Pertanyaan
Ustadz, ana ingin menanyakan dua hal:
- Bolehkan menjama’ shalat Jum’at dengan shalat Ashar?
- Bolehkan kita meminta seseorang untuk meruqyah diri kita?
Jawaban
Tidak boleh menjama’ (menggabungkan) shalat ashar dengan shalat jum’at ketika diperbolehkan menjama’ antara shalat ashar dan dzuhur (karena ada alasan syar’i, seperti perjalanan). Seandainya seseorang yang sedang melakukan perjalanan jauh melintasi suatu daerah, lalu dia melakukan shalat jum’at bersama kaum muslimin di sana, maka (dia) tidak boleh menjama’ ashar dengan shalat Jum’at. Seandainya ada seorang yang menderita penyakit sehingga diperbolehkan untuk menjama’ shalat, (lalu ia) menghadiri shalat dan mengerjakan shalat jum’at, maka dia tidak boleh menjama’ shalat ashar dengan shalat jum’at. Allah ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An Nisa’: 103)
Hal ini juga disebabkan tidak ada dalil tentang menjama’ antara Jum’at dan Ashar, dan yang ada adalah menjama’ antara Dhuhur dan Ashar dan antara Maghrib dan Isya’. Jum’at tidak bisa diqiyaskan dengan Dhuhur karena sangat banyak perbedaan antara keduanya. Hukum asalnya dari ibadah adalah haram sehingga harus ada dasar dan dalilnya.
Apabila ada yang mengatakan boleh maka hendaknya ia menyebutkan dasar dan dalilnya, dan bisa dipastikan dia tidak akan mendapatkannya karena tidak ada satu dalilpun dalam hal ini. Rasulullah bersabda,
“Barangsiapa membuat perkara baru dalam urusan kami ini (dalam agama) yang bukan dari padanya (tidka berdasar) maka tertolak.” (HR. Bukhari Muslim)
Jadi kembali kepada hukum asal, yaitu wajib mendirikan shalat pada waktunya masing-masing kecuali apabila ada dalil yang membolehkan untuk menjama’ (menggabungkannya) dengan shalat lain.
Adapun hukum meminta diruqyah, menurut Ibnu Taimiyah tetap dibolehkan, walaupun kedudukannya dengan yang bersabar tidak meminta ruqyah tentu tidak bisa disamakan. Adapun maksud hadits “Laa Yastarquun” (Mereka tidak meminta ruqyah) yaitu bila ruqyah dengan selain al-Qur’an dan as-Sunnah atau dengan asma dan sifat-Nya.
(lihat: Majmu’ Fatawa Syaikh Utsaimin 15/369-378, Majmu’ Fatawa: 1/26)
Sumber: majalah arrisalah edisi 72 hal. 28