Jangan Berkelit Dari Kewajiban Zakat

Jangan Berkelit Dari Kewajiban Zakat

Allah mewajibkan zakat pada harta yang telah mencapai nishab dan terpenuhi syarat syarat zakat lainnya. Hasil zakat tersebut akan disalurkan kepada kaum fakir dan beberapa golongan yang berhak.

Sedikit dari apa yang dikeluarkan tersebut tentu tidak akan menimbulkan kerugian yang besar, justru akan menambah keberkahan hartanya di dunia dan akhirat. Secara umum tujuan disyariatkan zakat adalah untuk menjaga keseimbangan hidup umat manusia, sebab Allah tidak memberikan rezeki-Nya kepada umat manusia dengan sama rata, ada yang kekurangan, kecukupan, dan ada yang kaya raya.

Manfaat daripada zakat ini dapat dirasakan oleh seluruh umat manusia, bagi muzakki (orang yang mengeluarkan zakat), bagi mustahik-nya (orang yang berhak dizakati),dan tidak luput bagi seluruh kaum muslimin yang ada di sekitarnya. (lbnu Qayyim, Asraru asy-Syari’ah, hal 43.)

Oleh karena besarnya urusan wajib zakat di sisi Allah maka Allah dan Rasul-Nya mengecam kaum muslimin yang enggan mengeluarkan zakat, di dunia akan diperangi dan di akhirat akan mendapatkan adzab pedih lantaran harta yang disimpannya. (Ibnu Qudamah, al-Mughni, 2/228)

Akan tetapi, tetap saja ada sebagian kaum muslimin yang enggan membayar zakat karena menuruti hawa nafsu mereka berupa kecintaannya terhadap harta.

Sebagian orang enggan menunaikan zakat kerena alasan bahwa zakat itu repot dan rumit, selain berhubungan dengan hitung-menghitung juga banyak perselisihan di kalangan para ulama, padahal sebenarnya yang menjadi peselisihan para ulama adalah teknis pengeluarannya saja.

Contohnya adalah zakat buah-buahan. Para ulama sepakat zakat yang wajib dikeluarkan adalah sepersepuluh pada buah yang tumbuh diairi dengan air hujan, sedangkan buah yang disirami sendiri maka zakatnya adalah setengah sepersepuluh. Yang diperselisihkan adalah mulai kapan buah-buahan tersebut wajib dizakati, menurut mazhab Hanafi: dikeluarkan zakatnya ketika sudah keluar buahnya, mazhab Maliki: jika buahnya sudah dapat dimakan, mazhab Syafi’i dan Hambali: ketika buanya siap untuk dipanen. (Az-Zuhaili, al-Wajizfi Fiqhi al-Islami, 1/381-382)

Perbedaan pendapat para ulama dalam teknis pelaksanaan zakat tidak menjadi alasan seseorang enggan mengeluarkan zakat, justru dengan perbedaan tersebut akan memudahkannya dengan memilih salah satu pendapat yang sesuai dengan kondisinya.

Sebagian lain enggan berzakat karena alasan dia tidak menahu soal ilmu perhitungan zakat. Pada zaman Nabi, beberapa sahabat diamanahi sebagai petugas zakat, kemudian pada zaman Khalifah Umar lembaga-lembaga zakat mulai dibentuk dan dirapikan.

Mereka, para petugas zakat, aktif mengontrol perkembangan ekonomi setiap individu kaum muslimin, mereka akan mendata orang-orang yang telah wajib mengeluarkan zakat, meminta zakatnya, dan akan disalurkan kepada para mustahik zakat.

Meskipun petugas zakat hari ini tidak sebagaimana  zaman Nabi dan para Khalifahnya, namun juga tidak menjadi alasan untuk enggan mengeluarkan zakat karena tidak menahu soal ilmu perhitungan zakat Sebab, apabila benar-benar tidak menahu soal ilmu zakat maka hari ini telah banyak berdiri lembaga-lembaga zakat di masyarakat kita.

Berbicara tentang ilmu perhitungan zakat, apabila dalam sebuah daerah tidak ada satu orang pun yang pandai menghitung harta zakat maka wajib bagi salah satu atau sebagian di antara mereka untuk mempelajari ilmu tentang penghitungan zakat,agar dia dapat membimbing umatnya untuk menunaikan kewajiban zakat. Bahkan orang-orang yang Allah beri keutamaan berupa harta maka wajib baginya untuk mempelajari ilmu tentang zakat. (Abdul Qadir bin Abdul Aziz, al-Jami’ji Thalibi al-llmi asy-Syarif, 1/42)

Dan Alasan-Alasan Yang Lain.

Rasa enggan dengan berbagai alasan tersebut akhirnya ditutup-tutupi dengan ketidakjujuran terhadap harta yang dia miliki, yaitu mengaku bahwa dirinya belum memenuhi syarat wajib zakat dan tidak mengizinkan petugas zakat untuk menghitung kekayaannya.

Inilah alasan kenapa Islam menunjuk beberapa orang dalam satu daerah sebagai petugas zakat, yaitu untuk membantu orang-orang kaya dalam menjalankan kewajibannya, tentunya fungsi petugas zakat akan sempurna jika kaum muslimin telah bersatu dalam satu kepemimpinan.

Syaikh Isham Abu an-Nashr berkata,“… antara tujuan disyariatkan zakat adalah untuk membiasakan kaum muslimin berbuat jujur.” (Isham Abdul Hadi Abu an-Nashr, Maqashid al-Ma’nawiyah li az-Zakah, hal. 3)

Sesungguhnya hanya Allah yang Mahatahu tentang harta yang dimiliki hamba-Nya, kemudian hamba itu sendiri yang paling tahu tentang harta yang dimilikinya daripada orang lain, orang lain hanyalah dapat melihat apa yang tampak di mata mereka. Apa yang telah luput di dunia, maka tidak akan luput di akhirat. Wallahu a’lam. [Arif Hidayat- majalah hujjah 42]

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *