikan keluhan sakit kepada dokter, atau kepada orang bijak agar bisa membantu menyelesaikan masalah. Hal ini sesuai dengan perintah Allahagar kita bermusyawarah guna mencari jalan keluar dan keputusan terbaik. Tentunya dengan tetap memohon dan menggantungkan segalanya kepada Allah.

Belajar Bersabar

Nah, para muslimin dan muslimah mari kita bersama-sama belajar menjaga lisan dan hati untuk lebih bersabar. Menahan lisan untuk tidak mudah mengadu dan mengadu memang tidaklah mudah tapi juga bukan sesuatu yang mustahil. Kegemaran curhat tidak perlu dihilangkan, bahkan kalau perlu kita tingkatkan. Hanya saja bukan curhat dan mengeluh kepada manusia tapi kepada Rabbnya manusia. Semoga Allah memudahkan kita dan menjadikan kita semua hamba yang penyabar. Aamiin.

Sumber: majalah arrisalah edisi 150

Penulis: Aviv

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *